7 Tulisan Hadis Pertama Syiah (2 dari 2)
4- Nahjul Balaghah
Nahjul Balaghah diyakini mengandung ucapan di atas ucapan manusia dan di bawah firman Khalik. Juga dianggap sebagai saudara Alquran.
Nahjul Balaghah disusun oleh Sayyid Radhi (meninggal tahun 406) dengan urutan kumpulan khutbah, surat, dan kalimat pendek (hikmah atau kata mutiara) Imam Ali a.s. Salah satu keistimewaan yang menonjol dari ucapan Imam Ali a.s. adalah fashahah (keindahan dalam memaparkan maksud) dan balaghah (penjagaan dalam keinginan kondisi)nya. Orang yang mengenal ucapan-ucapan ini, akan mahir bertutur kata. Oleh karena itu, beliau (Sayyid Radhi) menamakannya dengan “Nahjul Balaghah” (metode bertutur kata dengan indah). Beliau hanya memilih sepertiga dari sekian banyak ucapan Imam Ali a.s. yang tersisa hingga abad ke-4 H.
Sejak ditulis hingga saat ini, kitab ini mendapatkan banyak perhatian ulama Syiah dan Ahlu Sunnah setelah Alquran. Telah ditulis ratusan karya mengenai kitab ini seperti syarah, catatan kaki, pembuatan sanad, keterangan sebagian kandungan, terjemahan, dan lain-lain. Oleh karena itu, kitab tersebut dapat dianggap sebagai peninggalan riwayat terpenting Syiah.
Nahjul Balaghah yang ada sekarang ini terdiri dari 241 khutbah, 79 surat, dan 480 kata pendek Imam Ali a.s.
Pengumpulan kitab dengan tema seperti ini telah dimulai pada abad ke-4 H. Meskipun demikian, kumpulan khutbah, surat dan kata pendek Amirul Mukminin Ali a.s. sesungguhnya telah ditulis pada masa beliau a.s. sendiri oleh beberapa orang seperti Zaid bin Wahab, Sa’dah bin Shadaqah, Nasr bin Muzahim dan lain-lain. Dengan demikian, beberapa bagian penting dari ucapan-ucapan Imam Ali a.s. dapat dijumpai dalam kitab-kitab sebelum Nahjul Balaghah.
Nasr bin Muzahim (meninggal 212) dalam kitab Khithab Amiril Mukminin a.s., Madaini (meninggal 225) dalam kitab Khitab Amiril Mukminin Akhbaruhu Wa Hurubuhu, Abdul Adhim Hasani (meninggal 224) dalam kitab Khitab Ali a.s., dan lain-lain mengumpulkan sebagian ucapan Imam Ali a.s. secara independen. Beberapa bagian ucapan ini juga dapat ditemukan pada kitab-kitab historis dan hadis seperti Muruj Adz-Dzahab tulisan Mas’udi, Al-Gharaat tulisan Ibrahim bin Hilal Tsaqafi, Tarikh Ya’qubi, Tarikh Thabari, Akhbar At-Tiwal tulisan Dainuri, Al-Khashaish tulisan Nasa’i, Al-Irsyad karya Syeikh Mufid, Al-Kafi tulisan Kulaini dan…[1]
Abduzzahra’ Husaini dengan bantuan berbagai sumber memberikan sanad dan rujukan terhadap 140 khutbah, 62 surat, dan 340 kata pendek penuh hikmah Imam Ali a.s.
5- Shahifah Sajjadiyyah
Shahifah Sajjadiyyah disebut dengan Zabur Keluarga Muhammad saw. atau Injil Ahlul Bait atau Saudara Alquran.[2] Kitab ini berisi kumpulan doa dan munajat Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad, putera Imam Husain a.s. dalam berbagai macam hal.
Doa termasuk dalam cakupan sunnah. Maka Shahifah Sajjadiyyah pun masuk dalam cakupan tulisan hadis. Meskipun Shahifah adalah kumpulan doa dan munajat, di dalamnya terdapat berbagai unsur pelajaran dan pendidikan penting tentang ilmu-ilmu agama.
Kandungan Shahifah Sajjadiyyah sangat tinggi dan kaya. Lafad-lafad indah dan menarik dalam bingkai munajat kepada Allah swt. tidak dapat diciptakan oleh seorang pun kecuali hujjatullah (imam) yang memiliki makrifat Ilahi tingkat tinggi dan mengenal tata cara bermunajat di hadapan Allah swt.
Allamah Sayyid Muhsin Jabal Amili menulis, “Di antara bukti terkuat bahwa Shahifah Sajjadiyyah merupakan ucapan Imam Sajjad a.s., adalah keindahan (balaghah) dan kefasihan tiada batas, maknanya yang sangat tinggi, isinya yang dalam tiada tanding dalam menjelaskan kepasrahan dan pujian, memohon ampunan dan bertawasul kepada-Nya.”[3]
Sebagian ahli hadis meneliti seluruh sumber riwayat dan mengumpulkan seluruh doa yang dinukil dari Imam Sajjad a.s. kemudian menyusun shahifah-shahifah yang lain. Di antaranya dapat disebutkan:
- Ash-Shahifah As-Sajjadiyyah Ats-Tsaniyah, Syaikh Hurr Amili
- Ash-Shahifah As-Sajjadiyyah Ats-Tsalitsah, Mirza Abdullah Afandi
- Ash-Shahifah As-Sajjadiyyah Ar-Rabi’ah, Muhaddis Nuri
- Ash-Shahifah As-Sajjadiyyah Al-Khamisah, Sayyid Muhsin Jabal Amiliki.[4]
Almarhum Syeikh Agha Bozorg Tehrani menyebutkan sekitar 50 syarah untuk Shahifah Sajjadiyyah.[5]
6- Kitab Sulaim bin Qais Hilali
Kitab Sulaim bin Qais juga populer dengan Ashl Sulaim bin Qais, Shahifah Sulaim, Kitab Saqifah, Kitab Fitan.[6] Sulaim adalah salah seorang sahabat Imam Ali, Imam Hasan, Imam Husain, dan Imam Sajjad a.s. Ia juga hidup di masa Imam Baqir a.s.
Sulaim lahir di kota Kufah dua tahun sebelum hijrah dan meninggal dunia pada tahun 76 H. Ia datang ke Madinah pada awal-awal pemerintahan khalifah Umar. Dalam 60 tahun kebersamaan dengan para imam a.s., ia menulis dan mencatat peristiwa-peristiwa historis dan ucapan para imam a.s.
Setelah Hajjaj masuk ke Kufah pada tahun 75 H dan memburu Sulaim bin Qais, Sulaim melarikan diri ke Newbandjan, kota tua di Persia dan tinggal di rumah Abban bin Ubay ‘Iyasy.
Sulaim sangat mempercayai Abban. Oleh karena itu, sebelum meninggal, ia menyerahkan kitabnya kepada Abban dan meminta kepadanya untuk menjaga kitab tersebut.[7] Berdasarkan sanad-sanad historis dan sebagian riwayat, Abban menunjukkan kitab ini kepada ulama dan ahli hadis Bashrah dan Makkah.
Ketika Abban berada di hadapan Imam Sajjad a.s., beliau meminta Abu Thufail dan Umar bin Ubay, dua orang sahabat Nabi saw. untuk membacakan isi kitab tersebut selama 3 hari berturut-turut. Pada akhirnya Imam Sajjad a.s. berkata, “Sulaim berkata benar. Semoga Allah merahmatinya. Semuanya adalah hadis-hadis yang kita ketahui.”[8]
Imam Shadiq a.s. juga mendeklarasikan kitab Sulaim sebagai sebuah rahasia dari rahasia-rahasia keluarga Muhammad saw.”[9]
Kemudian Kitab Sulaim berpindah ke tangan Umar bin Udhainah, salah sorang ulama Syiah di Bashrah dan setelah itu jatuh ke tangan seluruh ahli hadis.[10]
Sebagian isi kitab dimanfaatkan oleh pemuka-pemuka ahli hadis Syiah seperti Kulaini dalam Al-Kafi, Shaduq dalam Al-Khishal, Thabarsi dalam Al-Ihtijaj dan…[11] Syaikh Thusi dan Najjasyi mempertahankan kesahihannya.[12]
Allamah Majlisi berkata, “Kitab Sulaim sangat terkenal di kalangan ulama hadis. Kitab ini termasuk ushul muktabar (dasar-dasar kuat). Kulaini, Shaduq dan seluruh ulama terdahulu mempercayainya.”[13]
Allamah Amini berkata, “Kitab Sulaim tergolong ushul yang masyhur sejak zaman dahulu sehingga menjadi kepercayaan para ahli hadis Syiah dan sejarawan”.[14]
Kitab Sulaim yang ada di tangan kita sekarang ini tidak dapat diterima secara utuh. Kemungkinan kurang atau lebihnya sangat rasional sekali, karena adanya kesamaran dalam kualitas penukilan, didaifkannya sebagian perawi, dan pertentangan sebagian kandungannya dengan prinsip-prinsip Syiah.[15]
7- Ushul Arba’a Miah
Ushul arba’a miah adalah tulisan-tulisan hadis yang dikumpulkan oleh sahabat-sahabat para imam a.s. pada periode Imam Ali a.s. hingga masa Imam Hasan Askari a.s. Pengumpulan ini mencapai puncaknya pada periode Imam Baqir a.s. dan Imam Shadiq a.s.
Untuk pertama kalinya pasca ghaibah shughra, Syeikh Kulaini menjadikannya sebagai sandaran dalam penyusunan kitab Al-Kafi dan untuk selanjutnya dilakukan oleh seluruh penulis kitab-kitab jami’ hadis Syiah lainnya. Maka wajar bila ushul ini dianggap sebagai sumber pertama penulisan kitab-kitab jami’ hadis Syiah.
Berdasarkan reportasi historis, ushul ini masih ada dan menjadi sandaran para penulis kitab-kitab jami’ hadis pertama Syiah, yaitu tiga Muhammad (Muhammad bin Ya’qub Kulaini, Muhammad bin Babawaih Syeikh Shaduq dan Muhammad bin Hasan Syeikh Thusi). Beberapa bagian juga masih tersisa hingga zaman Muhammad bin Idris Hilli (wafat 598), Sayyid bin Thawus (wafat 673), Syahid Tsani (wafat 966), Kaf’ami (wafat 905), Allamah Majlisi (wafat 1111), Syeikh Hurr ‘Amili (1104), dan Mirza Husain Nuri (wafat 1320).[16]
(Selesai)
[1] Untuk lebih rincinya silahkan rujuk: Mashadir Nahjul Balaghah Wa Asaniduhu (Sumber-sumber Nahjul Balaghah dan Sanad-sanadnya; Puzuhesyi Dar Asnad Wa Madarik Nahjul Balaghah (Sebuah Kajian Dalam Sanad-sanad Dan Bukti-bukti Nahjul Balaghah); Danesy Nameh-ye Imam Ali a.s., jilid 12; Maqoleh: Asnad Nahjul Balaghah.
[2] Adz-Dzari’ah, jilid 13, halaman 345 dan jilid 15, halaman 18; Ash-Shahifah As-Sajjadiyyah, tahqiq Abthahi, halaman 657; Fath Al-Abwab, halaman 76.
[3] A’yan Asy-Syiah, jilid 1, halaman 638; juga silahkan merujuk: Fath Al-Abwab, halaman 76.
[4] Untuk lebih rincinya silahkan merujuk: Ar-Rasail Ar-Rijaliyyah, halaman 560-561.
[5] Adz-Dzari’ah, jilid 13, halaman 346-359.
[6] Kitab Asrar Ali Muhammad saw., halaman 47 (mukaddimah).
[7] Ibid, halaman 17-30.
[8] Ibid, halaman 57.
[9] Ibid, halaman 58.
[10] Ibid, halaman 36-37.
[11] Ibid, halaman 72-75.
[12] Ibid, menukil dari Rijal Najjasyi, halaman 6; Fihrist Syaikh Thusi, halaman 81.
[13] Ibid, menukil dari Bihar Al-Anwar, jilid 1, halaman 32.
[14] Ibid, menukil dari Al-Ghadir, jilid 1, halaman 195.
[15] Ibid, halaman 93-117.
[16] Adz-Dzari’ah, jilid 2, halaman 134 – 135.