Adab Keluarga Fatimah Zahra Sebagai Parameter (Bag. 2)
Pada suatu situasi dan kondisi dimana istri sering kali menghindar dari pekerjaan rumah khususnya di dapur. Istri lebih suka memberikan pekerjaan tersebut kepada pembantunya, membuat adonan, memasak dan pekerjaan rumah lainnya. Seperti merawat anak, ia lebih memilih untuk diberikan kepada babysitter untuk melakukan pekerjaan tersebut. Kondisi seperti ini melepaskan istri dari tanggung jawab sebagai seorang ibu rumah tangga. Adab yang demikian tidak termasuk dalam kategori membangun keluarga dengan baik, tepatnya intensitas seorang ibu dan istri yang hangat tidak dapat dirasakan oleh suami dan anak-anaknya secara langsung. Tidak sedikit karena adab yang demikian dapat mengurangi keharmonisan keluarga.
Tanggung Jawab Istri
Partisipasi Fatimah Zahra dalam pekerjaan di dalam rumah merupakan sebuah manifestasi dari pola perilaku keluarga yang patut ditiru. Ia sebagai kepala rumah yang mengatur semua urusan isi rumah membuat suami serta anak-anaknya selalu hangat dan nyaman. Semua tenaganya dicurahkan untuk memenuhi semua kebutuhan yang ada di dalam rumah. Terkadang karena rajinnya bekerja tangannya kapalan dan kasar, pakaiannya berdebu dan di pipinya terdapat debu arang akibat memasak.
Dalam membangun rumah tangga Imam Ali as dan Sayidah Fatimah sa membagi dua tanggung jawab; mengambil air dan mempersiapkan kayu bakar serta pekerjaan di luar rumah seperti mencari nafkah bagian tanggung jawab Imam Ali as. Sedangkan memasak, membuat adonan, memanggang roti, menjahit baju, merawat anak serta pekerjaan lain di dalam rumah merupakan tanggung jawab Sayidah Fatimah Zahra sa. Dengan pembagian pekerjaan tersebut ia sangat senang; karena dengan begitu menjauhkan diri berhadapan langsung dengan lelaki yang bukan muhrimnya. Hal ini merupakan edukasi bagi muslimat untuk memperkuat adab dan menjaga kehormatannya di dalam masyarakat.
Berbeda dengan kondisi sosiologis masyarakat kekinian dalam rumah tangganya. Seorang istri lebih suka bekerja di luar mencari nafkah untuk keluarganya. Semua isi rumah yang mengatur pembantunya, dan yang paling buruknya lagi posisi suami menggantikan posisi istri di dalam rumah. Dengan kondisi yang demikian beban suami-istri akan lebih berat dalam mengatur rumah tangganya. Akibatnya, istri yang tadinya sebagai penopang isi rumah akan kewalahan karena energinya sudah terkuras di luar. Dan pada akhirnya kehangatan dan kenyamanan rumah tangga pun akan berkurang dengan sendirinya. Oleh karena itu, Fatimah Zahra memilih pembagian mengatur isi rumah dibandingkan di luar, karena ia memahami kondisi dan kapasitasnya sebagai perempuan.
Dalam riwayat Imam Shodiq as mengatakan; Imam Ali as dalam kehidupan keluarga mereka sehari-hari membawakan belanja keperluan di rumah, mengambil air dan mengumpulkan kayu bakar dari luar sedangkan Sayyidah Fatimah di dalam rumah menggiling gandum dan membuat adonan untuk memanggang roti serta menjahit baju. Beliau adalah seorang wanita dari wanita-wanita yang paling cantik hasil dari perkawinan suci antara Nabi Muhammad dan Siti Khadijah yang kecantikannya melebihi kecantikan bunga-bunga di telaga surga, ketika melihatnya seluruh kesedihan dan keletihan suaminya pudar dan lenyap dengan memancarkan kebahagiaan [1].
Imam Ali as menukilkan; Fatimah sedemikian sering mengangkat air dengan qirbah (tempat air dari kulit binatang) sampai membekas di dadanya, dan karena seringnya menggiling biji gandum jari-jari tangannya kasar dan kapalan. Sedemikian sering beliau membersihkan rumah, memanggang dan memasak api dibawah panci membuat pakaiannya berdebu dan berasap. Dan pekerjaan berat dan rasa sakit seperti ini sudah sering dialaminya [2].
Salah satu penyebab kebahagiaan dan kesempurnaan dalam membangun rumah tangga adalah melaksanakan kewajiban sesuai dengan kapasitasnya dalam keluarga.
Dalam riwayat dijelaskan ketika pada malam pertama pernikahan Imam Ali as dan Sayyidah Fatimah sa, Rasulallah menjelaskan mengenai pembagian pekerjaan mereka dengan cara demikian; mengadon tepung, memasak naan (roti), membersihkan dan menyapu rumah bagian dari kewajiban Fatimah. Dan pekerjaan di luar rumah seperti mengumpulkan kayu bakar dan membawa bahan makanan merupakan kewajiban Ali.
Setelah mendengar penjelasan ayahnya, ia berkata; hanya Allah Swt dan seseorang pun tidak mengetahuinya sampai sejauh mana saya menyukai pembagian pekerjaan ini, karena Rasulallah telah memisahkan saya dari melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan laki-laki[3].
Fatimah Zahra sa adalah seorang putri Nabi Muhammad Saw. Dengan status yang dimiliki ayahnya tidak senantiasa merajalela hidup santai dalam membangun rumah tangganya. Di dalam rumahnya bukan tidak ada seorang pembantu yang selalu siap melayaninya. Namun, tidak semua pekerjaan rumah diberikan kepada pembantu bahkan hampir semua pekerjaan rumah ia kerjakan sendiri, berbeda dengan kondisi masyarakat kekinian.
Wahai penghulu wanita surga, salam dan rahmat Allah kepadanya dan kepada kedua orangtuanya beserta anak-anaknya, turunan dan pecinta setianya.
Oleh: H. A. Shahab
Sumber:
[1] Raudho’ Al-Kafi, hal. 165 (Terbitan Islamiyah Tehran).
[2] Bihar, jilid 42, 43 dan 82, Baitul Ahzan, hal 23.
[3] http://emamali.net/hamsar-ali.htm