Telaah Singkat Tahdzib Al-Ahkam Dan Al-Istibshar Syeikh Thusi (Bag. 2)
Al-Istibshar
Kelebihan Kitab Al-Istibshar
Syeikh Thusi dalam mukadimah kitab menulis, “Aku membawakan riwayat-riwayat terkait setiap bab di bawah fatwa, lalu memaparkan riwayat-riwayat yang bertentangan dengannya. Setelah itu, aku menjelaskan bagaimana mengkompromikannya (selama masih mungkin dikompromikan)… Di permulaan kitab, akan disinggung sebagian qarinah (indikator) yang dapat membantu menerapkan tarjih terhadap sebagian riwayat dari sebagian yang lain.”
Syeikh Thusi membagi riwayat dalam dua klasifikasi mutawatir dan non mutawatir. Riwayat-riwayat non mutawatir dibagi menjadi dua bagian:
1- Riwayat-riwayat yang disertai qarinah. Kelompok riwayat ini dianggap sama seperti riwayat-riwayat mutawatir dari sisi menghasilkan ilmu/keyakinan. Sebagian qarinah yang di maksud antara lain: Kesesuaian dengan lahiriah Alquran, dalil akal dan…
2- Riwayat-riwayat ahad dan tanpa qarinah. Kelompok riwayat ini dapat diamalkan apabila tidak ada yang menghalanginya. Bila ada yang menghalanginya, aturan ta’adul[1] dan tarjih[2] harus diterapkan.
Dengan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa kitab Al-Istibshar memiliki kesamaan dengan kitab Tahdzib Al-Ahkam dari beberapa sisi berikut:
a) Penyusunan kita didasarkan kepada kitab Al-Muqna’ah karya Syeikh Mufid;
b) Menghapus sanad riwayat dan catatannya di masyikhah;
c) Berusaha menyelesaikan kontradiksi antara riwayat dan memberikan solusi bagaimana harus mengkompromikannya.
Adapun perbedaan dua kitab ini dapat dijelaskan dalam beberapa hal berikut:
* Syeikh Thusi dalam Tahdzib menyebutkan seluruh riwayat yang sesuai dengan ucapan Syeikh Mufid dalam kitab Al-Muqna’ah secara panjang lebar. Setelah itu beliau menyebutkan riwayat-riwayat yang bertentangan dengan menunjukkan cara bagaimana mengkompromikannya.
* Syeikh Thusi dalam kitab Al-Istibshar tidak mengharuskan dirinya menukil dari Al-Muqna’ah. Dalam setiap pembahasan, beliau hanya menyebutkan sebagian riwayat yang sesuai. Adapun riwayat yang tidak sesuai, beliau bawakan secara lengkap dan berusaha memaparkan secara lebih luas.[3]
Kelebihan Kitab Al-Istibshar
Kitab ini merupakan kitab pertama dalam fikih Syiah yang secara independen mengkompromikan berbagai riwayat yang berbeda. Syeikh Thusi dalam mukadimah kitab menyebutkan dasar-dasar tarjih (pemilihan) sebuah riwayat atas riwayat lain yang kemudian dijadikan salah satu referensi kuno fiqhul hadits Syiah, meskipun pembahasan aslinya beliau jelaskan dalam kitab “’Iddah Al-Ushul”.
Berdasarkan kajian yang dilakukan, sejak abad ke-5 hingga saat ini banyak syarah dan komentar (catatan kaki) ditulis atas kitab ini. Almarhum Agha Bozorgh Tehrani dalam kitab Adz-Dzari’ah menyebut 18 syarah dan catatan atas kitab ini. Sebagian menyatakan ada 24 syarah dan catatan kaki. Ini mengindikasikan signifikansi kitab tersebut dan perhatian ulama Syiah terhadapnya.[4]
Di antara syarah dan catatan kaki dari kitab tersebut dapat disebutkan sebagai berikut:
* Syarah Mirza Hasan bin Abdurrasul Husaini Zanuzi,
* Syarah Syeikh Abdurridha Thufaili Najafi,
* Syarah Syeikh Abduththaif bin Abi Jami’ Amili berjudul “Jami’ Al-Akhbar Fi Syarh Al-Istibshar”,
* Hasyiah Sayed Muhammad Baqir Damad,
* Hasyiah Ni’matullah Jazairi,
* Kasyf Al-Asrar Ni’matullah Jazairi.[5]
Selain itu, puluhan artikel dan tugas akhir pendidikan akademis (mencakup skripsi, tesis, dan disertasi) juga dapat ditambahkan.
Persamaan Kitab Al-Istibshar Dengan Tahdzib Al-Ahkam
- Dengan pengetahuan yang mendalam tentang hadis, rijal, fikih, ushul dan teologi, Syeikh Thusi menunjukkan kemampuannya dalam mengkompromikan berbagai riwayat yang tampak bertentangan.
- Menggunakan metode yang sama untuk mereportasikan sanad: Dalam dua kitab tersebut, Syeikh Thusi terkadang membawakan seluruh sanad seperti yang dilakukan Syeikh Kulaini dalam kitab Al-Kafi dan terkadang menghapus permulaan sanad sebagaimana diterapkan Syeikh Shaduq dalam kitab Man La Yahdhuruh Al-Faqih. Setelah itu, Syeikh Thusi memanfaatkan masyikhah dan katalog untuk menyambungnya. Pada bab-bab permulaan kedua kitab lebih banyak dijumpai penyebutan sanad secara sempurna.
- Syeikh Thusi memiliki akses terhadap banyak tulisan dari Ushul Arba’miah atau dari catatan ulama yang pada saat itu tersimpan dalam perpustakaan besar Syiah seperti Perpustakaan Sayed Murtadha dan Perpustakaan Shapour bin Ardasyir di Baghdad. Dengan memasukkan riwayat-riwayat tersebut dalam dua kitabnya, Syeikh Thusi menjaga banyak riwayat dari kemusnahan.
- Kedua kitab mengandung riwayat-riwayat yang saling kontradiksi. Kemudian Syeikh Thusi menjelaskan bagaimana mengkompromikan atau menggugurkan di antara riwayat tersebut misalnya dengan alasan adanya sanad yang dhaif atau praktek ulama tidak sesuai dengannya.
- Pada permulaan setiap bab, mula-mula disebutkan riwayat-riwayat muktabar dan masyhur di kalangan ulama, setelah itu riwayat-riwayat yang kontradiktif. Kemudian Syeikh Thusi memberikan solusi ta’arudh dan menjelaskan alasan mengkompromikan riwayat-riwayat tersebut sambil berusaha menemukan dalil riwayat.
- Kesamaan lain kedua kitab tersebut ada dalam metode reportasi sanad.
- Kedua kitab memiliki masyikhah yang sama, yaitu mencakup jalur yang bersambung kepada 37 orang penyusun kitab dan ushul.
(Bersambung)
===================================
[1] Kesetaraan dua dalil yang saling bertentangan.
[2] Adanya preferensi keunggulan salah satu dalil atas yang lain.
[3] Ali Reza Barazesy, Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfadh Ahadits Bihar Al-Anwar, jilid 1, halaman 71.
[4] Ma’arif, Tarikh-e Omumi-ye Hadis, halaman 394 – 395.
[5] Ibid, halaman 425.