Adab Keluarga Fatimah Zahra Sebagai Parameter (Bag. 4)
Mendorong Anak untuk Belajar
Dalam tulisan sebelumnya mengenai membangun karakter anak dimana tidak cukup dengan memberikan mereka motivasi vitalitas, suka cita dan kasih sayang dalam keluarga. Akan tetapi banyak hal yang perlu diperhatikan oleh orantua agar anaknya mempunyai integritas. Salah satu hal penting yang diperhatikan oleh Sayyidah Fatimah membangun karakter anak dengan memberikan motivasi dalam pendidikan.
Sejak masa kanak-kanak Sayyidah Fatimah meleburkan semangat anak-anaknya untuk membiasakan beribadah kepada Allah SWT. Sejak masa itu pula beliau mengajarkan perangai ketauhidan dengan kelembutan yang terdapat dalam diri mereka secara alami. Beliau telah mempersiapkan mereka dalam menuntut ilmu dan memberikan dorongan dalam belajar. Suatu hari Imam Hasan as yang masih berumur tujuh tahun disuruhnya pergi ke mesjid dan berkata; wahai Hasan, pergilah ke mesjid, dan apa yang telah kau dengarkan dari ceramah Rasulallah datanglah kepadaku dan katakan kembali hal itu kepadaku [1].
Berdoa untuk Orang Lain
Dalam kehidupan saat ini banyak masalah yang timbul dalam kehidupan bertetangga, antara lainnya melupakan tetangga sebagaimana saudara dalam kemanusiaan. Tidak sedikit pula kita dengki melihat kondisi tetangga dengan harta melimpah. Sehingga tidak ada keakraban ketika hendak bertatap muka. Sayyidah Fatimah dalam menjaga keakraban tersebut mempunyai cara berbeda yang jarang sekali dapat ditemukan pada kehidupan saat ini.
Imam Hasan as menukilkan sebuah riwayat; aku melihat ibuku Fatimah pada malam Jum’at diatas singgasananya beribadah hingga menjelang fajar beliau sujud dan rukuk, dan aku mendengarkan beliau mendoakan orang-orang mukmin dan mukminat dengan menyebutkan namanya satu persatu, dan tidak mendoakan untuk dirinya sendiri.
Lalu aku bertanya kepadanya, wahai Ibu, mengapa sedemikian mendoakan orang lain tapi tidak berdoa untuk dirimu? Beliau menjawab; wahai Anakku, awal kita harus memperhatikan tetangga lalu rumah sendiri [2].
Berkorban dan Pemaaf
Dalam riwayat Syiah dan Sunni menukilkan bahwa Amirul Mukminin Ali ibn Abi Tholib as, Sayyidah Fatimah sa, Imam Hasan as dan Imam Husin as dan para pembantunya pernah bernazar selama tiga hari berturut-turut untuk berpuasa.
Malam pertama menjelang berbuka puasa salah seorang faqir mengetok pintu lalu meminta, Imam Ali as membuka pintu dan hidangan buka puasanya diberikan kepadanya. Yang lain juga mengikuti Imam dan memberikan hidangan buka puasanya kepada seorang faqir tersebut dan mereka membuka puasanya dengan air. Malam kedua buka puasa seorang yatim piatu datang mengetuk pintu dan kembali memberikan hidangan buka puasanya kepada anak yatim. Dan pada malam ketiga ada seorang budak datang dan menginginkan sesuatu untuk dimakan, dan semua makanan yang dimiliki mereka untuk berbuka puasa diberikan kepada budak tersebut.
Dengan adanya kejadian tersebut dalam Keluarga Nabi turunlah ayat suci Al-Qur’an “Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” [3].
Pada ayat suci yang lain menjelaskan mengenai kemuliaan seseorang terhadap pengorbanan dan kebaikannya “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan (budak)” [4].
Tafsir dari hikayat ini terdapat dalam ilmu tafsir Syiah dan Sunni, yang sangat terkenal berjudul Kasyaf dari seorang penulis dunia dan mufasir tersohor Ahli Sunnah Jarallah Zamkhasyari yang dapat ditemukan dalam perpustakaan-perpustakaan Ahli Sunnah.
Rasulallah Membantu Fatimah Zahra as
Saat Rasulallah masuk ke rumah Imam Ali as, Rasul melihat Imam dengan Sayyidah Fatimah sedang sibuk menggiling gandum, lalu Rasul SAW bertanya; siapa diantara kalian yang paling letih?
Imam Ali as menjawab; Fatimah, wahai Rasulallah..
Rasulallah mengatakan kepada Fatimah untuk bangun dari tempat penggilingan tersebut, dan beliau segera bangun lalu Rasul duduk ditempatnya bersama Imam Ali untuk membantunya menggiling biji-bijian gandum tersebut.
Dengan demikian kesimpulan dari keahlian seorang Fatimah Zahra as adalah menghormati hak-hak suami dengan mencintainya dan mencintai anak-anaknya. Ia pekerja keras di dalam rumah untuk membuat suami nyaman dan merubah rumah seperti sekolah bagi anak-anaknya. Ia juga membuat rumah terkadang seperti mesjid selayaknya tempat ibadah, ia juga menata rumah dengan jadwal yang tertib termasuk hak-hak bagi pembantu dengan mengajarkan ngaji Al-Qur’an dan akhlak, hal-hal tersebut merupakan bagian khusus dari keahlian Sayyidah Fatimah Zahra as. Ia juga mempunyai keahlian merubah rumah menjadi markas pertahanan jihad melawan musuh-musuh Islam serta menjaga dan membela wilayah Ali ibn Abi Tholib as, semua itu merupakan tugasnya.
Selain itu, mendoakan tetangga yang merupakan keprihatinannya dalam menjaga hak-hak tetangganya, mengingatkan di dunia hidup sementara dan menanti kematian, menciptakan semangat ibadah dan infak untuk dibagikan kepada suatu kelompok dalam anggota keluarga, menjaga kehormatan suami dan mengambil tanggung jawab pribadi dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya juga membagi pekerjaan dalam membangun rumah tangga, konsultasi dalam hal toleransi, bersabar dalam menghadapi masalah dan kemiskinan dalam keluarga, menangani suaminya dengan moral dan spritual adalah keahlian Fatimah Zahra as. Bahkan untuk mencapai berbagai kesuksesan dan kebahagiaan keluarga dari puisi-puisinya untuk anak-anak, suami dan ayahnya adalah bagian dari adab kekeluargaan Fatimah Zahra as.
Oleh: H. A. Shahab
Sumber:
[1] Muhammad Ishtahardi, Muhammad, Neghahi be zendegi Hazrat-e Fatima sa, hal 64.
[2] Kashful ghamah, jilid 2, hal 25-26. Bihar, jilid 43, hal 81-82. Muntahal Al-Amal, hal 161. Baitul Ahzan, hal 22.
[3] (QS. 76:1), Amali Saduq, hal, 212-216. Kashful Ghanam, jilid 1, hal 413-417.
[4] (QS. 76:8), Manaqib Shahr Ashoob, jilid 3, hal 147-148. Muntahal Amal, hal 68 dar dzikr-va-qaye’ sal-e duvum