Berani Menduplikasi Orang Lain Demi Menjadi Lebih Baik
Dalam ranah bahasa Indonesia, tidak sedikit kata-kata bijak yang mendukung agar seseorang menjadi diri mereka sendiri, agar tidak menduplikasi orang lain, tidak menjadikan kesuksesan orang lain sebagai parameter.
Berikut beberapa kata bijak yang mengajak untuk tidak menduplikasi orang lain.
“Banggalah dengan siapa dirimu, dan jangan malu dengan cara orang lain melihatmu.”
“Jadilah dirimu sendiri.”
“Kamu dilahirkan untuk menjadi apa adanya dirimu.”
“Kamu adalah kesuksesan sejati jika kamu dapat mempercayai diri sendiri, mencintai diri sendiri, dan menjadi diri sendiri.”
“Jadilah dirimu sendiri. Dokumen asli jauh lebih baik daripada salinan”
“Hidup bukan untuk menemukan jati diri. Hidup itu untuk menciptakan sebuah jati diri” – George Bernard Shaw
“Jika kamu memiliki kemampuan untuk mencintai, cintai dirimu terlebih dahulu.” – Charles Bukowski
“Jadilah dirimu sendiri, ekspresikan dirimu sendiri, yakinlah pada dirimu sendiri, jangan pergi dan mencari kepribadian sukses dan menduplikasinya “ – Bruce Lee
“Jangan jadikan perkataan orang lain sebagai parameter, jadilah dirimu sendiri”
Beberapa frase diatas bukanlah ucapan yang dinukil dari Ahlul Bait, kalimat-kalimat yang diucapkan orang yang terkenal dan publik figur, yang masih merupakan manusia biasa.
Bagaimana pandangan Islam yang kita rujuk melalui Ahlul Bait, apakah menjadi orang lain, menduplikasi orang lain adalah kehinaan dan menjadi jalan ketidaksuksesan, jalan kesengsaraan.
Masing-masing orang memiliki kapasitas dan kemampuan serta kondisi yang berbeda-beda. Dengan alasan ini, menduplikasi orang lain adalah kesalahan besar, adanya perbedaan meniscayakan kegagalan untuk menggapai apa yang diinginkan yakni menduplikasi orang lain.
Menduplikasi dalam kacamata Islam
وَمَا تَوْفِيقِىٓ إِلَّا بِٱللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“…Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.”
Ada yang memaknai taufik dalam ayat ini sebagai kesuksesan, jadi tidak ada kesuksesan kecuali karena pertolongan Allah SWT.
Darimanakah taufik ini, pada tulisan sebelumnya terkait ni’mat yang harus disyukuri, sudah dijelaskan bahwa Ahlul Bait adalah ni’mat yang harus disyukuri dan nanti di hari kiamat akan dipertanyakan. Dengan menjadikan Ahlul Bait sebagai parameter maka seorang hamba akan mendapatkan kesuksesan.
Kesuksaesan seperti apakah yang dianjurkan dalam Islam. Apakah menjadi diri sendiri sebagaimana dianjurkan dalam kata-kata bijak diatas.
Meniru dalam Quran
Meniru dalam Quran dibagi menjadi dua, meniru yang terpuji, meniru yang tercela.
Meniru yang dicela
Berikut adalah larang meniru dalam Quran, meniru dari orang-orang yang abai terhadap kitab yang sudah diturunkan dari langit, memiliki hati yang keras, serta menjadi orang-orang yang fasik.
وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ
Janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (al- Hadid: 16)
Larangan meniru kaum musyrikin, orang-orang yang menyekutukan Allah, memecah belah agama dan bersikap sombong.
وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا ۖ كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
“Dan janganlah kalian seperti orang musyrik. Orang-orang yang telah memecah belah agama mereka sehingga mereka berkeping-keping dan setiap kelompok menyombongkan diri atas yang lain.” (Ar-Rum: 31—32)
Akibat meniru yang tercela
أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Mereka bagaikan binatang ternak, bahkan lebih jelek dari itu. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (al-A’raf: 179)
إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
“Tiadalah mereka itu melainkan seperti binatang ternak dan bahkan mereka lebih jelek jalannya.” (al-Furqan: 44)
Akibat meniru yang salah seseorang akan memiliki kedudukan dibawah kedudukan hewan, padahal jika mengikuti petunjuk Allah, sebenarnya manusia bisa memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding malaikat.
Meniru yang terpuji
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya
Perintah Allah untuk meniru Nabi Muhammad Saw
Secara jelas umat Islam bahkan umat manusia secara umum ditawari untuk meniru Nabi Muhammad Saw,
Laqad kana lakum fi rasulillahi uswatun hasanah
Sungguh untuk kalian ada uswatun hasanah pada diri rasulullah.
Ayat ini adalah tawaran penting bagi siapa saja yang ingin mendapatkan kesuksesan hakiki (taufik billah), kesuksesan dengan meniru Nabi dan dengan berbekal tawakal kepada Allah SWT. Manusia yang segala tindak tanduknya merupakan wujud nyata dari wahyu. Wamayanthiqu ‘anil hawa in huwa illa wahyun yuha.
Meniru Nabi juga bisa diwujudkan dengan meniru maksumin, jadi dalam dalam menggapai kesuksesan manusia di jaman ini bisa merujuk sejarah dari Nabi Muhammad Saw, Imam Ali bin Abi Thalib, Fatimah Zahra, Imam Hasan, Imam Husain, dan para Imam keturunan Imam Husain.
Rahbar pun sangat menekankan hal ini, beliau dengan penjelasan yang akhirnya dibukukan dengan judul insane divis panjah sale. Manusia 250 tahun. Mengajak umat manusia untuk meniru manusia-manusia maksum ini dengan mempelajari detail sejarah kehidupan 14 Maksumin.
Buku ini memang sudah sangat apik, namun ketika kehidupan 14 Maksumin lebih detail lagi diteliti dan digali, maka akan lebih banyak lagi pelajaran yang bisa diambil.
Jadi berbeda dengan konsep be your self, “Jadilah dirimu sendiri.” “Jadilah dirimu sendiri. Dokumen asli jauh lebih baik daripada salinan” dan semacamnya. Islam memerintahkan agar manusia menduplikasi Nabi Muhammad Saw sebagai suritauladan utama sehingga bisa mendapatkan tafik billah, mendapatkan kesuksesan hakiki.