Ciri Khas Akhlak Nabi SAW (Bag. 3)
Nabi Rahmat
Allah swt berfirman: “Dan tiadalah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”[1]
Nabi rahmat artinya bahwa beliau tidak pernah marah kepada umat. Khususnya dalam masalah berkaitan dengan bimbingan agama bagi mereka. Dalam riwayat diterangkan bahwa Nabi tidak marah dan tidak terprovokasi oleh sesuatu; beliau adalah orang yang paling lapang dada; dan orang-orang menerima kemurahan hati dan budi pekerti darinya, sehingga beliau menjadi ayah bagi mereka. Semua ungkapan ini artinya bahwa Nabi memiliki kelapangan dada yang sempurna untuk dapat mencerna perkataan umat dan berkesempatan dalam membimbing mereka.
Nabi rahmat artinya bahwa beliau tidak mencela kaum pemuja berhala meskipun mereka menyakitinya. Rasulullah saw berdoa: “Ya Allah, berilah petunjuk bagi kaumku!”
Ketika mereka berkata kepada Nabi, “Janganlah kamu mencela kaum musyrik!”, beliau bersabda, “Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai pengutuk (tukang pencela), tetapi aku diutus sebagai rahmat.”
Pengaruh Nabi SAW tidak hanya bagi kaum muslimin saja, tetapi beliau diutus sebagai nabi penutup menjadi rahmat bagi seluruh alam, dan rahmat ini untuk selamanya.
Supel dalam Bergaul
Supel dalam bergaul dengan pola yang khas memiliki arti bagi setiap lapisan. Prilaku khas seorang pemimpin, seorang penceramah, seorang imam salat atau pengusaha dapat menarik simpati masyarakat. Nabi termasuk dalam beribadah pun tidak membuat jemaahnya letih. Tak pernah dengar Nabi berlama-lama dalam salat berjemaah. Namun demikian, beliau pun tidak menyukai dan akan menegur orang yang melaksanakan salat dengan terburu-buru. Diterangkan dalam riwayat bahwa Nabi banyak berzikir, jarang mencela, menyingkat khotbah, tidak merendahkan dan tidak pula angkuh. Beliau duduk bersama janda dan orang miskin, dan memenuhi kebutuhan mereka.
Nabi tidak berharap dihormati orang lain. Sudah tentu Allah menghendaki orang-orang supaya menjaga kehormatan Rasulullah, namun beliau tidak terikat dengan penghormatan-penghormatan yang formal. Nabi tidak suka, orang berdiri atasnya (ketika melihat beliau datang). Nabi menciptakan penuh rasa cinta di masyarakat. Diriwayatkan; “Tiada seorangpun yang lebih mereka cintai daripada Rasulullah.” Dan, “Mereka apabila melihat Nabi (datang), mereka tidak akan bangun terhadapnya. Karena mereka mengetahui bahwa hal itu tidak disukai olehnya.”
Satu misal menarik tentang kesupelan dalam bermasyarakat, ialah di saat Nabi melaksanakan salat, terdengar suara tangis anak-anak. Maka beliau membaca surat pendek supaya rampung salatnya. Nabi ditanya sebabnya, dan beliau menjawab: “Seandainya aku memanjangkan salat, akan membuyarkan konsentrasi ibunya; aku khawatir demikian itu akan menyusahkan kedua orangtuanya.”
Nabi mencari orang yang paling lemah; di Madinah ada seorang wanita kulit hitam yang melaksanakan tugas-tugas masjid. Sudah beberapa hari beliau tidak mengetahui kabarnya. Nabi mencarinya. Kata mereka, “Ia meninggal dunia”
Nabi berkata, “Apakah kalian tidak menyakiti aku dengan tidak memberi kabar tentang dia kepadaku!” Orang-orang telah mengira wanita itu tak ada istimewanya, sehingga mereka tidak perlu memberitahu soal dirinya kepada Rasulullah. Beliau berkata, “Sekarang tunjukkan kepadaku di mana kuburnya!” Maka mereka menunjukinya. Nabi pergi ke kuburannya dan mengucapkan salam kepadanya, lalu berkata, “Kuburan ini diliputi kegelapan bagi para penghuninya dan Allah akan meneranginya bagi mereka dengan salamku kepada mereka.”
Salah satu perkara yang sangat penting ialah menghapus buruk sangka dari masyarakat sehubungan dengan diri mereka. Pada hari-hari terakhir Nabi, beliau menyampaikan pesan kepada umat, sampai mereka mengira beliau akan menyia-nyiakan dan mengambil hak mereka. Inilah buruk sangka umat. Misal lainnya, Shafiyah menyampaikan bahwa Rasulullah sedang beritikaf. Pada suatu malam aku mendatanginya, dan aku akan pergi setelah berbicara dengannya. (Ketika itu) Nabi sedang berada di kamar Usamah bin Zaid. Beliau berdiri untuk memelukku, kepergok oleh dua orang Anshar. Ketika mereka melihat Nabi saw, mereka terburu-buru. Nabi berkata kepada mereka, “Shafiyah ini putri Huyay bin Akhtab, isteriku!”
“Subhanallah ya Rasulullah!”, ucap mereka.
Nabi berkata, “Sesungguhnya pengaruh syaitan dalam badan seperti darah dalam saraf. Aku khawatir, terlintas sesuatu di benak kalian dan kalian membayangkan hal yang bukan-bukan.”
Menyikapi Orang Badui
Nabi SAW menghadapi sekelompok badui, bukan komunitas Arab. Oleh karena itu beliau harus bersabar dengan sikap merendah. Dalam sebuah riwayat diterangkan; Seorang badui datang dari perjalanan dan tidak tahu apa itu masjid. Tiba-tiba ia kencing di salah satu sudut masjid. Para sahabat geram dan akan menghardiknya. Nabi berkata, “Janganlah kalian menyakiti dia!” Kemudian beliau memanggilnya dan memberitahunya bahwa masjid tempat zikir dan beribadah, bukan tempat untuk hal-hal semacam itu.
Muawiyah bin Hakam menyampaikan: “Ketika aku sedang salat, seseorang bersin. Maka aku ucapkan, “Yarhamukallah! (Semoga Allah merahmatimu)” Orang-orang menoleh kepadaku. Lalu orang itu bersin lagi, dan akupun mengucapkan doa itu. Melihat mereka memandangiku di saat salat, aku bilang kepada mereka, “Semoga ibu kalian berduka atas kalian! Mengapa kalian memandangiku?!” Orang-orang menepuk paha mereka, aku terdiam. Nabi usai salat memanggilku. Aku bersumpah demi ayah dan ibuku, tidak pernah aku melihat seorang guru yang mengajarkan sedemikian baik. Demi Allah, beliau tidak sampai menyinggung perasaanku dan tidak bertindak keras terhadapku. Nabi justru mengatakan, “Salat yang kamu laksanakan ini menjadi sia-sia karena kamu berbicara di dalamnya. Sesungguhnya salat itu adalah tasbih, takbir dan tilawah al-Qur`an.” [2]
Dalam sebuah riwayat tentang pola pembimbingan agama oleh Rasulullah; seorang bertanya kepadanya: “Wahai Rasulullah, apa yang harus saya perbuat bila tiba waktu salat sementara aku dalam keadaan junub (apakah kemudian aku akan berpuasa)?”
Nabi menjawab, “Terkadang aku juga mengalami hal demikian, (kemudian aku berpuasa -setelah mandi tentunya,-penerj)”
Orang itu berkata, “Anda bukan seperti kami dan Anda telah diampuni Allah atas dosa yang lalu maupun yang akan datang!”
Beliau berkata, “Demi Allah, aku sungguh berharap untuk menjadi orang yang paling takut kepada Allah dan menjadi orang yang paling tahu tentang ketakwaan.”
Nabi SAW berkata kepada Mu’adz bin Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari yang pergi ke Yaman: “Permudahlah dan janganlah mempersulit! Sampaikan kegembiraan dan janganlah menimbulkan hal yang tak disukai.”
Sejumlah orang datang ke Madinah untuk bertanya bagaimana Rasulullah melakukan ibadah. Setelah mereka menyimak, mereka merasa bahwa ibadah Rasulullah tidak terlalu banyak. Mereka mengatakan: “Dia itu nabi, dan Allah mengampuninya!”
Seseorang berkata: “Aku beribadah sepanjang malam hingga subuh!”
Yang lain mengatakan: “Aku selalu berpuasa”
Dan yang lain pun mengatakan: “Aku tidak akan menikah!”
Kemudian Nabi saw datang dan berkata kepada mereka, “Kalian telah mengatakan demikian. Sedangkan aku yang paling khusuk dan paling bertakwa dari kalian, aku berpuasa dan kadang tidak. Aku melaksanakan salat, aku tidur dan menikahi wanita. Inilah sunnahku! Siapa yang tidak suka akan sunnahku maka ia bukan dari golonganku.”
Oleh: Syaikh Muh. Ghazali
Sumber:
[1] QS: al-Anbiya 107
[2] Subul al-Huda 7/19