Defenisi Orang Gila Menurut Rasulullah saw (Bagian Kedua)
Adapun kegilaan yang diperingatkan oleh Nabi saw adalah kegilaan yang luar biasa. Meskipun tidak berasal dari faktor keturunan namun dampak buruk kegilaan ini bisa dirasakan oleh tujuh keturunan. Contohnya adalah Iblis. Sikap sombong dan arogansinya menyebabkan ia dan keturunanya terlaknat abadal abidin (selamanya). Kegilaanlah yang membuat Iblis terusir dari pangkuan rahmat Ilahiah. Padahal, Iblis adalah mantan ‘abid dan petapa yang jempolan yang tidak kurang dari enam ribu tahun ia habiskan waktu untuk bermunajat dan berzikir serta beribadah kepada Allah Swt.
Kegilaan ini begitu berbahaya karena yang bersangkutan tidak jarang tidak merasa bahwa dirinya gila, bahkan sering kali ia merasa sebagai orang yang paling sehat sedunia. Kegilaan inilah yang mengancam secara serius dan sistematis kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kita. Dan betapa bahayanya bila orang-orang gila yang dimaksudkan oleh Nabi saw tersebut memimpin masyarakat, baik dalam kepemimpinan skala kecil seperti pimpinan rumahtangga maupun kepemimpinan dalam skala besar seperti kepala daerah. Maka, kegilaan yang disulut oleh sifat Iblis ini sangat merugikan dan menyengsarakan keluarga dan masyarakat serta bangsa.
Jadi, banyak orang yang kita nilai sehat dan segar bugar, ternyata ia gila dan super gendeng. Sebagaimana mubtala tidak boleh memimpin dan tidak boleh menggunakan hartanya semaunya sendiri serta aktifitasnya senantiasa diawasi dan dibatasi maka demikian juga orang gila yang difenisikan oleh Nabi saw ia pun tidak boleh memimpin masyarakat, tidak boleh menguasai perekonomian, dan tidak diperkenankan untuk beraktifitas sebebas mungkin.
Tapi repotnya, “orang-orang gila” model ini justru sulit dikenali dan diangap paling waras serta paling rasional. Dan karena pengikut dan pendukungnya kegilaan khofi (tersembunyi) ini begitu banyak maka siapapun yang melawan kegilaan dan keedanan sikap dan kebijakan mereka, justru dianggap edan. Ya kalau begitu, seng waras ngalah ae!
Ya betapa mengerikan kegilaan yang diperingatkan oleh Nabi saw tersebut. Kegilaan inilah yang telah merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Kegilaan ini memisahkan suami istri, pemimpin dan masyarakat serta umara dan rakyat.
Selanjutnya, apa yang mesti dilakukan supaya terhindar dari kegilaan sejati ini? Kegilaan ini bila telah kronis dan mencapai stadium akhir maka pelakunya tidak dapat disembuhkan. Solusi dan obat nya adalah tazkiyah ( membeningkan hati), muhasabah ( audit batin) dan muraqabah ( mawas diri). Dan yang terakhir ini dilakukan dgn dawam zikir ( kontinu dalam mengingat Allah SWT. Tapi perlu digarisbawahi bahwa zikir bukan hanya dilakukan dengan lisan tapi juga dengan hati serta perbuatan. Apalah artinya rajin zikir kalau mulut masih rajin juga mencaci maki. Apalah maknanya berzikir kalau hati masih mendendam sesama ahli Kiblat, suka mengkafir kan dan menyesatkan.
Zikir lisan adalah tahapan terendah dari tahapan-tahapan zikir. Zikir lisan harus disertai dengan keharmonisan hati. Kalbu harus mengiyakan dan mengamini apa yang diucapkan oleh lisan. Bahkan sebagian aulia merekomendasikan zikir sukut ( diam), yaitu hendaklah seseorang menahan dirinya dari mengucapkan kebatilan dan menyebarkan berita hoax. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata benar atau mengunci mulutnya alias diam. Demikian sabda Nabi saw.
Syekh M. Ghazali
Pemerhati Masalah Sosial-Keagamaan