Pemaknaan’Irfân’ dan ‘Arif Dalam Perspektif Allamah Murtadha Muthahari (Bagian Pertama)
Kata’irfân’ berasal dari kata kerja lampau (madhi) ‘ârafa, yang berarti mengetahui dan menyadari. Kata ini sebagian besar digunakan dalam pengertian makrifat (pengetahuan) tentang al-Haqq.[1]
Dalam derivasi bahasa, kata ‘irfân itu tidak terdapat kesamaran dan menjadi jelas bahwa kata ‘irfân berasal dari kata ‘ârafa-ya’rifu dan ia merupakan satu rumpun dari kata ma’rifat, ‘ârif, dan ma’rûf. Oleh karena itu, kata ini tidak memiliki kesimpangsiuran makna seperti kata tasawuf.[2]
Kata ‘irfân dengan struktur ini, yakni berasal dari wazan ‘fi’lan’ tidak begitu populer dalam karya-karya ‘urâfâ dan biasanya lebih sering digunakan kata tasawuf dan sufi atau digunakan derivasi kata ‘ârif. Kata ‘irfân dan ma’rifat secara bahasa memiliki satu makna, dan kedua-duanya bermakna “pengetahuan” atau “mengetahui”. Pengetahuan ini dapat melalui indra, akal atau naql atau melalui hati.
Oleh karena itu, dilihat dari sisi bahasa tidak ada perbedaan antara pelbagai bentuk pengetahuan dan kesemuanya disebut dengan ‘irfân. Tetapi secara istilah, ‘irfân itu dipisahkan dan dibedakan dari ma’rifat dan digunakan dalam makna yang khusus. ‘Irfân dalam istilah berarti pengetahuan yang khusus yang tidak diperoleh melalui jalan, pengalaman atau akal dan naql, tetapi dicapai melalui jalan penyaksian batin dan emanasi batin.
Selanjutnya, penulis akan menjelaskan perbedaan antara tasawuf dan ‘irfân. Meskipun sebagian pakar menganggap kata ‘irfân dan tasawuf itu sebagai kata yang bersinonim, namun sebagian berpendapat bahwa kata ‘irfân itu merupakan pemahaman yang umum dan universal serta tidak sama dengan tasawuf, dan hubungan antara keduanya secara logis adalah ‘umum wa khusush min wajh. Yakni mungkin saja seseorang menjadi ‘ârif, namun ia bukan sufi, sebagaimana mungkin saja ada orang yang secara zahir mempraktikkan tarekat tasawuf namun tak sedikitpun ia memanfaatkan ‘irfân.
Karena itu, tasawuf itu dapat dianggap sebagai salah satu fenomena dan manifestasi ‘irfân dan tidak sama/identik dengannya.Muthahari dari sudut pandang yang khusus memisahkan antara ‘irfân dan tasawuf dan mengatakan, “‘Irfân itu dapat dibahas dan diteliti dari dua sisi: sisi sosial dan sisi budaya. Bila ahli ‘irfân dikaitkan dengan budaya, mereka disebut dengan ‘urâfâ. Tetapi ketika mereka dihubungkan dengan aspek sosial, umumnya mereka disebut dengan mutasawwifah.”[3]
Lalu sejak kapan istilah ‘ârif muncul pertama kali? Ada yang berpendapat bahwa istilah ‘ârif muncul pada abad ketiga hijriah, sebagaimana Bayazid Basthami lebih memilih menggunakan istilah ‘ârif daripada sufi.[4] Hanya saja, perlu dicatat bahwa kata ‘irfân memang tidak popular di kalangan ‘urâfâ, dan biasanya mereka lebih banyak memakai istilah tasawuf dan sufi atau ‘ârif.[5] Dan Ibn Sina dalam kitab Isyârat sama sekali tidak pernah memakai istilah sufi dan tasawuf. Sebaliknya, beliau lebih memilih menggunakan istilah ‘irfân dan ‘ârif.[6]
Adapun untuk memahami makna istilah ‘irfân dalam karya-karya ‘urâfâ mengharuskan kita mencermati kata ‘ârif. Sebab definisi ‘ârif secara alami adalah definisi ‘irfân itu sendiri. Saat penulis mencermati kata ‘ârif dan ‘irfân sebagaimana tasawuf, penulis menghadapi pelbagai definisi yang cukup banyak. Tentu penulis tidak dapat menukil semuanya tetapi penulis akan memilih beberapa contoh darinya. Dan yang paling utama adalah bagaimana Muthahari mendefenisikan ‘irfân dan memperkenalkan siapa sebenarnya orang ‘ârif itu atau mereka yang terkategorikan ‘urâfâ?
Ahmad Muthahar
[1] Dr. Sayid Ishaq Husaini Kohasari, Mabâni Tafsĭr ‘Irfâni, (terbitan Intisyarat Zair tahun 2010), hal. 60.
[2]Ali Amini Nejad, Osynoi Bo Majmu’eh ‘Irfân Islamiy, (terbitan Muassasah Omuzesy wa Pozuhesy Imam Khomaini, Qom 1432 H), hal. 43.
[3] Lihat: Murtadha Muthahari, Kulliyyât ‘Ulum Islamiy, (terbitan Intisyarat Shadra 1429 H), hal. 76. Dan teks bahasa Persinya adalah
اهل عرفان هرگاه با عنوان فرهنگى ياد شوند با عنوان «عرفا» و هرگاه با عنوان اجتماعىشان ياد شوند غالباً با عنوان «متصوّفه» ياد مىشوند
[4] Dr. Sayyid Dhiyauddin Sajjadi, Muqaddimeh-i bar Mabâni Irfan wa Tashawwuf, Teheran:Sozmon Muthala’ah wa Tadwin Kutub Ulum Insani Donisygohho, 1380 H, hal. 9.
[5]Ali Amini Nejad, Osynoi Bo Majmu’eh ‘Irfân Islamiy, (terbitan Muassasah Omuzesy wa Pozuhesy Imam Khomaini, Qom 1432 H), hal. 43.
[6] Ali Amini Nejad, Osynoi Bo Majmu’eh ‘Irfân Islamiy, hal. 43.