Hati Nurani dan Peradaban
Rorty mengatakan, bertindak sesuai dengan moral tidak perlu dicari dasar-dasar filosofis, religius, atau ideologisnya! Kriteria moral hanya satu: tekad untuk tidak bersikap kejam (Rorty, 1989). Secara implisit Rorty mengajak kita menganalisa lagi sumber terpenting yang sementara ini terlupakan, yaitu dasar moral yang dimiliki oleh semua lapisan manusia dari berbagai bangsa,etnis dan agama.
Dasar-dasar moral tentunya bersifat universal, primordial dan tidak berubah. Agama menyebutnya fitrah. Budha menyebutnya kekayaan hati. Perenialis menyebutnya the origin. Orang awam lebih akrab dengan hati nurani.
Dr. Mutahahari mengkategorikan kecenderungan kepada kesempurnaan, keindahan, keadilan, kebahagiaan, ilmu, kebahagiaan, dan sebagainya sebagai bagian dari kecenderungan hati nurani.(Muthahhari, 2015). Aspek lain dari hatinurani yaitu pengetahuan. Setiap manusia memiliki simpanan yang terdalam dalam dirinya yang dapat menjadi akar pengetahuan purbawi yang disebut Plato dengan pengetahuan fitri dan Descartes menyebutnya innate idea.
Aktifitas manusia didrive oleh dorongan-dorongan tadi. Namun terkadang insting yaitu dorongan partikular menutup hati nurani. Jadilah sebagian orang lebih sibuk mengumpul-ngumpulkan harta dibanding menabung kebaikan, mencari kekuasaan dibanding memperjuangkan keadilan, mengejar ijazah dibanding ilmu, mendamba popularitas dibanding prestasi.
Metamorfosis dari insting ke hati nurani
Dominasi insting akan memudar manakala manusia merasakan kebahagiaan mengaktualkan hati nuraninya. Tapi sebaliknya yang tidak pernah mengaktualkan hati nurani akan terjebak dalam dominasi insting kehewanan, rakus dengan kenikmatan-kenikmatan bendawi, kekuasaan, hegemoni, dan eksoteris.
Insting dibutuhkan terutama di awal-awal kehidupan agar manusia memiliki motivasi untuk survive, mengembangkan species, menolak ancaman-ancaman eksternal dan mempertahankan apa yang dimilikinya. Salah satu insting yang paling kuat dominasinya adalah insting untuk menyukai sesuatu yang menarik baginya. Instingnya ini seperti juga akal instrumennya adalah panca indera. Manusia yang hidup tanpa insting akan kehilangan semangat dan selera untuk menyukai kehidupan.
Pendidikan berbasiskan Hati nurani
Kurikulum pendidikan juga jangan sampai mendistorsi hati nurani; yaitu dorongan untuk mengetahui segala sesuatu ini, keinginan untuk menyibak segala misteri yang ada di sekelilingnya termasuk dalam dirinya sendiri. Setiap anak didik dengan keunikan masing-masing memiliki potensi ini untuk menyukai sejarah, saint, agama, fisika, dan sebagainya. Keinginan ini menjadi meredup tatkala mengalami proses pembelajaran yang membosankan, arogansi guru yang tidak suka dikritik, atau metode yang tidak efektik lagi untuk memancing rasa penasaran (curioisity) sang anak didik. Anak-anak dijejali dengan informasi yang tidak memancing rasa keinginan tahunya, atau tidak melihat relevansinya dengan kehidupannya. Atau para pendidik gagal mengembangkan pendekatan yang membuat sang anak didik tertarik untuk mengembangkan potensi hati nuraninya.
Salah satu sisi kehidupan manusia adalah kegiatan ekonomi yang bisa disederhanakan sebagai kegiatan untuk mencari usaha, aktifitas untuk bisa survive, menghasilkan sesuatu dan memproduksi sesuatu. Aktifitas yang sangat menyita waktu ini dan selalu dilakukan sepanjang hidup manusia bisa dilihat dari dua sisi. Pertama sebagian kegiatan yang didrive insting untuk memenuhi kebutuhan dasariyah setiap manusia yaitu makan, minum dan sejenisnya. dan kedua dilihat dari hati nurani yaitu dorongan untuk mandiri, berdiri sendiri. Dengan pendekatan pertama kegiatan ekonomi menjadi kegiatan yang sama dilakukan oleh hewan, mencari,mengumpulkan dan menumpuk-numpuk hanya untuk memenuhi hasrat-hasrat biologisnya. Namun dengan motivasi kedua, aktifitas ekonomi menjadi kegiatan yang mulia yaitu untuk membebaskan dirinya dari perbudakan orang lain dan memerdekakan dari ketergantungan kepada yang lain. Dengan niat yang kedua kegiatan berdagang, bekerja, bertani, menjadi supir angkot, loper koran menjadi memiliki makna eksistensial. Setiap orang akan bersungguh-sungguh dan akan berusaha jujur, tidak curang dan tidak menghalalkan segala cara, sebab.
Demikian juga aktifitas ekonomi yang berbasiskan fitrah adalah dalam rangka menjadikan independen, mandiri dan tidak bergantung pada yang lain. Andaikan yang mendrivenya adalah keinginan mandiri, merdeka dan bebas,maka tentu perjuangannya lebih bermartabat dan merasa bangga dan bukan sekedar ingin mencari laba semata.
Agama dan hati nurani
Agama alih-alih turun dari langit hakikatnya adalah datang dari suara-suara hati nurani. Tuhan yang menanamkan dorongan-dorongan pada kesempurnaan karenan itu Tuhan juga menyambutnya dengan menurunkan tuntunan dari langit. Hati nurani saja tidak cukup, karena masih konseptual, abstrak dan tidak detail. Hati nurani membutuhkan tuntutan yang mendetail dan praktis.
Hati nurani membutuhkan agama yang dapat merespon dorongan-dorongan instrinsiknya. Yang kedua agama memang untuk manusia secara universal. disinilah pertemuan antara yang transendental dan humanisme. Jadi hati nurani tidak mungkin menafikan peranan agama sebagaimana agama juga tidak mungkin mengabaikan dorongan-dorongan universal manusia.
Agama tidak mungkin bertentangan dengan nurani universal ini, sebab agama untuk manusia dan bukan untuhan tuhan, Tuhan menurunkan agama karena dalam diri manusia ada keinginan untuk menyempurnakan diri, ada keinginan untuk dalam perspektif tasawuf untuk meniru tuhan, menyerap nama-nama-Nya dalam dirinya. Dalam hal ini kita dapat membaca pemikir Fayerbach dalam perspetif ini ,sepertinya manusia menciptakan agama, karena memang potensi untuk menciptakan agama yang itu sudah disuarakan oleh hati nurani sendiri.
Hati nurani selayaknya dijadikan parameter untuk mengevaluasi setiap tindakan atas nama agama. Sementara ini parameter hatin nurani dikesampingkan dan bahkan dibungkam tidak dijadikan evaluasi untuk melihat tindakan-tindakan atas nama agama yang sangat melukainya. .
Sebagian yang mengaku agamawan membius para pengikutnya dengan data-data ayat-ayat suci parsial untuk membenarkan segala tindakan destruktifnya. Tanpa parameter hatinurani maka setiap orang akan menjadi penguasa kitab suci dan menghegemoni setiap tafsiran lain.
Wahyu dari langit jika ditafsirkan seperti itu pasti paling menjadi tidak peka dengan aspek kemanusiaan yang universal. Agama dalam tanda kutip tidak peka dengan ketidakadilan, sosial, kemiskinan, kebodohan dan penistaan perempuan dan anak-anak.
Andaikata kita mau mengeksplor fitrah ini maka kita harus merenung lagi dengan produk-produk atas nama agama yang justeru sebenarnya bertentangan dengan nilai-nila universal agama. Agama yang sesuai dengan fitrah adalah agama yang menyambut seruan fitrah.
Agama sangat menghargai dan ingin menyempurnakan kecenderungan manusia kepada keindahan, karena itu agama sangat menganjurkan agar manusia memperhatikan keindahan, baik secara lahiriyah maupun batiniyah, Agama juga mengharga kecenderungan manusia kepada kebaikan moral.Agama yang benar tentu saja akan mengapresiasi hati nurani dan menjadikan sebagian bagian dari sumber keagamaan itu sendiri,
Apa yang dilakukan kelompok radikal akhir-akhir ini sudah tidak bisa lagi ditolelir oleh agama sendiri bahkan oleh hari nurai seluruh manusia, kelompok ini menjadi musuh bersama (common enemy) seluruh agama dan peradaban. Hanya segelintir orang yang terbius oleh ayat-ayat parsial secara verbatim yang masih mendukungnya.
Artinya sepatutnya para tokoh agama menempatkan nurani universal ini sebagai parameter untuk mengevaluasi setiap tindakan dan perintah baik itu fatwa, atau hukum yang diatasnamakan sebagain suara Islam. Yang kita lihat tindakan-tindakan dan fatwa destruktif dan biadab dianggap sebagai suara tuhan padahal bertentangan dengan nurani unversal. Pemerkosaan terhadap kaum yang lemah, ancaman dengan cara-cara yang biadab, perang yang dinyalakan kepada siapa saja dengan cara apa saja sekalipun sambil mengutip ayat-ayat suci adalah tidak islami karena dibenci oleh nurani universal ini.
Ali bin Abi Thalib dalam nasihatnya untuk gubernunya malik al-Astar menginformasikan bahwa rakyat hanya ada dua yaitu yang setara dalam keyakinan ada juga yang setara dalam keterciptaanya. Artinya orang lain itu berbeda bungkusan agamanya tapi tetap setara dari sisi sebagai makhluk yang diciptaka oleh tuhan dengan desain tertentu yang memiliki kecenderungan-kecederungan kepada kesempurnaan.
Keserakahan, arogansi, niat-niat yang jahat, dan kebodohan bisa saja menguburkan dan membunuh hati nurani. Kelompok yang menggunakan simbol-simbol agama untuk melegalkan tindakan destruktif dan non manusiawi sebenarnya telah menyayat-nyayat hati nurani sendiri dan hati nurani yang lain, karena itu mengapa selalu direspon negatif oleh seluruh umat dari agama manapun.
Hati nurani sebagai kecenderungan dan pengetahuan universal manusia jika disatukan dan dihimpun akan menjadi monitor dan penggerak peradaban. Karena dibelakang aksi ada ide dan dibelakang ide mengendap pandangan dunia tertentu dan pandangan dunia itu berkembang dari dorongan-dorongan hati nurani. Peradaban itu seperti kulit bawang. Lapisan terluarnya berbentuk karya dan kreasi fisik manusia seperti gedung-gedung, jalan raya, mall, desain kota, arsitek gedung, infrastruktur, atau non fisik seperti regulasi, konstitusi, kebijakan, undang-undang, peraturan dan sejenisnya. Lapisan tengahnya adalah aspirasi, ide, konsep dan lapisan yang paling dalam dan inti adalah pandangan dunia. Pandangan dunia ini atau ideologi terumuskan secara tidak langsung oleh kecenderungan murni dan alami hati nuraninya.
Hati nurani bisa menular dalam suatu momen dan menjadi nurani publik. Karena itu mengapa Angela Merkel dari jerman akhirnya didukung oleh rakyatnya meskipun mengambil kebijakan yang tidak populer diawalnya yaitu menolong kaum pengungsi . Hati nurani publik yang cinta dengan kemanusiaan, dan kebajikan lebih primordial ketimbangan pertimbangan-pertimbangan regional dan nasional. Hati nurani itu pula yang menggerakan bantuan-bantuan internasional tanpa pamrih dari berbagai agama dan bangsa untuk masyarakat Aceh yang terkena dampak sunami.