Jangan Mengubah Peristiwa Karbala!
Tahrîf artinya memalingkan sesuatu dari jalannya dan keadaan yang semestinya. Ia merupakan tindakan mengubah sesuatu. Melakukan tahrif ialah apabila satu kalimat, surat atau pesan, bait puisi, tidak dipahamkan sebagaimana maksudnya atau dengan maksud lainnya. Apa yang Anda sampaikan kepada orang lain, lalu ia menukilnya dengan mengurangi dan menambahinya, dan menghilangkan bagian maksud Anda, Anda akan mengatakan, Saya yang mengatakan itu, tapi dia telah mentahrif perkataan saya.
Banyak macam tahrîf, dan yang terpenting darinya ialah:
1-Tahrîf lafzhi (dalam kata); ialah mengubah kata atau bagian luar sesuatu. Misalnya, Anda kurangi atau tambahi sesuatu dari apa yang fulan katakan kepada Anda, atau membuat kalimat-kalimat dari dia bermakna lain. Kesimpulannya, ialah penyalah gunaan perkataan dia dalam lafaz.
2-Tahrîf manawi (dalam makna); tidaklah menyalahi kata. Kata-katanya memang demikian adanya, tapi dimaknakan berbeda dengan apa yang dimaksud oleh yg berkata. Misalnya, Anda menjelaskannya dengan makna yang sesuai dengan maksud Anda, tetapi tidak sesuai dengan maksud dia yang sebenarnya.
Sebuah Contoh Tahrif
Kata tahrîf disebut dalam Alquran mengenai orang-orang Yahudi, bahwa mereka lah yang terdepan dalam kasus tahrîf. Sampai Syahid Mutahari mengatakan: “Adalah ras yang memiliki kecenderungan aneh! Suka melakukan tahrif.”
Mereka selalu membolak-balikkan fakta dan realitas, sementara banyak media menukil berita dari mereka yang menjadi reporter dunia. Terutama media berita itu milik mereka. Agar mereka dapat mengubah perkara-perkara di dunia ini sebagaimana yang mereka inginkan. Dikatakan dalam Alquran, sampai batas bahwa tahrif menjadi cirikhas ras ini. Allah swt berfirman:
أَفَتَطْمَعُوْنَ أَنْ يُؤْمِنُوْا لَكُمْ وَ قَدْ كَانَ فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُوْنَ كَلاَمَ اللهِ ثُمَّ يُحَرِّفُوْنَهُ مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوْهُ وَ هُمْ يَعْلَمُوْنَ
“Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepada (agama)mu, padahal segolongan dari mereka telah mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, sedangkan mereka mengetahui? (QS: al-Baqarah 75)
Mereka selalu melakukan tahrif bukan lantaran tidak paham. Mereka memahami (perkataan) itu dengan baik. Namun mereka mengubahnya dengan kesadaran mereka, dan menjelaskan sebaliknya kepada kaum. Inilah tahrif, mengubah sesuatu dan membelokkannya dari jalan hakikinya. Mereka telah melakukannya dalam kitab samawi.
Sebagai contoh tahrif lafzhi di dalam syair, diceritakan oleh seorang alim tentang pengalamannya di masa mudanya dulu: “Seorang pelantun pujian dari Tehran datang ke Masyhad, dan masuk ke Masjid Gouharsyad (terletak di sebelah selatan Haram Imam Ridha). Ia berdiri melantunkan bait syair yang dinisbatkan kepada Hafez (tentang etika ziarah di makam Imam Ali Ridha). Ringkasnya bahwa satu bait lanjutan yang dia baca ialah: از جان ببوس وبر در ان بارگاه باش
Lalu beliau menegurnya, “Mengapa kau salah membaca syair ini? Bahwa syairnya (yang benar) adalah:
از جان ببوس وبر در ان باركاه باش (Hanya beda satu huruf, yang semestinya “ک”/k dia baca “گ”/g)
Si pelantun itu bertanya, “Apa artinya “باركاه باش”?
Beliau menjawab, “Bila kamu sampai di ambang Haram (tempat suci), hempaskan dirimu bagai muatan rumput yang dijatuhkan dari atas tunggangan ke tanah!”.
Setelah itu, si pelantun syair pujian itu di kesempatan lain bila sampai pada kalimat tersebut, ia melontarkannya sambil menjatuhkan dirinya.
Tafrîf Menyangkut Perkara Besar
Di dalam tahrif lafzhi dan manawi juga terdapat perbedaan tematik, atau menyangkut masalah kecil dan masalah besar. Terkadang tahrif terkait sebuah perkataan biasa, seperti perbincangan antara dua orang, lalu dinukil oleh yang lain. Terkadang juga menyangkut sebuah tema besar sosial. Misalnya, terkait pribadi (agung dan suci) yang ucapan dan perbuatannya adalah hujjah bagi umat, dan akhlaknya sebagai tauladan bagi mereka.
Adalah tindakan tahrif apabila suatu perkataan dinisbatkan kepada Nabi saw, yang tidak beliau katakan. Atau suatu akhlak kepada beliau yang diikuti oleh umat padahal itu bukan akhlak beliau. Tahrif juga terjadi dalam peristiwa bersejarah, yang menjadi sebuah dokumen bagi masyarakat. Di dalam akhlak dan pendidikan juga demikian dan merupakan perkara yang sangat penting.
Peristiwa Karbala adalah sebuah peristiwa besar sosial, yang membawa efek dalam tarbiyah, akhlak dan perangai kita. Adalah peristiwa yang diperingati oleh jutaan orang, dengan mengeluarkan biaya jutaan untuk disimak perkara-perkara yang berkaitan dengannya dalam durasi sekian jam. Peristiwa besar ini harus disampaikan sebagaimana yang telah terjadi, tanpa dikurangi dan ditambahi. Jika ada masukan atau penyalah gunaan dari kita di dalam peristiwa ini, berarti mentahrifnya. Merugilah kita saat itu, yang semestinya kita memperoleh manfaat dari peristiwa yang agung ini.
(Bersambung)
Referensi:
Hamase-e Husaini/Syahid Mutahari