Hukum Suap dan Jual Beli Suara Pemilu
(قال رسول الله (ص
[إیاکم و الرشوة فإنها محضُ الکفرِ و لا یشم صاحبُ الرشوة ریحَ الجنة[1
Nabi Muhammad berkata, “Berhati-hatilah kamu dari suap, sungguh itu adalah kekufuran dan pelakunya tidak akan mencium wangi surga”
Tanya:
- Apakah hukumnya suap?
- Apakah hukum menerima uang sehingga kita harus memilih caleg tertentu dalam pemilu?
- Saudara saya punya TK/TPA. Di kabupaten tempat tinggalnya, terkadang ada dana bantuan yang diberikan kepada TK/TPA melalui Depdiknas kabupaten. Akan tetapi, bantuan tersebut hanya akan bisa turun jika kita bersedia memberikan ‘komisi’ kepada pejabat yang mencairkannya. Kalau saudara saya itu akhirnya bersedia memberikan komisi demi mendapatkan dana bantuan, apakah hal itu termasuk tindakan suap?
- Bagaimanakah hukumnya memberikan “uang damai” kepada polisi yang menilang kendaraan kita?
1. Semua kita tahu, bahwa praktik suap-menyuap hukumnya haram dan dalam banyak hadits pelakunya diancam dengan neraka, baik yang menyuap ataupun yang menerima suap. Namun yang perlu untuk mendapatakan kejelasan kita adalah, apa definisi suap yang dalam bahasa fikih dan hadits disebut dengan risywah?
Dari beberapa literatur yang kami baca sesuai fatwa Marja Sayid Ali Khamenei, suap adalah praktik memberikan sesuatu dengan tujuan mendapatkan sesuatu kita inginkan padahal sesuai aturan yang berlaku kita tidak berhak atas hal yang kita inginkan itu.
Karenanya, pada pertanyaan pertama, yang Anda tanyakan di atas jawabannya ditentukan apakah semua persyaratan telah terpenuhi atau tidak, jika telah terpenuhi yang berarti memang hak Anda untuk mendapatkan tanda tangan, maka apa yang Anda lakukan tidaklah tergolong suap. Namun jika tidak, maka memang tergolong ke dalam bentuk suap, karena Anda memberikan uang di luar ketentuan yang ada, demi mendapatkan sesuatu (yaitu tanda tangan).
Perubahan nama dan istilah, seperti istilah ‘uang jasa’, ‘uang tanda-tangan’, ‘uang kaget’, ‘uang dengar’, ‘fee’, dll, sama sekali tidak mengubah hukumnya. Jika pada dasarnya adalah suap, maka pekerjaan itu tetap haram.
Dalam hal ini kita dapatkan fatwa Imam Khomeini sebagai berikut: “Dalam agama, suap-menyuap memang hal yang terlarang. Penyuap ataupun yang disuap, keduanya diancam dengan neraka. Akan tetapi, jika seseorang, dalam rangka mendapatkan haknya, tidak punya jalan lain kecuali memberikan suap, maka perilakunya tersebut (memberikan suap) menjadi boleh. (lihat Tahril Al Wasilah, Jlilid II, Bab “Kitab Al Qadha”).
Dengan memperhatikan kasus yang Anda hadapi, jika Anda sebenarnya seluruh syarat untuk memperoleh sertifikat tanah itu sudah Anda penuhi, artinya Anda memang berhak mendapatkan hak untuk memperoleh sertifikat tanah tersebut. Jika Anda tidak punya jalan lain untuk memperoleh sertifikat kecuali dengan memberikan ‘uang jasa’, maka pemberian itu menjadi diperbolehkan. Tentu saja, bagi pihak kelurahan, uang itu tetap haram.
Memang ada sisi lain yang harus difikirkan dalam hal ini, yaitu adanya kebiasaan buruk yang tidak mendidik yang juga tentunya merupakan tugas kita semua untuk memperbaiki kondisi negara kita dan bagian dari kewajiban amar makruf nahi munkar sesuai dengan kemampuan kita.
2. Hukum menerima uang dimana sebagai konsekuensinya kita harus memilih caleg tertentu dalam pemilu?
- Suap atau bisa disebut dengan “Risywah” berbeda dengan hadiah. Perbedaannya, secara umum, hadiah itu pemberian tanpa syarat, sedangkan dalam praktik suap pemberian yang dilakukan diiringi dengan syarat tertentu.
- Secara umum, suap itu termasuk ke dalam tindakan haram sampai pada kategori dharuriyatudiin (aksiomatis agama).
- Hanya sedikit sekali jenis suap yang memiliki hukum istisna, karena kondisi tertentu suap itu dihukumi boleh, contohnya adalah pembeli yg memberi suap kepada penjual agar barang dagangannya itu hanya dijual kepadanya, bukan kepada pembeli yang lain.
Dari uraian ini perilaku menerima suap (uang) untuk suara dalam pemilu hukumnya haram. [2]
3. Ada dua situasi berbeda yang harus diperjelas.
Pertama, dana bantuan itu memang sebenarnya akan diberikan kepada TK/TPA saudara Anda. Dengan demikian, dana itu berarti adalah hak saudara Anda itu. Maka, hukum memberikan komisi kepada pejabat Depdiknas Kabupaten sama dengan hukum memberikan uang jasa tanda tangan kepada kelurahan sebagaimana pertanyaan nomor satu di atas.
Kedua, alokasi dana bantuan itu bersifat “open” dan jumlahnya terbatas. Saya berikan contoh. Di Kabupaten A, ada 150 TK/TPA yang beroperasi. Kemudian, ada kebijakan dari Depdiknas Pusat untuk memberikan dana bantuan kepada 10 TK/TPA di Kabupaten A tersebut. TK/TPA mana yang nantinya akan mendapatkan dana bantuan? Di sinilah pejabat sering “bermain”. Penentuan TK/TPA yang akan mendapatkan dana bantuan tidak berdasarkan kelayakan, melainkan berdasarkan kepada TK/TPA mana yang siap memberikan komisi. Atau, ketika banyak TK/TPA yang siap memberikan komisi, maka penentuan pemberian dana itu didasarkan kepada TK/TPA mana yang siap memberikan komisi lebih tinggi. Nah, situasi seperti ini dikategorikan ke dalam penyuapan yang terlarang.
- Memberi uang damai kepada polisi yang menilang kendaraan kita, atau memberi uang damai kepada petugas dinas perhubungan (dalam kasus kendaraan besar yang membawa barang), hukumnya sama dengan yang sudah dijelaskan di atas. Jika ada hak kita yang terampas dalam kejadian penilangan itu, dan kita hanya bisa mendapatkan hak kita itu hanya dengan memberikan uang damai, maka tindakan kita diperbolehkan. Jika tidak, (misalnya kita benar-benar telah melanggar aturan yang jelas, hingga polisi memang berhak menahan kendaraan kita), maka hukum memberi uang damai menjadi haram.[3]
Rujukan:
- Majalah Itrah terbitan ICC
- http://farsi.khamenei.ir
[1] Biharul Anwar, Jilid 101, hal 274.
[2] http://farsi.khamenei.ir/news-content?id=27819
[3] Majalah Itrah terbitan ICC.