Kun Fil Fitnati…: Menyikapi Fitnah Menurut Imam Ali a.s. (Bag. Terakhir)
Fitnah di masa kini
Di dunia saat ini, mengetahui fitnah akhir zaman perlu memanfaatkan sumber hikmah Alawi yang jernih (untuk membersihkan akal dan jiwa). Para penyebar fitnah yang terperdaya dunia telah melakukan invasi budaya dalam perang lunak dengan berbagai propaganda penuh racun dan kesesatan melalui medsos. Mereka berusaha melemahkan pondasi-pondasi makrifat agama, akidah dan akhlak masyarakat.
Model-model invasi budaya
Usaha-usaha para penyebar fitnah pada setiap masa sangat beragam, di antaranya:
1. Menciptakan berbagai kelompok
Kelompok-kelompok yang sesat dan menyesatkan terkadang bermula dari beberapa doktrin seperti mistisisme, terapi energi, terapi batu, absurditas dan… sehingga menguasai pikiran orang-orang, terutama para pemuda seperti Kabalisme,[1] Wahhabisme,[2] Setanisme modern,[3] Babisme[4] dan…
2. Lari dari agama dan sebagian penyakit sosial
Masa depan sebuah masyarakat berada di tangan para pemudanya. Ketika perbuatan tercela yang sangat bertentangan dengan agama menjadi biasa di tengah-tengah masyarakat, hal ini dapat menginjak-injak kepribadian dan identitas manusia, mengurangi warna hakekat dan kebenaran sehingga tidak mengherankan orang-orang akan lari dari agama dan tatanan masyarakat menjadi hancur. Pribadi-pribadi masyarakat seperti ini tidak akan mencapai kepada tujuan yang tinggi, yaitu kesempurnaan hakiki.
3. Godaan hidup mewah
Harta dan kemewahan hari ini dengan kemajuan teknologi yang mencengangkan, pertumbuhan komunikasi yang cepat, teknologi informasi dan sistem perbankan dan…, berbagai iklan untuk berinvestasi, transaksi mata uang dan koin emas, saham, surat-surat berharga, pinjaman milyaran, berbagai tour keliling dunia, satelit parabola, internet dan yang semisalnya menjadi kekhawatiran utama manusia saat ini.
Meskipun hal itu tidak sepenuhnya merugikan, namun di balik kesibukan yang tampaknya menarik dan menguntungkan, terdapat hati dan jiwa yang lalai, telinga yang tidak lagi mendengar suara kebenaran dan mata yang tidak lagi dapat menyaksikan hakekat sehingga menginjak-injak batasan syareat Ilahi dan menjustifikasi segala perbuatan dengan berbagai alasan yang tidak berlandasan.
Berikut ini sebuah riwayat Nabi saw. tentang fitnah:
Suatu hari seorang lelaki berkata kepada Imam Ali a.s., “Beritakan kepada kami tentang fitnah.”
Lalu Imam Ali a.s. membaca sebuah ayat dan berkata, “Fitnah yang dimaksud tidak turun kepada kita di zaman Nabi saw. Aku bertanya kepada Nabi saw tentang fitnah tersebut. Nabi saw. menjawab, “Wahai Ali! Umatku sepeninggalku akan diberikan ujian Ilahi dengan beberapa faktor seperti kekayaan. Mereka merasa menjadi baik di hadapan Ilahi dengan keberagamaan mereka, berharap rahmat-Nya selalu, melihat diri telah selamat dari kemurkaan-Nya, menghalalkan apa yang diharamkan dengan berbagai subhat yang bohong dan hawa nafsu yang melalaikan; menghalalkan minuman keras dengan nama air anggur dan korma, menghalalkan penyuapan dengan sebutan hadiah, dan riba dengan nama perdagangan.”
Aku (Ali) bertanya, “Wahai Rasulullah! Di saat itu orang-orang ini aku masukkan ke kelompok mana? Dalam posisi murtad atau dalam tingkatan fitnah?”
Nabi menjawab, “Dalam tingkatan fitnah.””[5]
Penyebab munculnya politik laten setan
Para kolonial yang menyebut diri sebagai super power dunia (dunia pertama) selalu berbicara tentang demokrasi dan HAM. Namun ketika melihat keuntungan mereka terancam, mereka akan melakukan perbuatan tidak manusiawi yang paling keji. Dengan bisikan setan, mereka menciptakan fitnah dan konflik di tengah masyarakat yang tidak memiliki sistem kokoh dengan berbagai rencana yang jeli dan terorganisir. Suatu saat mereka beroperasi dengan baju kaum reformis dan memainkan boneka-boneka mereka dalam sebuah panggung sandiwara yang mereka sendiri sutradarai. Melalui jalur itu, sedikit demi sedikit mereka menancapkan kaki di tanah negara-negara itu. Mereka tidak hanya mempromosikan pemikiran beracun dan mendiktekan kepada orang lain, bahkan mengambil alih sumber daya mineral, kekayaan dan harta, kehormatan dan jiwa mereka.
Sebagai contoh: Amerika sendiri yang menciptakan ISIS dan mengirimkannya ke Irak. Kemudian untuk mengelabuhi masyarakat awam, mereka menyelenggarakan berbagai konferensi internasional menolak bahaya ISIS.
Catatan: Supaya tidak ada asumsi bahwa ucapan di atas bersumber dari sebuah kajian yang dipenuhi dengan prasangka buruk, cukup kita melihat kinerja mereka, dualitas dan multisiplitas mereka dalam penerapan prinsip-prinsip yang sepertinya sangat manusiawi di berbagai belahan dunia.[6]
Misalnya, mereka mengklaim kebebasan berekspresi (sebagai salah satu bagian HAM) dan dengan alasan itulah mereka berdiam diri saat terjadi penodaan dan penghinaan terhadap simbol-simbol kesucian Islam. Pembiaran ini tidak memiliki makna lain kecuali bagian dari support dan dukungan terhadap para menyebab tragedi ini.
Adapun pertanyaannya, apakah bangsa Palestina yang tertindas tanpa pembela, Yaman dan lain-lain tidak berhak untuk hidup aman dan damai sehingga darah mereka ditumpahkan dengan kejam untuk kepentingan dan niat jahat sebagian orang?
Begitulah kondisi di dunia politik dan ucapan Imam Ali a.s. berikut ini dapat disaksikan kebenarannya dengan jelas: Para penyebar fitnah telah mencampur sebagian kebenaran dengan sebagian kebatilan dan membentangkan sayap setan sehingga sebagian orang awam terperangkap di dalamnya.[7]
Penutup
Ucapan Imam Ali a.s. berada di bawah firman Ilahi dan sabda Nabi saw., namun lebih tinggi dari ucapan manusia lain. Oleh karena itu, ucapan beliau tidak pernah kedaluwarsa. Fitnah tidak terbatas khusus pada suatu masyarakat dan masa tertentu.
Imam Ali a.s. telah menjelaskan bahaya fitnah dan jalan keluar darinya. Solusi yang ditunjukkan beliau dapat diterapkan dalam setiap masa dan tempat, seperti sebuah benteng kokoh yang siapa pun berlindung di dalamnya saat terjadi badai sosial politik, akan aman. Hikmah Imam Ali akan menunjukkan jalan rasionalitas dan menjaga esensi wujud manusia (martabat dan kemuliaan).
Ringkasnya, langkah yang benar dalam menghadapi fitnah dan berbagai arus yang terjadi di tengah masyarakat yang diserupakan oleh Nabi saw. dengan malam gelap adalah mengamalkan petunjuk Imam Ali a.s.[8] Yang lebih penting bahwa sirah beliau dalam menghadapi fitnah pada masa itu merupakan pelajaran besar dan edukatif dalam melepaskan diri dari kegelapan fitnah, baik bagi para penguasa atau para politikus sepanjang masa.
Sumber: http://nooralyaghin.com
=============================
[1] Kabala sebuah nama yang digunakan untuk tasawuf Yahudi. Para pengikutnya meyakini aliran ini sebagai pengetahuan rahasia Rabi Yahudi.
[2] Pendirinya adalah Muhammad bin Abdul Wahhab pada abad ke-18 di Saudi. Gerakan ini diterima sejak tahun 1744 oleh Keluarga Saud. Pandangan Wahhabi meyakini purifikasi fundamental dalam Islam dan menganggap ziarah kubur dan mensucikan sebagian orang sebagai indikasi dari syirik.
[3] Satanisme artinya taat kepada setan dan menyembahnya sebagai Tuhan yang secara resmi muncul pada abad ke-17 – 18 di sebagian negara Barat dan bertentangan dengan agama-agama Ibrahamik. Tersebarnya fenomena ini karena jasa dukungan-dukungan tak terhingga kaum kapitalis Yahudi dan Freemasonry.
[4] Pengikutnya meyakini dasar-dasar agama meliputi: Tauhid, Kenabian, Imamah (Kepemimpinan) dan pilar keempat, yaitu barangsiapa yang mencapai ketakwaan sempurna, akan menjadi pintu penghubung antara masyarakat dengan Imam Zaman.
[5] Nahjul Balaghah, Terjemah Ansarian, halaman 139.
[6] Peyam-e Emam (Pesan Imam Ali), halaman 568.
[7] Ibid, jilid 2, sebagian Khutbah ke-50, halaman 569.
[8] Qatreiy Az Darya (Tetesan dari Laut), jilid 1, halaman 20.