Imam Ali, Kehidupan & Landasan Pengetahuan
Islam bukan meliputi masalah spitiritual saja tapi juga meliputi semua aspek kehidupan, termasuk masalah pribadi, kesehatan, kekayaan, akhlak, adab, sosial, politik juga aspek-aspek kehidupan yang lain.
Ucapan Imam Ali yang layak menjadi sorotan terkait ilmu dan kriteria ilmu yang semestinya adalah sebagai berikut, The most complete gift of God is a life based on knowledge[1] Salah satu anugrah terbesar karunia Allah adalah kehidupan yang dilandasi dengan pengetahuan.
Hidup dengan pengetahuan sebagai landasan berarti hidup dengan pijakan kuat dan disertai dengan tujuan jelas, menjalani hidup pun dengan proporsi yang pas, tidak berlebihan tidak berkekurangan. Semua dengan asas pengetahuan yang sudah dipelajari dan dipahami. Hal ini juga tergambar pada aturan makan dalam islam, makanlah dan minumlah ketika lapar, makan dan minumlah tapi jangan berlebih-lebihan, makan dan minumlah tapi berhentilah sebelum kenyang. Kehidupan dengan takaran ditengah-tengah alamru baina amrain.
Ucapan Imam ini merupakan pesan penting bagi pecinta dan pengikut beliau, nasihat agar memperhatikan pengetahuan, mencari pengetahuan, melakukan utlubul ilmi (menggali dan mencari ilmu) sebagai dasar hidup.
Sebagian orang melakukan utlubul ilmi tapi bukan sebagai dasar hidup, utlubul ilmi hanya diporsikan sebagai sebuah kebiasaan hidup semata. Sehingga proses ini berhenti pada tahap pencarian dan pengumpulan tidak fokus pada pelaksanaan dari ilmu-ilmu yang sudah dipelajari. Hanya membeli buku, tidak dibaca apalagi diamalkan, jauh panggang dari api, jika demikian maka ilmu itu tidak akan memberikan manfaat dan perubahan yang diinginkan.
Ketika mempelajari ilmu guna mengamalkannya, menjadikannya sebagai landasan hidup, ilmu itu secara otomatis akan memberikan buah-buahnya yang sangat ranum. Memberikan kepuasan, memberikan kesehatan spiritual, menghantarkan pencari ilmu pada tahap-tahap perjalanan spiritual yang jauh lebih tinggi dan lebih berkualitas.
Hidup yang dijalani dengan konsep seperti inilah yang layak mendapat sebutan karunia terbaik berian Allah, sebuah kehidupan yang bergerak menuju Allah, bergerak dengan rel-rel dan rambu-rambu pengetahuan yang sudah dititipkan Allah melaui Nabi dan para Rasul-Nya.
Menjalani hidup dengan berlandaskan pada ilmu adalah bentuk nyata dalam mensyukuri berian Allah berupa kehidupan ini. Ya bersyukur tidak hanya sebatas mengucapkan segala pujian hanyalah milik Allah Swt.
Dalam kehidupan bahkan kita bisa menemukan sekelompok orang melakukan ritual-ritual ibadah namun ibadah ini sama sekali tanpa didasari ilmu yang cukup. Meneriakkan tauhid tapi sedang mencederai Islam dari dalam, berniat beribadah dengan membunuh Ulil Amri di jamannya seperti Ibnu Muljam, beribadah dengan berjihad melawan Imam dijaman mereka, seperti kaum Khawarij.
Sekelompok orang membanggakan ibadah mereka sambil mencaci dan melaknat Amirul Mukminin Ali As, dan mereka mengharapkan curahan pahala dari perbuatan mereka itu.
Ibadah tanpa landasan pengetahuan yang cukup bukan hanya tidak menjadikan dekat kepada Allah tapi lebih dari itu akan menjauhkan mereka dari Allah Swt. Allah bukan hanya tidak ridho tapi bahkan murka dengan amal perbuatan mereka.
Ucapan Imam Ali diatas juga memperingatkan kita sehingga dalam beribadah kita juga harus memiliki ilmu yang cukup, tanpa itu bisa jadi kita berkhayal sedang beribadah namun ternyata dimata Islam, dimata Allah perbuatan itu sebenarnya sangat dibenci, Allah pun murka dengan orang-orang semacam itu. Apapun yang dimurkai Allah maka Nabi Muhammad Saw juga tidak ridha, Ulil Amri juga tidak akan rela.
Memiliki hidup dengan landasan ilmu adalah ciri pengikut dan pecinta Ali bin Abi Thalib. Bukan hanya sekedar memiliki ilmu tapi menjadikan ilmu itu sebagai obor dalam menjalani berbagai kegelapan yang kapan saja bisa menyergap.
Gambaran ilmu yang tidak dijalankan adalah bagai sebuah pohon buah namun tidak pernah berbuah. Orang yang memiliki pohon buah ini tentu tidak akan bersabar lama, mereka akan menggantikan pohon buah seperti ini dengan pohon buah yang lain, sehingga bisa memanen buah yang dinanti-nantikan. Ilmu tanpa diamalkan sama persis dengan pohon tanpa buah, sangat tidak diminati.
Kecintaan Allah, Rasul, dan Ulil Amri terhadap para pencari ilmu adalah dengan buah-buah yang dihasilkan dari ilmu-ilmu yang dipelajari. Sungguh Allah memiliki murka besar kepada siapa saja yang (memiliki ilmu) lalu mengatakan (menyuruh) orang lain untuk menjalankan ilmu itu sedang dia sendiri tidak melakukannya.[2]
Andai Ilmu pengetahuan itu tidak diamalkan maka setidaknya tidak menyuruh orang lain untuk melaksanakan. Andai saja menyuruh orang sebagian masyarakat juga akan melihat amal perbuatan si penyeru.
Sungguh benar kata Nabi dan Maksumin bahwa berdakwahlah dengan perbuatan kalian bukan dengan ucapan kalian.
Jadi biarkan ilmu itu berbuah dulu pada kalian sehingga orang akan tertarik untuk menanam pohon-pohon yang serupa.
[1] (https://www.al-islam.org/articles/various-sayings-imam-ali-ibn-abi-talib)
[2] كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ Shaff: 03. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.