Oleh : Thoha Al Musawa
Siapakah al Husain ?
Apa yang harus dikata tentang seorang manusia yang seluruh dimensinya terbungkus dalam cinta pada sang Ma’syuq..? Seorang manusia yang memanifestasikan firman-firman Tuhan dalam kasih dan murkanya, tawa dan tangisnya, bicara dan diamnya, kuasa dan sabarnya..? Seorang manusia yang tak pernah merengek-rengek dan mengemis cinta dihadapan manusia-manusia sombong yang berlagak sebagai tuhan.? Seorang manusia yang setiap helai nafasnya menebarkan aroma ubudiyah, dan wujudnya mengingatkan semua orang pada wujud pari purna kakeknya, sang Rahmatan lil’alamin, baginda agung Muhammad saww, dan keberaniannya membuat semua orang bernostalgia pada keberanian ayahnya, sang Washi, Asadullah al-Ghalib, Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib..? Dia lah al-Husain bin Ali bin Abi Thalib as, sosok manusia yang saya maksud.
Saudara pembaca yang budiman, dalam hidup ini kita tidak akan pernah bisa melarikan diri dari sejarah karena sebenarnya, sadar atau tidak, kita sendiri merupakan bagian darinya. Kita adalah bagian dari para pemain dan yang dimainkan oleh sejarah. Kita adalah pengukir sejarah yang kelak nama kita akan diukir oleh generasi setelah kita. Yang menjadi persoalan adalah, apakah nama kita akan diukir dengan tinta emas karena prestasi-prestasi gemilang kita, atau mungkin tak seorang pun mengenang kita karena mereka beranggapan bahwa tiada sesuatu dari kita yang patut dikenang?!
Betapa kuat pengaruh sejarah sehingga mampu merubah sudut pandang dan karakter seseorang. Tak sedikit orang yang melakukan tindak kejahatan hanya karena ingin meniru idola yang pernah di dengar atau dibacanya dalam buku-buku sejarah. Seiring dengan itu, banyak pula orang yang enggan melakukan kesalahan bukan karena ingin disegani atau dihormati oleh tetangga, sahabat atau siapa pun yang melihatnya, melainkan hanya ingin menjadi seperti sang idola.
Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib as adalah sosok agung yang nama, gerak-gerik, tutur kata, kebijakan dan keputusannya, sikapnya terhadap kawan dan lawan, bangkit dan diamnya, doa dan munajatnya, kezuhudan dan kesahajaannya, keberanian, dan ibadahnya, semuanya layak ditauladani.
Beliau adalah sosok mulia yang padanya terjelma kemuliaan Rasulullah saww. Cucu nabi yang bertabur aroma kesempurnaan dan keindahan. Seorang Muwahhid yang lebur dalam Ahadiyah Tuhannya, dan seorang Asyiq yang tak pernah berpaling dan mengkhianati Ma’syuqnya, dan Majnun yang selalu tenggelam dalam samudera cinta Laila.
Cinta kepada Allah telah membuat beliau tegar menghadapi keniscayaan pasti dari beratnya mengemban risalah datuknya. Dalamnya cinta beliau kepada Tuhannya membuat beliau selalu pasrah terhadap keputusan yang telah digoreskan dari-Nya. Dimata beliau Tuhan begitu sempurna, sehingga semua yang keluar dari-Nya adalah kesempurnaan. Tiada celah baginya untuk tidak memuji Allah walaupun tangan musibah dan cobaan Allah enggan melepaskan cengkraman darinya, karena ujian dari Allah adalah bahasa lain dari perhatian Allah kepada hamba-Nya.
Kita percaya bahwa Rasulullah saww adalah simbol dan tolok kebenaran, dan apa saja yang berhubungan dengan beliau pastilah bermuara dari Sang Khaliq. Perhatian beliau kepada al-Husain as melampaui batas seorang kakek kepada cucunya, ia adalah perhatian yang teramat spesial dari seorang utusan Tuhan kepada penerus risalah Ilahiah dan penyambung lidah hasil karya Tuhan yang paling sempurna dari semua yang sempurna.
Perhatian Nabi Muhammad saww kepada al-Husain as seakan mengisyaratkan eratnya jalinan Nubuwwah dan Imamah, dan menjelaskan kepada umat bahwa beginilah seharusnya mereka memperlakukan al-Husain as. Sayangnya, umat yang mendapat apresisasi dari Allah sebagai sebaik-baik umat karena beramar ma’ruf, nahi munkar dan beriman kepada-Nya, justeru beramar munkar dan bernahi ma’ruf dan mencampakkan keimanan mereka!!
Coba kita renungkan bersama seberapa jauh kesamaan beliau dengan kakeknya sehingga Rasulullah saww dalam suatu kesempatan pernah bersabda; “Husain dariku dan aku dari Husain” hadis ini terdiri dari dua pesan yang keduanya sama-sama mengandung maksud yang sangat tinggi. Penggalan hadis yang pertama berbunyi; Husain dariku, penggalan sabda ini bisa kita pahami sebagai berikut;
- Aku, adalah makhluk Tuhan yang menyandang semua predikat kemuliaan dan keagungan, dan dikarenakan al-Husain adalah bagian dariku maka kemuliaan dan keagungan tersebut juga dimiliki oleh al-Husain as.
- Aku, adalah manusia yang paling dekat dengan Sang Pencipta, dan dikarenakan al-Husain adalah bagian dariku maka kedekatan yang sama juga ada padanya.
- Aku, adalah orang yang mengaplikasikan seluruh kehendak Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, dan hanya kehendak-Nya saja yang aku indahkan, dan sekejap pun tak pernah terlintas dalam benakku untuk berpaling dari-Nya, begitu pula halnya dengan al-Husain as karena ia adalah bagian dariku.
- Al-Husain as adalah hasil karya Tuhan yang terindah, karena dia adalah keturunanku dan buah hatiku.
- Sesuai dengan firman Tuhan, apa-apa yang aku bawa dan sampaikan kepada umat seyogyanya mereka indahkan, dan apa-apa yang aku larang seyogyanya mereka tinggalkan, karena dengan mengindahkan semua perintah dan menjauhi semua laranganku, kebaikan dan kemuliaan akan selalu menyertai mereka. Kedudukan yang sama juga ada pada cucuku, al-Husain as.
- Aku adalah manifestasi Rahmatan lil’alamin, begitu pula cucuku, al-Husain as.
- Aku adalah manifestasi Ra’ûfun Rahîm, begitu pula halnya al-Husain as.
- Cintaku adalah cinta Allah dan murkaku adalah murka Allah, begitu pula dengan cinta dan murka al-Husain as.
- Surga Allah bergantung pada kerelaanku dan neraka-Nya pada murkaku, hal yang sama juga ada pada al-Husain as.
- Pandanglah al-Husain as sebagaimana kalian memandangku, karena dia adalah Minni [bagian yang tak terpisahkan dariku].
Dari penggalan sabda kedua, Wa Ana Min Husain, dapat kita pahami sebagai berikut;
- Aku dan al-Husain as berada dalam misi yang sama. Semua yang ada pada al-Husain as bermuara dariku, karena itulah dia tidak akan pernah melakukan suatu tindakan yang mencoreng citraku, risalahku, dan Tuhanku.
- Cinta dan murkaku terjelma dalam cinta dan murka al-Husain as.Esensi agamaku terekplor dalam diri dan perjuangan al-Husain as.
- Kata-kata yang mengandungi arti kontradiktif yang tertera di dalam al-Quran seperti surga dan neraka, mukmin dan kafir, terkuak dengan sangat gamblang dalam mengikuti dan meninggalkan al-Husain as.
- Kehormatan mengemban Risalah Tuhan diberikan oleh Allah kepada Rasulullah saww sedangkan kelanggengan risalah tersebut tidak bisa dipisahkan dari pengorbanan sang cucu tercinta.
Ketika makhluk Tuhan yang paling sempurna menggolongkan seseorang sebagai bagian darinya, sudah pasti orang tersebut berguyur kesempurnaan. Diantara mereka yang mendapat kehormatan tersebut adalah al-Husain as yang dengan demikian, segala sesuatu yang berhubungan dengan beliau as haruslah kita tauladani sebagaimana kita mentauladani Rasulullah saww. Karenanya, ada beberapa hal tentang beliau yang ingin kita dalami diantaranya adalah;
Imam Husain as pewaris para nabi
Imam Husain as bukan saja pewaris segala kesempurnaan Rasulullah saww saja, kesempurnaan para nabi pun juga bersemayam dalam diri beliau. Setiap langkah beliau mencerminkan langkah para nabi, dimana hal itu dapat kita lihat dalam perjalanan beliau pada saat keluar dari Madinah.
Untuk membuktikan bahwa gerakan beliau adalah gerakan para nabi dan kebangkitan beliau melawan kezaliman tak ubahnya seperti kebangkitan para nabi, maka tatkala beliau keluar dari kota Madinah, beliau menggambarkan kepada umat Muhammad saww bahwa perjalanan beliau tersebut tidak berbeda dengan apa yang pernah dilakoni oleh nabi Musa as pada saat keluar dari Mesir. Imam Husain as membaca ayat; “Maka keluarlah Musa dari kota Itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa; “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang zalim itu.”1 dan ketika beliau memasuki kota Mekah, beliau membaca ayat ini; “Dan tatkala ia menghadap kejurusan negeri Madyan ia berdoa [lagi]; “Semoga Tuhanku memimpinku kejalan yang benar.” 2 Perjalanan Musawi itu telah beliau wujudkan dan ekspresikan dalam langkah-langkah awal menuju perlawanan menentang kezaliman dalam berbagai macam coraknya.
Nasib yang nanti akan beliau alami pun juga beliau gambarkan persis seperti yang pernah dialami oleh nabi Yahya as, dimana di dalam perjalanan al-Husain as berkata; “Salah satu bukti kehinaan dunia ini adalah dihadiahkannya kepala Yahya bin Zakariya as kepada salah seorang durjana dari Bani Israil sementara kepala suci beliau as berbicara kepada mereka dengan burhan.” Maksud dari ucapan beliau ini adalah bahwa tak lama lagi nasib beliau akan sama seperti yang dialami oleh nabi Yahya as, yaitu; tak lama lagi kepala suci beliau akan dipersembahkan kepada salah seorang durjana dari Bani Umayyah.
Dua contoh diatas mengisyaratkan bahwa beliau as adalah pewaris nabi Musa as dan nabi Yahya as, dan dari ucapan-ucapan tersebut beliau ingin menegaskan bahwa aku adalah pewaris Musa as sedangkan Yazid berada dalam posisi Fir’aun, dan kedudukan pengikutku sama seperti para pengikut setia Musa as dan para pengikut Yazid sama seperti pengikut Fir’aun.
Tekad kuat Imam Husain as dalam membela kebenaran
Orang yang memasrahkan segala sesuatunya hanya kepada Allah tidak akan pernah takut kepada ancaman makhluk-Nya. Siapa saja yang berada di jalur risalah akan menghadapi raksasa cobaan dan ujian yang tak jarang berujung pada kematian. Hal ini disadari betul oleh Imam Husain as bahwa dirinya tak akan luput dari undang-undang alam tersebut, oleh karenanya, beliau selalu ingin menunjukkan bahwa jalan yang ditempuhnya adalah jalan yang pernah ditempuh kakeknya, yaitu jalan yang dibangun diatas dasar amar ma’ruf dan nahi mungkar, tidak lebih.
Jelas, bahwa antara beliau dan Yazid terdapat barzakh yang memisahkan keduanya. Imam Husain as dengan segala kemuliaan yang disandangnya sementara Yazid dengan segala kehinaannya. Hal tersebut ditegaskan oleh Imam Husain as dalam jawaban beliau atas usulan Walid supaya beliau berbaiat kepada Yazid. Beliau as berkata; “Yazid adalah orang fasik, peminum arak, pembunuh, tiada segan melakukan perbuatan nista di depan khalayak ramai, dan orang sepertiku tak akan pernah berbaiat kepada orang seperti dia.”
Ucapan beliau itu tentunya akan berdampak besar pada keputusan sang tiran, tapi itulah kenyataan dan konsekwensi dari perwujudan dua dimensi yang berbeda, tak akan pernah bersatu. Nasihat para tokoh maupun orang bijak pun tak akan mampu mempengaruhi dan merubah tekad Imam Husain as, sebagaimana mereka juga tidak akan pernah mampu merubah tekad bulat Yazid untuk menghabisi al-Husain as. Sebab, seperti yang saya katakan, mereka berdua adalah jelmaan dari dua dimensi yang berbeda, jelmaan cinta dan benci, kemuliaan dan kehinaan, kerelaan dan kemurkaan, keadilan dan kezaliman, kejujuran dan kebohongan, kebenaran dan kebatilan, keimanan dan kekufuran, dan yang terakhir, jelmaan surga dan neraka.
Karenanya, apa pun resikonya akan beliau hadapi dengan lapang dada tanpa sedikit pun keraguan dalam hati, dan semangat membela kebenaran akan selalu berkobar dan selalu menjadi inspirasi bagi setiap orang yang berjiwa Husaini..!
Jihad akal dan Cinta
Harus kita ketahui bahwa jihad terbagi menjadi tiga;
- Jihad Ashgar; yaitu jihad melawan musuh di medan laga.
- Jihad Ausath; yaitu pertempuran yang terjadi antara manusia dengan dirinya dalam persoalan-persoalan yang menyangkut akhlak; seperti pertempuran antara keadilan dan kezaliman, kebenaran dan kebatilan, kejujuran dan kebohongan, ketakwaan dan kesemena-menaan, kebaikan dan keburukan…kebanyakan orang mengira bahwa jihad Ausath adalah jihad tertinggi, karena mungkin mereka hanya berhenti pada halte tersebut dan tak mampu meneruskan perjalanan yang lebih jauh lagi, tapi bagi para pemburu kesempurnaan, perjalanan manusia tidak akan berakhir hanya dengan menjadi manusia yang adil, bertakwa dan layak menjadi penghuni surga.
- Jihad Akbar; yaitu jihad antara akal dan cinta, bukan antara akal dan syahwat atau akal dan murka.
Dalam level ini, akal berkata; Aku mengerti apa itu kebenaran dan kebatilan, keadilan dan kezaliman…tapi cinta berkata; Mengetahui apa itu kebenaran dan kebatilan saja tidak cukup; keduanya harus benar-benar dihadirkan. Akal berkata; “Surga dan neraka itu ada”. Cinta berkata; “Tahu bahwa surga dan neraka itu ada, tidaklah cukup, keduanya harus dapat dilihat. Untuk melihat neraka tidak harus menunggu kiamat, saat ini pun sudah dapat dilihat. Al-Quran berkata; “Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu akan benar-benar melihat neraka jahim, dan susungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘Ainul Yaqin.”1
Para nabi diutus oleh Allah untuk melepaskan akal dari keterpasungan nafsu dan menggandengnya menuju cinta. Dan dikarenakan Imam Husain as adalah jelmaan sempurna sang nabi, maka semua arahannya kepada umat akan membawa mereka kepada cinta. Bahkan jihad yang dilakukannya pun bukan berhenti pada level akal, dimana akal berkata; Aku tahu Yazid adalah ini dan itu, begini dan begitu…Jihad beliau telah sampai pada level cinta yaitu; bahwa dalam jihad ini yang adalah kebenaran, kejujuran, kesucian, ketakwaan, keadilan…dalam jihad ini yang diperlukan bukanlah pemikiran, melainkan merasakan dan mewujudkan apa yang diketahui oleh pikiran. Kesyahidan tidak perlu kepada siapa saja yang memahaminya, melainkan perlu kepada siapa saja yang mencintai dan tergila-gila padanya. Kesyahidan perlu kepada orang seperti Ibrahim as yang dalam jihad cintanya tidak pernah merasa takut kepada api Namrud. Kesyahidan perlu kepada orang seperti ibunda Musa as yang siap melepaskan buah hatinya demi mematuhi perintah Tuhannya…ringkasnya, jihad yang dilakoni Imam Husain as adalah manifestasi dari bentuk jihad cinta.
Julukan kehormatan Sayyidusy Syuhada’
Kita semua tahu bahwa al-Quran adalah kitab samawi yang membenarkan semua ucapan para nabi sekaligus isi dari kitab-kitab yang pernah mereka bawa, bahkan lebih dari itu, al-Quran meliputi semua kitab samawi yang pernah diturunkan. Kitab yang paling sempurna ini dibawa oleh manusia yang paling sempurna, yaitu baginda agung Muhammad saww, dan karena kesempurnaan tersebut, siapa saja yang mengetahui isinya dengan sempurna, akan berwawasan luas bahkan lebih luas dari wawasan umat terdahulu akan kitab mereka.
Ahlul Bait as adalah manusia-manusia yang tumbuh dalam didikan al-Quran dan kenyang oleh nutrisi al-Quran. Seandainya pada umat-umat terdahulu ada para nabi dan pembawa kitab samawi, maka pembawa al-Quran adalah baginda Muhammad saww, nabi tersempurna dari para manusia sempurna yang pernah tercipta dan menjadi yang terdepan, dan firman Allah yang berbunyi; “Maka bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seseorang saksi [rasul] dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu {Muhammad] sebagai saksi atas mereka.”2 adalah bukti bahwa beliau adalah sayyid dan penghulu bagi semua nabi yang pernah ada. Dan seandainya pada masa lalu ada para khalifah Allah, maka khalifah nabi Muhammad saww yang selalu mengenyam pendidikan al-Quran, adalah sayyyid dan penghulu mereka.
Rasulullah saww pernah bersabda; “al-Hasan dan al-Husain adalah dua penghulu para pemuda surga.” Seluruh nabi, wali Allah, orang-orang shalih, orang-orang yang membenarkan semua firman Allah, dan para syuhada’, akan masuk ke dalam surga dalam keadaan muda, bukan tua, dan sesuai sabda nabi di atas, penghulu mereka adalah dua cucu nabi tersebut. Riwayat tersebut menegaskan bahwa Imam Husain as dengan kesyahidannya, menjadikan beliau sebagai penghulu para syuhada’ seantero jagad, bukan hanya sebagai penghulu para syuhada Karbala saja, sebab kedudukan tersebut bagi Imam Husain as sangatlah kecil, sebagaimana ibunda beliau, sayyidah Fathimah as, bukanlah penghulu bagi kaum wanita zamannya melainkan Sayyidatun Nisa’il Alamin Minal Awwalin Wal Akhirin, dan tentunya kedudukan tersebut beliau peroleh dari kebersamaan dan kesenyawaannya dengan al-Quran yang merupakan kitab samawi terlengkap.
Ringkasnya;
1-Ahlul Bait as adalah sejoli al-Quran dan hakikat mereka adalah hakikat al-Quran.
2-Hakikat al-Quran, selain dari membenarkan kitab-kitab terdahulu, ia juga meliputi dan mengawasi kitab-kitab tersebut.
3-Setiap nabi sejoli dengan kitab samawi yang mereka emban.
4-Ketika al-Quran meliputi seluruh kitab samawi yang ada, maka Ahlul Bait as yang merupakan sejoli darinya, adalah manusia-manusia yang
kedudukannya di sisi Allah mengungguli seluruh manusia Ilahi.
Kalau para nabi dalam menjalankan tugas harus menghadapi lawan yang sepadan, maka hal yang sama juga dialami oleh al-Husain as. Dan dikarenakan al-Husain as mengungguli manusia-manusia mulia lainnya, maka musuh dan lawan beliau pun mengungguli musuh-musuh keadilan, kemanusiaan, kebenaran, kejujuran…yang pernah ada eksis di muka bumi. Cinta kita harus kita arahkan kepada sasaran yang tepat, jangan sampai kita arahkan cinta kita kepada yang lebih berhak untuk kita benci dan begitu pula sebaliknya, karena hal itu akan berbuah pada penyesalan yang takkan pernah terobati! Al-Husain adalah simbol cinta sejati, sedangkan Yazid adalah perwujudan kehinaan yang tak patut dicinta. Mencintai orang yang tak patut dicinta, adalah memaksakan sesuatu yang bukan kodratnya. Bebaskan diri dari keterbelengguan materi dan nafsu, niscaya al-Husain as lah akan yang akan singgah di hati kita, tetapi jika sebaliknya, manusia tidak akan pernah mencium aroma surgawi al-Husain as dan akan berpihak kepada Yazid. Dari semua yang saya kemukakan, adalah sekelumit pengenalan dan makrifat tentang al-Husain.
Pertanyaan sederhana saya; Haruskah manusia semulia beliau berhadapan dengan manusia sekotor Yazid? Haruskah wajah-wajah suci dan elok rupawan dicoreng oleh tangan-tangan biadab? Haruskah suara-suara merdu yang selalu melantunkan kalam-kalam Ilahi dibungkam oleh pendusta agama? Haruskah sahabat-sahabat tercinta dibantai di depan mata? Haruskah keluarga Muhammad saww yang mulia menahan lapar dan dahaga? Haruskah bumi Allah ini terbasahi oleh tangisan Zainab as? Haruskah kepala suci nan mulia al-Husain as dipisahkan dari raganya dan di arak keliling kota dan bibir yang sering di cium Rasulullah saww dihantam dengan tongkat? Haruskah..dan haruskah…jawabannya adalah; Semua itu harus mereka jalani demi meneguk cinta Ilahi. Semuanya bagi mereka tampak mudah dan sederhana karena semua ujian tersebut terjadi dihadapan Allah dan mereka menerimanya dengan penuh kerelaan dan kebesaran jiwa. Mereka adalah bahtera Nuh yang takkan pernah tenggelam oleh hantaman ombak dan badai.
Tentukan pilihan, pilihlah sang idola, ambillah bagian dari setiap lembaran Karbala dan Asyura, kenali para pemain sejarah yang ada di dalamnya, dan janganlah sekali-kali merasa puas menjadi pembaca atau pendengar atau komentator yang hanya pandai menganalisa di balik layar tetapi bodoh dalam permainan dan tak berani bermain!!!
Setelah kita tentukan pilihan, tunjukkan pengorbanan kita kepada tambatan hati, karena cinta selalu butuh pengorbanan. Teriakkan dengan keras; “Kami pantang Hina”, “Kami pecinta keluarga al-Mushthafa”, “Kami pembenci kebatilah”, “Kami pecinta kebenaran”, “Kami pecinta dan pengikut jejak al-Husain as”. Semua teriakan tersebut tentunya akan meniscayakan jawaban keras dari mereka yang merasa dirugikan, maka bersiaplah untuk menyambutnya. Kalau pun agama menuntut kita untuk berjihad, maka sambutlah ia dengan suka ria, karena sesungguhnya ia adalah jembatan menuju Sang Ma’syuq sejati, Allah Rabbul ‘Izzati, maka adakah orang yang bermalas-malasan dalam berjumpa dengan kekasihnya..?! al-Husain as dan para kekasihnya menyambut genderang syahadah dengan penuh cinta, hal itu dikeranakan mereka akan berjumpa dengan manusia-manusia pilihan Allah, dan memperoleh kedudukan yang tinggi di sisi Allah.
Akhirnya, al-Husain as beserta misi agung yang diembannya akan selalu menyinari kalbu setiap manusia yang berjiwa merdeka dan pecinta keadilan, dan semoga kita semua selalu menjadi pengikut setia beliau dan pembela Shahibuz Zaman serta gugur sebagai syahid dihadapan beliau. Amien…