Kekhususan Hadis Syiah (Bagian 3)
c) Tahap Penulisan
- Budaya reportasi tertulis
Para imam (Syiah) selalu memberikan motifasi untuk menuliskan hadis. Mereka menentang budaya masyarakat saat itu yang tidak berorientasi menulis hadis. Para muhaddis dan ulama Syiah generasi berikutnya juga memprioritaskan penukilan tertulis dari pada penukilan verbal.
Penulisan kitab-kitab hadis adalah metode yang paling baik, teliti dan aman dalam penukilan hadis. Meskipun terdapat beberapa kekurangan, namun bila disertai dengan sima’ atau qiraah di hadapan syeikh, kekurangannya dapat diminimalisir dan bahkan dapat menumbuhkan kepercayaan.
Seorang syeikh menukil koleksi pengetahuan hadisnya dalam sebuah tulisan kepada murid-murid. Disamping memanfaatkan kitab untuk penelitian dan penulisan, murid-murid juga menukilkan kitab aslinya kepada orang lain. Sebagai contoh, Ibnu Abi Umair, perawi dan penulis hadis terkenal Syiah pada abad ke-2 dan ke-3 H, mereportasikan 100 kitab hadis dari sahabat-sahabat Imam Shadiq as untuk generasi di bawahnya dan menyusun 94 kitab.[1] Perkembangan budaya reportasi tertulis disertai sima’ atau qiraah sangat populer waktu itu.[2]
Tampaknya, metode penulisan dan penukilan hadis ini tidak populer di kalangan Ahlu Sunnah. Mereka memberikan nilai lebih kepada sima’ hadis. Ahmad bin Abi Ja’far berkata: “Suatu hari Muhammad bin Ismail Bukhari (penulis kitab Sahih Bukhari) berkata kepadaku: “Terkadang aku mendengar sebuah hadis di Basrah, lalu aku tulis di Syam. Dan banyak hadis aku dengar di Syam, kemudian aku tulis di Mesir.” Aku (Ahmad bin Abi Ja’far) bertanya: “Apakah engkau menuliskannya dengan lengkap?” Muhammad bin Ismail Bukhari diam tidak menjawab.”[3]
- Penulisan tematis
Tahap kedua penulisan hadis Syiah berfokus kepada penulisan tematis,[4] yaitu pengumpulan hadis terkait tema tertentu dalam sebuah kitab. Metode ini biasa digunakan ulama Shiah dalam penulisan-penulisan berbentuk monografi atau jami’ (komprehensif).
Ulama Syiah mengambil metode ini dengan beberapa alasan berikut:
- Keyakinan kaum Syiah terhadap kesatuan hujjah-hujjah Ilahi (para imam);
- Kewajiban menyandingkan ajaran-ajaran agama untuk penjelasan yang lebih baik;
- Metode khusus penjelasan para maksum dalam menerangkan ajaran-ajaran agama;
- Perhatian terhadap ruang shudur’;
- Metode penulisan tematis merupakan metode detail dan mendidik.
- Klasifikasi tulisan-tulisan
a) Hadis-hadis fikih
Karya tertulis hadis Syiah paling dikenang, penting dan populer berada di bidang hadis-hadis fikih. Diantaranya, kitab Al-Kafi, Man Laa Yahdluruh Al-Faqih, Tahdzib Al-Ahkam dan Al-Istibshar yang dikenal di kalangan Syiah dengan Kutub Arba’ah.
Diantara kitab-kitab jami’ (komprehensif) muta’akhkhir yang benar-benar bertema fikih adalah Wasail Asy-Syiah dan Al-Wafi. 20 jilid dari kitab Bihar Al-Anwar juga berisi riwayat-riwayat fikih. Hal ini menunjukkan perhatian besar para ahli hadis Syiah terhadap riwayat-riwayat fikih. Koleksi hadis tersebut menambah khazanah kebudayaan fikih Syiah sehingga fikih Syiah memiliki nilai lebih dari fikih dan hukum seluruh madzhab Islam lainnya.
b) Penjelasan keutamaan Ahlul Bait dan kedudukan imamah
Imamah dan wilayah, keistimewaan terpenting khusus Syiah menjadi perhatian ulama dan ahli hadis. Mereka mengoleksi riwayat-riwayat bab imamah untuk menjelaskan keyakinan madzhab mereka. Mereka memaparkan keutamaan-keutamaan Ahlul Bait sebagai bukti kecintaan mereka.
Kitab Sulaim bin Qais merupakan tulisan pertama hadis kaum Muslimin. Penulisnya memiliki antusiasme yang sangat tinggi untuk memaparkan topik tersebut dan menjelaskan berbagai sisinya.[5] Kitab Bashair Ad-Darajat, separuh kitab Ushul Kafi, Irsyad Syeikh Mufid dan… adalah beberapa contoh perhatian kaum Syiah terhadap pembahasan di atas.
c) Akidah
Khazanah kultural Syiah tampak dalam pembahasan-pembahasan akidah. Riwayat-riwayat Imam Ali, Imam Shadiq dan Imam Ridha dalam pembahasan tauhid sangat berlimpah. Ibnu Syu’bah Harrani[6] menyamakan koleksi khutbah-khutbah tauhid Imam Ali dengan kitab Tuhaf Al-‘Uqul.[7] Najjasyi dalam kitab Al-Fihrist menyebutkan lebih dari 40 kitab dengan topik tauhid.[8] Sebagian dari jilid 1 kitab Ushul Kafi memuat pembahasan tauhid dan topik-topik terkait. Syeikh Shaduq dalam kitab Tauhidnya juga menukil lebih dari 500 riwayat. Demikian pula risalah Imam Hadi bertema Jabr wa Ikhtiar juga layak untuk disebutkan di sini.[9]
Kitab Bihar Al-Anwar memuat riwayat-riwayat tauhid, keadilah Ilahi dan pembahasan terkait dalam 3 jilid.[10] Koleksi riwayat-riwayat akidah dengan referensi-referensi Syiah terkumpul dalam koleksi 20 jilid cetakan Yayasan Darul Hadis.
d) Akhlak dan adab
Tulisan-tulisan akhlak memiliki kedudukan khusus dalam referensi-referensi hadis Syiah. Sebagian topik akhlak yang berhubungan dengan fikih disebutkan dalam kitab-kitab hadis fikih secara detail[11] dan sebagian lain dipaparkan dengan penulisan khusus.
- Relasi Syiah dengan hadis-hadis Ahlu Sunnah
Hubungan ulama Syiah dengan hadis-hadis Ahlu Sunnah tidak selalu dalam satu alur dan bentuk. Dalam sebagian topik seperti pembahasan fikih, ulama Syiah sangat jarang memanfaatkan hadis-hadis Ahlu Sunnah.
Pondasi fikih Ahlu Sunnah lebih banyak dibentuk oleh ucapan-ucapan para sahabat dan tabi’in. Sebagai contoh, jumlah riwayat Nabi saw dalam kitab Muwaththa’ Malik kurang dari 600 hadis, sedangkan jumlah ucapan Umar bin Khattab dan Abdullah bin Umar lebih dari 600 kasus. Metode ini tidak digunakan di kalangan fuqaha’ dan para ahli hadis Syiah.
Dalam topik-topik selain fikih, hadis-hadis Ahlu Sunnah banyak dimanfaatkan dan dijadikan hujjah oleh ulama Syiah, yaitu dalam topik penulisan keutamaan. Pemanfaatan sumber-sumber hadis dan sejarah Ahlu Sunnah merupakan sebuah metode yang relatif umum dan populer.
Kitab Kifayah Al-Atsar fi An-Nash ‘ala Al-Aimmah Al-Itsnai Asyar, Amali Syeikh Shaduq, Manaqib Ibnu Syahr Asyub, Al-Ghadir, Fadlail Al-Khamsah dan… adalah beberapa contoh kitab yang menukil keutamaan-keutamaan Ahlul Bait dalam sumber-sumber selain Syiah.
Dalam pembahasan akhlak dan tafsir ma’tsur juga terdapat relasi umum dengan Ahlu Sunnah. Dalam tafsir, kitab Majma’ Al-Bayan, Abu Ali Fadl bin Hasan Thabarsi (wafat 548) dan dalam akhlak, kitab Makarim Al-Akhlak, tulisan putera beliau (abad ke-6) merupakan dua contoh penggunaan sumber-sumber hadis, tafsir dan akhlak Ahlu Sunnah.
- Tinjauan kritis seluruh sumber hadis
Berbeda dengan Ahlu Sunnah yang meyakini kesahihan seluruh teks riwayat sebagian sumber hadis, seperti Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, mayoritas ulama Syiah masih meninjau seluruh sumber hadis. Mereka memberikan penilaian terhadapnya setelah menimbang sanad dan teks hadis.
Al-Kafi, kitab hadis Syiah paling penting dan penulisnya adalah paling dhabith,[12] riwayat-riwayatnya pun tidak luput dari kaedah di atas, yaitu harus melalui tinjauan sanad dan teks. Sebagian riwayatnya dianggap lemah sanadnya dan sebagian teksnya juga dikritisi dengan serius.[13] Meskipun karena kuatnya teks kitab ini, jumlah riwayat yang dikritisi kandungannya sangat sedikit dan kurang dari setengah persen.
- Kitab-kitab jami’ (komprehensif)
Disamping monografi tematis berkenaan dengan tema tertentu, banyak penulis hadis Syiah memproduksi tulisan-tulisan jami’ (komprehensif) dan indah yang lebih populer.
Yang dimaksud dengan kitab jami’ dalam budaya Syiah adalah sebuah kitab yang mencakup bab-bab fikih, baik memiliki bab-bab tambahan lain atau tidak memiliki bab-bab seperti sejarah dan tafsir. Oleh karena itu, kitab-kitab seperti Tahdzib Al-Ahkam, Man Laa Yahdluruh Al-Faqih, Al-Istibshar dan Wasail Asy-Syiah disebut kitab-kitab jami’ meskipun hanya mencakup bab-bab fikih saja.
Definisi ini berbeda dengan definisi kitab jami’ menurut Ahlu Sunnah. Kitab-kitab jami’ menurut mereka adalah kitab-kitab yang disamping mencakup bab-bab fikih, juga memaparkan berbagai bab lain seperti tafsir, sejarah dan bahkan kitab mimpi.
- Luasnya syarah (komentar) setelah abad ke-10
Doktrin-doktrin akidah dan akhlak yang bersumber dari ucapan-ucapan para maksum membutuhkan penjelasan lebih banyak dari ulama Syiah. Akan tetapi hadis-hadis Syiah pada abad-abad permulaan sangat jarang diberikan penjelasan yang luas dan komprehensif.
Setelah abad ke-10, penulisan syarah terhadap riwayat-riwayat dan kitab-kitab hadis mulai berkembang. Saat ini sudah ada ratusan syarah hadis yang besar dan kecil. Kitab Ushul Kafi, Nahjul Balaghah dan Shahifah Sajjadiyah dapat dianggap sebagai orbit penulisan syarah. Salah satu syarah penting riwayat-riwayat Syiah adalah kitab Bihar Al-Anwar yang banyak menjelaskan riwayat-riwayat Syiah. Mulla Sadra, Mulla Shaleh Mazandarani dan Allamah Majlisi menulis syarah terpenting kitab Al-Kafi.
- Penulisan doa
Doa adalah represantatif jiwa penyembahan melalui komunikasi dan munajat dengan sesembahan. Perhatian terhadap doa dan penanaman kandungan pengetahuan tinggi dalam bingkai doa merupakan salah satu metode yang biasa dilakukan dalam sirah para maksum. Penulisan doa juga menjadi salah satu metode populer dalam penulisan hadis. Oleh karena itulah, kita memiliki sebuah khazanah berharga dari doa-doa para maksum.
Disamping penulisan Shahifah Sajjadiyah pada abad ke-1 H, terdapat beberapa tulisan dengan topik “amalan siang dan malam hari”. Hal ini menunjukkan perhatian mereka terhadap pembahasan-pembahasan seperti adab, hal-hal yang disunnahkan dan termasuk doa.
Mishbah Al-Mutahajjid, kitab doa Syiah paling tua ditulis oleh Syeikh Ath-Thaifah (wafat 460). Pewaris besar doa-doa tinggi Syiah, Sayed Ibnu Thawus (wafat 664) memiliki berbagai macam kitab doa dan menulis kitab doa Iqbal Al-A’mal dengan indah. Kaf’ami, penulis berbagai kitab seperti Mishbah wa Balad Al-Amin juga termasuk penulis populer doa. Mafatih Al-Jinan karya Syeikh Abbas Qommi (wafat 1319 H.S) merupakan tulisan terakhir doa yang memiliki popularitas khusus dan memanfaatkan koleksi sumber-sumber doa Syiah yang sangat kaya.
Di kalangan Ahlu Sunnah, penulisan doa sangat sedikit dan tidak begitu mendalam sehingga tidak dapat dibandingkan dengan penulisan doa di kalangan Syiah dari sisi manapun.
(Selesai)
Ringkasan Vizhegiha-ye Hadis-e Syieh (M. Kazem Taba’tabai)
[1] Al-Fihrist, Syeikh Thusi, Halaman 218.
[2] Lihat: Rijal Najasyi, Halaman 39.
[3] Muqaddimah Fathul Bari, Halaman 488.
[4] Yang dimaksud tahap pertama tulisan-tulisan hadis Syiah adalah ushul hadis yang biasanya tidak berporos kepada penulisan tematis. Silahkan lihat: Tarikh-e Hadis-e Syieh, Asr-e Hozuor, Hadis Dar Asr-e Shadiqain (Sejarah Hadis Syiah, Masa Kehadiran Imam, Hadis Masa Imam Baqir dan Imam Shadiq).
[5] Ucapan ini tidak berarti menguatkan seluruh kandungan yang ada dalam kitab Qais bin Sulaim saat ini, namun disampaikan hanya dengan bersandar kepada reportasi valid kitab Sulaim bin Qais yang asli.
[6] Penulis kitab Tuhaf Al-‘Uqul.
[7] Lihat: Tuhaf Al-‘Uqul, Halaman 61.
[8] Rijal Najasyi, Halaman 31, 32, 42, 63, 66, 68, 82, 89 dan…
[9] Lihat: Tuhaf Al-‘Uqul, Halaman 458 – 476.
[10] Bihar Al-Anwar, Jilid 3, 4, 5 dan separuh dari jilid 6.
[11] Lihat: Wasail Asy-Syiah, tentang Adab Safar, Jilid 12, Halaman 1 – 313; Adab Hidangan, Jilid 24, Halaman 239 – 431; Adab Makan dan Minum, Jilid 25, Halaman 1 – 287.
[12] Lihat: Rijal Najjasyi, Halaman 37; Khulashah Al-Aqwal, Halaman 245.
[13] Terkait kritisi sanad, silahkan lihat: Mir’ah Al-‘Uqul, Allamah Muhammad Baqir Majlisi yang menganggap banyak riwayat kitab Al-Kafi sanadnya lemah.
Berkenaan dengan teks, juga lihat: Syarh Mulla Shaleh Mazandarani, Jilid 12, Halaman 169 – 174, Catatan kaki Allamah Sya’rani dan lain-lain.