Kritik Disertasi “Kesatuan Mistis Dalam Filsafat Illuminasi” (Bagian 1)
- Pendahuluan
Salah satu masalah utama hikmah/filsafat adalah bagaimana memahami mâ ba’da at-thabî’ah (metafisika). Masalahnya adalah bagaimana dan dengan cara apa diperoleh pemahaman metafisika? Aristoteles dan para filosof Peripatetik mengemukakan metode burhânî (aksiomatik) dan ‘aql (rasio). Adapun Suhrawardi menawarkan—di samping burhânî—kasyf (penyingkapan batin) dan taalluh (aspek ketuhanan). Oleh karena itu, metodelogi Suhrawardi berbeda dengan metodelogi para filosof pendahulunya. Suhrawardi membuktikan bahwa kasyf dan taalluh yang digunakan untuk menyingkap tirai alam non-materi kiranya dapat dibungkus dan dijelaskan dengan pendekatan burhânî dan istidlâl (argumentatif).
Filsafat Illuminasi (Isyrâqi) dicetuskan oleh Syihab al-Din Yahya al-Suhrawardi yang digelari dengan Syaykh al-Isyrâq. Filsafat Isyrâqi Suhrawardi sebenarnya berakar pada gagasan Ibn Sina dalam karyanya “al-Hikmah al-Masyriqiyyah” yang mengindikasikan adanya “Filsafat Timur” yang berbeda dari filsafat yang selama ini dikenal di kalangan kaum Peripatetik[1], yakni bahwa filsafat mereka terlalu mendasarkan kepada kemampuan rasio.
Suhrawardi telah membangun suatu perspektif intelektual yang berpengaruh besar pada dunia Islam sebelah Timur dan khususnya pada Mulla Shadra, dan di abad modern, Khomaini dan sebagainya.[2]
Selain karya Ibn Sina al-Hikmah al-Masyriqiyyah yang telah membentuk fondasi filsafat Suhrawardi, masih terdapat karya Ibn Sina yang lain yakni Hikayat Penglihatan (atau kisah-kisah) serta trilogi Hayy Ibn Yaqthân, Risalatal-Thayr, dan Salman wa Absal. Dalam “Logika Bangsa Timur” (Manthiq al-Masyriqiyyin) Ibn Sina menolak karya-karyanya sendiri yang terdahulu yang pada umumnya bersifat Aristotelianisme dan hanya cocok untuk orang-orang awam, sebagai gantinya ia menawarkan Filsafat Timur (al-Hikmah al-Masyriqiyyah) bagi kaum elite. Sedangkan dalam triloginya, Ibn Sina membahas siklus menyeluruh dari tamasya gnostik dari “dunia bayangan” ke Kehadiran Ilahi, yakni dunia Timur yang benderang.[3]
Untuk lebih mengetahui secara ringkas, tema apa saja yang diangkat Ahmad Asmuni dalam disertasinya,[4] daftar isi dari disertasi dengan judul “Kesatuan Mistis dalam Filsafat Illuminasi” terdapat di bawah ini:
BAB I. PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
- Rumusan dan Batasan Masalah
- Tujuan dan Kegunaan Penelitian
- Tinjauan Pustaka
- Metodologi Penelitian
BAB II. BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN SUHRAWARDI
- Riwayat Hidup Suhraward
- Karya-karya Suhrawardi
- Pemikiran Pra-Suhrawardi
- Gagasan-gagasan Kesatuan Mistis sebelum Suhrawardi
BAB III. FILSAFAT ILLUMINASI (HIKMAT AL-ISYRÂQ) SUHRAWARDI
- Sumber Ajaran Suhrawardi
- Karakter Filsafat Suhrawardi
- Emanasi (al-Faydh) dan Illuminasi (al-Isyraq)
BAB IV. KESATUAN MISTIS DAN PENGALAMAN UNITER
- Landasan Ontologis Kesatuan Mustis: Ilmu Hudhuri
- Tingkatan-tingkatan Kesatuan Mistis
- Tercapainya Kesatuan Mistis dan Realitas Pengalaman Uniter
BAB V. PENUTUP
- Kesimpulan
- Saran
- Critical Review secara Umum
Disertasi ini telah mendeskripsikan tentang konsep kesatuan mistis dalam filsafat illuminasi Suhrawardi dan landasan ontologisnya serta fase-fase dalam mencapai pengalaman uniter. Secara umum, metodologi penulisan disertasi ini juga telah memenuhi standar penulisan karya ilmiyah untuk standar disertasi.[5]
[1]Filsafat Peripatetik adalah sistetis pemikiran yang berasal dari Aristotelianisme dan Neo-Platonisme, baik aliran Athena maupun Alexandria dengan wahyu Islam. Para fisolof Islam yang sering disebut juga sebagai kaum Peripatetik berusaha memasukkan isi ajaran yang berasal dari wa hyu Allah ke dalam ajaran filsafat Yunani. Yang termasuk dalam golongan ini antara lain al-Kindi, al-Farabi, dan Ibn Sina. Lihat Seyyed Hossein Nasr,”Theology, Philosophy, and Spirituality”, dalam World Spirituality, (Grossroad Publishing Company, 1991), diterjemahkan oleh Suharsono dan Jamaluddin MZ, Intelektual Islam, Filsafat dan Gnosis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 3
[2] Seyyed Hossein Nasr,”Science and Civillization in Islam”, (Cambridge: Harvard University Press, 1968), diterjemahkan oleh Mahyuddin, Sains dan Peradaban dalam Islam, Bandung: Penerbit Pustaka, 1986), cetakan ke-1, hal. 270.
[3] Seyyed Hossein Nasr,”Science and Civillization in Islam”, hal. 274.
[4] Ahmad Asmuni, Kesatuan Mistis dalam Filsafat Illuminasi, sebuah Disertasi untuk meraih gelar Doktor dalam bidang Ilmu Agama Islam, di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008 M-1429 H.
[5] Lihat: Penyusunan Proposal Tesis/ Disertasi. Dikeluarkan oleh: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. h. 13. terdapat 8 standar yang telah ditetapkan, yaitu:
- Abstrak harus dengan 300-500 kata dan disalin dalam dua bahasa asing yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris.
* Poin pertama ini jelas telah dilakukan oleh Anshori.
- Jumlah halaman 1.5 spasi kuarto/ A4 minimal 200 halaman.
*Ahmad Asmuni memenuhi kriteria ini karena menyelesaikan tulisannya sebanyak 238 halaman.
- Jumlah rujukan/literatur minimal 60.
* Ahmad Asmuni melampaui ini karena menggunakan 94 literatur. Namun sangat disayangkan, karena kebanyakan literatur yang digunakan dalam disertasi ini hanya terdiri dari bahasa Arab dan bahasa Inggris serta bahasa Indonesia. Beberapa literatur Barat yang digunakan pun terjemahan. Yang paling penting, literatur dalam bahasa Persia yang notabene adalah bahasa Ibu Suhrawardi yang pandangannya diteliti oleh penulis justru tidak ada satu pun. Padahal, literatur bahasa Persia itu sangat penting karena banyak syarah dan gagasan/pemikiran filsafat Isyraq ditulis dalam bahasa Persia. Hal ini tentu saja merupakan suatu kelemahan mendasar, karena selayaknya sebuah karya ilmiah dengan kategori disertasi, menuntut penulisnya mengambil rujukan yang mumpuni, utamanya dengan merujuk kepada literatur-letiratur yang banyak membahas dan menganalisa tema yang bersangkutan.
- Waktu Penelitian.
*Untuk poin ini penulis tidak mendapatkan info tentang berapa lama waktu yang diperlukan Ahmad Asmuni dalam menggarap disertasinya.
- Materi Penelitian, harus bersifat mandiri dan orisinal dapat menemukan hal yang lain/baru.
*Untuk poin ini, dalam kajian kesatuan mistis dalam filsafat Illuminasi, Ahmad Asmuni memang orang pertama yang melakukannya di Indonesia.
- Penemuan. Hasil disertasi diharuskan menemukan kajian baru.
*Pada poin ini Ahmad Asmuni dinilai telah menemukan konsep kesatuan mistis dan landasan ontologisnya serta fase-fase dalam mencapai pengalaman uniter dalam filsafat illuminasi Suhrawardi.
- Beban Studi, total disertasi 24 sks.
*Ahmad Asmuni telah melewati rangkaian ujian sesuai prosedur yang telah ditetapkan sehingga Anshori berhak didaulat menjadi seorang Doktor pada ilmu agama Islam.
- Publikasi, Wajib untuk Nasional/Internasional.
*Disertasi Ahmad Asmuni ini bukan hanya digunakan di kalangan akedemisi Syarif Hidayatullah Jakarta, namun disertasinya juga telah dibukukan dan dapat dinikmati oleh masyarakat secara umum.