Mencetak Generasi Sulaemani
Robighfirli wali walidayya warhamhuma kama robbayani shaghiro[1]
Ya Allah ampunilah saya dan kedua orang tua saya. Kasihilah keduanya sebagaimana mereka telah merawatku sewaktu kecil
Gaung syahadah Qaseem Sulaemani hingga hari ini terus menggema, hari yang menurut rahbar disebut sebagai ejawantah dari yaumullah, hari-harinya Allah. Hari hari yang direstui Allah swt. Pada saat momentum khutbah akbar shalat Jumat di Teheran.
Sang jendral ini sebuah anugrah, dia adalah jendral yang tidak sibuk dengan pangkat dan embel-embel, namun prestasinya mengungguli para jendral dengan rentetan embel-embelnya. Alangkah bahagia jika kita memiliki generasi seperti beliau, generasi biologis anak-anak kita, maupun generasi idiologis yang se ide dengan beliau.
Benar ketika Rahbar mengatakan untuk tidak melihat jendral sebagai sebuah individu, melihat jendral sebagai suatu madzhab, sebagai suatu garis pilihan hidup, prototipe idiologis yang layak jadi panduan. Namun penulis garis bawahi bahwa penerima ide ini jelas bukan sembarangan orang, harus dari orang-orang yang membuka diri, mau menerima kebenaran tanpa melihat sumber munculnya, menerima kebenaran walau datang dari orang gila. Lihatlah apa yang dikatakan bukan siapa yang mengatakan.
Sepeninggal Jendral jika beliau hanya diperkenalkan sebagai individu maka tidak menunggu satu tahun akan tenggelam. Akan dilupakan oleh masyarakat. Jelas ini akan membuat perjuangan dan pengorbanan jendral serta para pendahulunya akan sia-sia, akan terhenti begitu saja. Demikian halnya dengan syahadah Imam Husain as serta keluarga dan sahabat beliau, harus dihidupkan sebagai sebuah mazhab cara pandang hidup.
Kita semua yakin bahwa Qods akan terbebaskan, muslimin akan merdeka melaksanakan salat jumat di Masjid Quds. Hal ini tidak akan terjadi begitu saja, harus ada sebab akibat. Harus ada yang menjadi ladang penyiap.
Generasi 70-90 kini sudah menjadi orang tua, sudah memiliki anak dan sibuk mencari nafkah untuk keluarga, mungkin cukup terlambat kalau berharap kepada individu generasi ini, generasi yang semestinya tepat digadang-gadang adalah generasi selanjutnya. Karena itu penulis berkesimpulan bahwa generasi 70-90 semestinya menjadi ladang penyiap untuk generasi yang akan datang. Generasi yang kita harap menjadi individu Jendral Sulaemani.
Robighfirli wali walidayya warhamhuma kama robbayani shaghiro
Dalam doa yang kita hapal sejak kecil ini, kita diajari untuk pertama meminta ampun atas diri kita, Robighfirli, li untuk saya, ampunilah saya. Baru kemudian kita berdoa dan juga untuk kedua orang tua saya. Dan uniknya ketika kita rangkai pada ayat lain kita temukan, qu anfusakum wa ahlikum naro[2], disini ayah terlebih dahulu diperintahkan untuk membenahi diri, jadi dua hal ini sebenarnya adalah suatu kombinasi cantik, anak memperbaiki diri, sang ayah juga memperbaiki diri, keluarga menjadi kumpulan orang-orang yang memperbaiki diri. Ketika sang ibu berasal dari keluarga yang tuntas melakukan robighfirli, maka lengkap, keluarga ini menjadi kumpulan orang yang memperbaiki diri.
Dalam robighfirli tentu ada maksud dibaliknya. Mengapa seorang anak disuruh meminta maaf dulu untuk dirinya. Makna lain dari meminta maaf pada Allah untuk diri sendiri ini adalah upaya untuk membersihkan diri, hal ini kurang lebih sepadan dengan bertaubat, kita memohon ampun kepada Allah atas semua kesalahan dan kekeliruan yang kita lakukan. Sehingga kita memiliki hati yang bersih, menjadi lebih dekat kepada Allah, menjadi diridoinya.
Ketika kita telisik, dalam persyaratan dikabulkannya doa adalah kebersihan hati orang yang berdoa, semakin bersih hati orang yang berdoa maka kemungkinan untuk dikabulkannya doa semakin besar.
Kedua, salah satu peninggalan manusia yang begitu berharga adalah anak shalih shalihah, dimana hal itu menjadi amal yang tetap dikirimkan pahalanya kepada orang tua walau mereka sudah meninggal, jika orang itu berada di siksaan kubur, amal salih anaknya bisa mengurangi siksaan itu.
Karena itu tidak sedikit orang tua yang berusaha menemukan metode mendidika anak yang benar, sehingga anak tumbuh menjadi manusia yang dicintai Allah, menjadi manusia yang bersih dan berjalan di jalan kebenaran. Menjadi manusia yang diampuni oleh Allah swt. Para orang tua memperiapkan diri sedemikian rupa, membaca buku-buku dari berbagai pendidik, berdiskusi, melakukan konsultasi dengan pakar-pakar pendidikan anak serta berbagai hal yang bisa mendukung dalam menumbuhkembangkan seorang anak sehingga menjadi manusia yang baik dan berguna. Menjadi anak yang bersih dari dosa.
Keinginan yang jelas bukan untuk kepentingan pribadi sehingga nanti ketika mati akan didoakan anakknya itu, lebih kepada keinginan bahwa jika anak dalam kondisi bersih dan suci maka anak ini akan selamat dalam menjalani dunia hingga akhirat nanti, karena alami ketika seorang tua berharap anaknya selamat hingga di akhirat nanti,
Ini memberi gambaran kepada kita betapa memang selayaknya diawali dengan robighfirli dulu, anak meminta maaf dulu, menjadi baik dulu dirinya sehingga bisa menjadikan orang tuanya menjadi manusia yang diampuni.
[1] وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا Qs Isra: 24.
[2] قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ Qs Tahrim: 6