Menemukan Relasi antara Gus Dur dan Budaya ke Pasar (Bagian 2)
Gus Dur mewarisi tradisi para Nabi dan utusan Tuhan yang akrab dengan bermacam-macam pasar. Karena beliau ahli suq (senang ke pasar) maka beliau adalah manusia yang beradab dan berbudaya. Maka, setiap orang yang memiliki peradaban dan mencintai kebudayaan pasti mencintai Gus Dur, apapun agama, aliran dan keyakinannya.
Gus Dur biasa bersinggungan dengan pelbagai budaya. Gus Dur adalah Bapak Budaya. Karena Gus Dur masuk-keluar pasar, dari pasar senin ke pasar turi, dari pasar kramat jati ke pasar gunung jai, dari pasar Kairo sampai Pasar Baghdad, maka Gus Dur kaya budaya sehingga tidak gampang tersinggung, tidak merasa paling benar, tidak merasa paling suci, tidak pernah mengkafirkan sana-sini.
Bagi Gus Dur, beda pendapat itu sangat mungkin bisa didamaikan dan diharmoniskan. Beda pendapat tidak mesti menjadi penghalang untuk menjalin komunikasi dan silaturahmi. Yang susah didamaikan adalah beda pendapatan. Dan dalam realita kehidupan, sering kali perbedaan pendapat antar agama dan intra agama yang dianggap sebagai pemicu konflik horizontal, ujung-ujungnya adalah karena perbedaan pendapatan. Artinya, ada oknum-oknum yang memancing di air yang keruh dengan memanfaatkan sentimen dan perbedaan keagamaan.
Gus Dur bersahabat dengan apapun dan siapapun. Musuh Gus Dur adalah musuh kemanusiaan. Siapapun yang menzalimi manusia; siapapun yang menciderai hak-hak asasi manusia; siapapun yang tidak memanusiakan manusia adalah musuh besar Gus Dur, tidak peduli apapun agama dan keyakinannya. Sebaliknya, siapapun yang menegakkan keadilan di tengah masyarakat; siapapun yang menjunjung hak asasi manusia; siapapun yang memuliakan manusia adalah sahabat Gus Dur, apapun agama dan keyakinannya. Bagi Gus Dur, manusia itu memiliki kemuliaan inheren yang tidak dapat dipisahkan dimanapun dan kapanpun. Selama menjadi manusia, seseorang harus dimuliakan. Pantang bagi Gus Dur untuk membela yang bayar, apalagi membela yang kasar. Gus Dur membela siapapun yang tertindas, tanpa peduli suku, agama, dan asal usulnya. Setan dimusuhi oleh Gus Dur karena setan adalah musuh kemanusiaan. Tapi yang lebih jahat daripada setan adalah manusia yang memaksakan kehendak dan pendapatnya kepada orang lain. Setan dengan segala kehebatannya tidak pernah memaksa-maksa manusia; ia hanya mengajak manusia ke jalannya secara persuasif, bukan dengan cara-cara represif.
Ibn Sirin mengatakan:
إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم
Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Maka perhatikanlah dari siapakah kalian mengambil agama kalian.
Gus Dur sebagai insan yang beradab senantiasa menawarkan kelonggaran, kemudahan dan keceriaan. Islam sebagai agama yang dianut oleh Gus Dur adalah agama yang menekankan kemudahan dan kelonggaran. Dalam sebuah pesan abadi kepada sahabatnya Mua’dz bin Jabal, Nabi saw bersabda: Permudahlah dan jangan kau persulit! Dalam pesan yang lain, beliau mengatakan: Sampaikan berita gembira dan jangan tebar kebencian!
Dewasa ini di tengah ketidakadilan global dan berkecamuknya pelbagai konflik antar agama dan intra agama—sebagai sahabat Gus Dur—kita jangan sampai hanyut dan tenggelam dalam aliran dan melupakan sumber; jangan sampai meributkan bungkus dan kemasan dan melalaikan isinya; jangan sampaikan sibuk mendiskusikan tema-tema dan persoalan-persoalan remeh-temeh dan mengabaikan isu-isu besar kebangsaan yang menyangkut ketidakadilan, dekadensi moral remaja dan keterjajahan mental anak bangsa.
Gusdurian dan sahabat Gus Dur adalah mereka yang inklusif dan tidak eksklusif; mereka yang pintu hati dan pikirannya terbuka untuk semua kalangan. Gusdurian dan sahabat Gus Dur adalah mereka yang yakin dan siap gotong royong untuk membangun “rumah kemanusian” yang berkeadilan dan berkemajuan dengan dasar: saling asah, saling asih, dan saling asuh. Gusdurian dan sahabat Gus Dur adalah mereka yang tidak hanya kenal dan masuk satu pasar dan satu pintu, tapi mereka yang terbiasa “berbelanja” dan “berdialog” di banyak pasar dan banyak pintu, sehingga tidak ada istilah mentok atau jalan buntu, tidak ada klaim surgaku tapi surga kita atau surga Tuhan (jannati), tidak ada sebutan kelompokku atau golonganku tapi saudara kita.
Gusdurian dan sahabat Gus Dur adalah orang-orang yang merayakan perbedaan pelangi karena pelangi tampak indah justru karena perbedaan warnanya. Hanya yang buta yang tidak menikmati keindahan pelangi. Hidup semakin hidup karena adanya perbedaan di sekitar kita. Kalau setiap perbedaan harus dilenyapkan maka tiadalah kehidupan.
Subtansi agama bukan hanya banyak shalat; banyak puasa dan ibadah-ibadah lainnya, tapi inti agama adalah memuliakan orang yang beriman dan memanusiakan manusia.
Tahukakah kalian siapakah orang yang mendustakan agama itu? Itulah orang yang menghardik anak yatim (melakukan kekerasan terhadap orang yang lemah). Dan tidak menganjurkan untukmemberi makan orang miskin(tidak memiliki kepekaan sosial dan membangun ekonomi umat). Dan celakalah orang yang mengerjakan shalat.Yaitu orang yang lalai dalam shalatnya. Rajin shalat dan rajin korupsi. Rajin shalat tapi lisan dan tangannya juga rajin menyakiti orang lain.
Ditulis sebagai Refleksi dalam acara Haul Gus Dur ke-7
Syekh M. Ghazali