Munafik Menipu Dirinya Sendiri
Munafik Menipu Dirinya Sendiri
Ayatullah Syaikh Makarim Syirazi mengatakan: Masyarakat tak pernah kosong dari orang munafik.. Dikatakan sebagai musuh paling berbahaya, adalah karena munafik itu berbaju kawan berhati lawan. Alquran memberitahu bahwa kaum munafik itu musuh, maka waspadailah mereka! (QS: al-Munafiqun 4); Allah perangi mereka (QS: at-Taubah 30); dan mereka berada di dalam neraka paling bawah (QS: an-Nisa 145).
Rasulullah saw bersabda:
اني لا اخاف على امتي مؤمنا ولا مشركا اما المؤمن فيمنعه الله بإيمانه واما المشرك فيقمعه الله بشركه, ولكني اخاف عليكم كل منافق عالم اللسان يقول ما تعرفون ويفعل ما تنكرون
“Aku tidak mengkhawatirkan orang mukmin dan orang musyrik terhadap umatku. Orang mukmin dijaga Allah melalui imannya, dan orang musyrik dikekang Allah melalui kesyirikannya. Tetapi aku mengkhawatirkan terhadap kalian setiap orang munafik di dunia lisan; dia mengatakan apa yang maruf tapi melakukan apa yang mungkar bagi kalian. (Nahjul Balaghah, Surat 27; dan Mizan al-Hikmah, bab 3934)
Firman Allah: وَ مِنَ النَّاسِ مَن يَقُوْلُ آمَنَّا بِاللهِ وَ بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَ مَا هُم بِمُؤْمِنِيْنَ; “Di antara manusia ada yang berkata, “Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.”, menurut Syahid Mutahari adalah alasan mengapa kemunafikan dinilai lebih berbahaya dari kekafiran.
Dalam buku tafsir beliau, Asyna`i ba Qur`an, tentang ayat 6 sampai 18 surat al-Baqarah, mengatakan: Di dalamnya Alquran berbicara tentang kufur tak lebih dari dua ayat, sedangkan tentang nifâq beberapa ayat. Alquran membicarakan kaum munafik dalam sekitar tigapuluh surat, dan sampai-sampai terdapat satu surat di dalam Alquran dengan nama al-Munafiqun (Kaum Munafik).
Pengertian Nifâq
Nifâq (kemunafikan) artinya dua macam muka. Manusia bisa berpura-pura. Kalaupun ada binatang cerdik yang bisa demikian, kemampuannya dalam berpura-pura takkan menandingi manusia. Karena manusia lebih berkembang dari binatang.
Sifat tercela ini lahir dari perkembangan manusia. Sebab, orang semakin badui semakin sedikit kemunafikannya. Anak kecil tidak munafik. Bila di satu acara, ia tak menolak tawaran makanan yang dia mau, bahkan jika menginginkannya dia ekspresikan kemauannya dengan menangis. Sedangkan orang dewasa, dalam satu pertemuan saat ditawari makanan yang sangat dia mau, dia bilang tidak!
Manusia dari sisi peradaban semakin meningkat, kemampuan dalam kemunafikan semakin besar. Negara penjajah ketika datang, tidak mengatakan, Kami akan mengambil kekayaan negeri Anda. Tetapi mengatakan, Kami datang untuk membangun negeri Anda. Kelihatannya demikian, mereka menggarap satu dua jalan. Di balik apa yang mereka perbuat untuk rakyat, mereka mengambil seribu kali keuntungan. Kalimat yang mereka pakai itu adalah kemunafikan. Maknanya benar, tetapi kenyataannya tidak.
Seorang Afrika mengungkapkan: Pada suatu hari bangsa Eropa datang ke negeri kami. Kami memiliki tanah, sedangkan mereka memegang Injil. 40-50 tahun kemudian, kami memegang Injil, tapi tanah sudah di tangan mereka. Inilah makna kemunafikan.
Munafik Menipu Dirinya Sendiri
Alquran banyak bicara tentang kaum munafik, pada hakikatnya adalah sebuah peringatan bagi muslimin, agar selalu waspada terhadap kaum munafik. Jangan sampai tertipu oleh mereka. Sebab, munafik tak hanya ada di masa awal Islam. Di setiap zaman ada orang munafik. Mereka masuk di tengah barisan muslimin, menampakkan Islam dan menusuk dari belakang.
Dalam Alquran dikatakan: يُخَادِعُوْنَ اللهَ وَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا ; “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman..”
Andai dengan kata “yakhda’una” dalam ayat suci ini, yakni “mereka menipu Allah”, mustahil Allah bisa ditipu. Tetapi dengan kata “yukhâdi’ûna”, yakni “mereka hendak berbuat tipu daya terhadap Allah”. Lalu dikatakan, وَ مَا يَخْدَعُوْنَ إِلاَّ أَنفُسَهُم وَ مَا يَشْعُرُوْنَ; “padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak sadar.” Orang yang ingin menipu Tuhan telah menipu dirinya sendiri. Mengapa?
Sesungguhnya kebenaran tak dapat ditipu. Siapapun yang berfikir bisa menipu kebenaran, sebenarnya telah menipu dirinya sendiri. Dokter bisa ditipu, tetapi pengobatan tak bisa ditipu. Orang bisa berbohong kepada dokter, dan dengan cara ini dia menipunya. Ketika dokter tanya, “Apakah Anda sudah minum obat yang saya berikan?”
“Ya”, jawab pasien. Padahal dia tidak meminumnya. Kesimpulannya, dia tidak mengikuti saran dokter, dengan mengatakan, “Sudah saya lakukan!” Di sini dokter tertipu, tetapi pengobatan takkan tertipu dan pada kenyataannya pasien itu sendiri lah yang tertipu. Sebab, dokter memberi resep sesuai pengakuan pasien. Dengan demikian pasien munafik yang berbohong, sakitnya hari demi hari semakin parah hingga keberadaannya di ambang kematian.
Muslimin dapat ditipu, dan mereka disusupi. Tetapi Allah Yang Maha benar takkan bisa tertipu, dan pada hakikatnya kaum munafik telah menipu diri mereka sendiri.
Referensi:
Asyna`i ba Qur`an (2)/Syahid Mutahari