Peran Kaum Wanita pada Pra Tragedi Asyuro, Ketika Asyuro, dan Pasca Tragedi Asyuro
Sosok wanita adalah sosok penting dalam kehidupan. Mereka adalah kunci madradsah pendidikan utama bagi seorang anak. Selain itu sering juga disebut bahwa di setiap kesuksesan seorang laki-laki ada peran seorang perempuan dibelakangnya, baik itu ibunya atau dan istrinya.
Megatragedi Asyuro adalah tragedi yang secara gamblang telah sukses menjaga agama Muhammadi hingga akhir zaman. Kesuksesan yang nantinya akan dituntaskan dengan keberadaan shahibul asri wa zaman Imam Mahdi Afj. Menjadi utuh sempurna sebagaimana seharusnya.
Pra tragedi Asyuro
Ketika kita menilik ulang apa saja yang terjadi sebelum asyuro, maka kita bisa melihat ada beberapa wanita dengan peran pentingnya.
Fatimah Az Zahra
Jelas Wanita mulia penghulu seluruh wanita ini dengan pendidikan yang diberikan kepada Imam Husain AS baik sejak dalam kandungan, masa menyusui juga ketika menjadi anak-anak, beliau adalah salah satu pembentuk karakter mulia yang dimiliki sayidu syuhada. Tentu tanpa melepaskan peran Rasulullah S AW dan juga Imam Ali dalam memberikan bimbingan dan teladan secara nyata. Namun tetap masa kanak-kanak dan masa pertumbuhan Imam Hasan tetap lebih banyak dihabiskan bersama ibunda tercinta.
Sayidah Fatimah Az Zahra tidak hanya menjadi faktor kesuksesan Imam Husain, beliau juga adalah pendidik srikandi Karbala yang akhirnya juga menjadi wanit cerdas dengan gelar “Aqilah Bani Hasyim”. Tentu ini juga adalah peran besar dan sentral dari seorang ibu, seorang ibu dari para aimah, mengingat Sayidah fatimah adalah orang-orang yang juga mengetahui bahwa kejadian memilukan asyuro pasti akan terjadi. Sebagai seorang ibu, sebagai seorang hamba jelas beliau juga memberikan persiapan terbaiknya. Sebagai bentuk keteladaan seorang wanita, juga sebagai seorang ibu dihadapan anak-anaknya.
Bagaimana beliau mempersiapkan anak-anaknya yang akan menjadi seorang syahid secara mental dan spiritual.
Ummul Banin
Istri Imam Ali bin Abi Thalib yang kita kenal dengan Ummul Banin, bunda Abbas bin Ali bin Abi Thalib (Abul Fadhl , Qamar Bani Hasyim), sosok wanita pemberani dari kabilah pemberani. Kesuksesan Abbas sebagai manusia pilihan dan pejuang pembela Imam yang juga saudaranya adalah tidak lain di dukung dan dipersiapkan oleh wanita mulia yaitu Ummul banin ibunya sendiri. Kita tahu bahwa pecinta Ahlul Bait menyakini Abul Fadhl Abbas memiliki kedudukan maknawi yang tinggi. Mereka memandangnya sebagai pintu permintaan hajat-hajat (Bab al-Hawāij) dan bertawassul kepadanya. Ini adalah buah karya abadi umi Ummul Banin yang harus ditulis dengan tinta emas dalam sejarah.
Dalam sejarahnya memang semua berkaitan, karena Imam Ali sendiri memang sengaja mencari seorang istri pemberani, dari kabilah pemberani, keturunan para pemberani. Jadi Imam Ali juga memiliki andil dalam mempersiapkan sosok berkepribadian mulia Abbas bin Ali bin Abi Thalib.
Kita lihat disini bahwa Imam Ali sendiri adalah sosok yang sudah tuntas dalam segala kualifikasi, namun untuk seorang istri demi keturunan mulia nantinya, beliau juga memilih wanita mulia, dan pemberani dimana disini terpilihlah Ummul Banin.
Hal ini juga berlaku dalam pemilihan sayidah Fatimah Zahra AS sebagai seorang istri, jadi hal ini tidak menafikan peran Imam Ali AS atau sebaliknya yaitu peran Sayidah Fatimah istri beliau.
Thauah ibu dari walad
Wanita ini juga menunjukkan perannya dalam rangkaian perjuangan panjang asyuro, beliau adalah wanita pecinta ahlul bait yang membuka pintu untuk Muslim bin Aqil, sebuah keberanian luar biasa, tindakan murni seorang pecinta demi melindungi utusan Imam Zaman Husain bin Ali waktu itu.
Ketika Asyuro
Kesiapan mental spriritual
Para srikandi karbala secara psikologis mereka memiliki emosional jauh lebih tinggi, perasaan lebih dalam dan lebih halus dibanding laki-laki, mereka padahal harus melihat anak, saudara dan sahabat dibantai dengan sadis, jelas ini adalah sosok-sosok luar biasa. Ketika sampai ke tahap Ma roaitu illa Jamila, “Aku tidak melihat melainkan keindahan” ini menunjukkan mental dan spiritual yang berbeda dari yang lain.
Syarat dalam pernikahan Sayidah Zainab adalah tidak dipisahkan dari Imam Husain AS, ini adalah bagian dari persiapan pra tragedi Asyuro, karena Imam Husain AS adalah Imam Zamannya, membela Imam Zaman bagi srikandi ini jelas paling utama, aqilah bani hasyim (sayidah zainab) melakukan pembelaan secara teologis, sebagaimana sayidah zahra membela Imam Ali bin Abi Thalib AS, yang mana hal ini bukan karena hubungan suami istri dan kekeluargaan semata, sayidah zainab pun sama beliau tidak membela karena Imam Husain adalah abangnya, tapi karena beliau adalah Imam baginya, yang paling utama dibanding makhluk yang lain diwaktu itu. Pembelaan beliau adalah pembelaan teologis.
Sayidah Zainab sudah menerima permintaan pertolongan dari Imam Husain sebelum Imam Husain AS memintanya. Menjalankan amanah dari ibunda beliau Sayidah Zahra AS.
Sayidah Zainab tidak membela sekedar sebagai saudara, jelas hal ini tidak mungkin bagi sosok aqilah bani hasyim, wanita tercerdas dari bani Hasyim. Beliau lebih memahami mana yang paling penting dari hal-hal yang sangat penting.
Pembelaan para wanita di asyuro semua dengan satu kekuatan yaitu ketaatan kepada Imam Zamannya, hal ini juga menjelaskan bahwa dalam kejadian Asyuro adalah antara orang-orang yang taat kepada Imam Zamannya dan orang yang tidak mentaatinya.
Pasca Asyuro
Persiapan ini menjadi bekal juga bagi para srikandi Karbala setelah kejadian Karbala, menjadi pembawa tongkat estafet menduniakan apa-apa yang terjadi di Karbala, yang terjadi pada Imam Zaman waktu itu kepada siapapun dan dimanapun. Hingga akhirnya asyuro bisa sampai kepada kita, Islam menjadi tetap terjaga.