Pidato Syiqsyiqiyyah; Benarkah Berasal dari Imam Ali ra.? (2 – Terakhir)
Kedelapan: Ibnu Babaweih
Bernama asli Abu Ja’far Muhammad bin Ali, Ibnu Babawaih (w. 381 H) menulis, “Muhammad bin Ibrahim ibn Ishaq al-Thalaqani mengatakan kepada kami bahwa Abdul Aziz bin Yahya al-Jaludi (w. 332 H.) mengatakan kepadanya bahwa Abu Abdullah Ahmad Ibnu Ammar bin Khalid mengata¬kan kepadanya bahwa Yahya bin Abdul Hamid al-Hammani (w. 228 H.) mengatakan kepadanya bahwa Isa bin Rasyid meriwayatkan pidato Syiqsyiqiyyah dari Ali bin Hudzaifah, dan dia dari Ikrimah dan dia dari Ibnu Abbas.” (Ilal al-Syara’i, bab 12, hlm. 360-361).
Kesembilan: Muhammad Majlaweih
Ibnu Babaweih juga mencatatkan rangkaian sanad berikut, “Muhammad bin Ali Majilawaih meriwayatkan pidato ini kepada kami, dan ia mengambilnya dari pamannya Muhammad bin Abil Qasim, dia dari Ahmad bin Abi Abdillah (Muhammad bin Khalid) al-Barqi dan dia dari ayahnya dan dia dari Muhammad bin Abi Umair dan dia dari Aban bin Utsman dan dia dari Aban bin Taghlab dan dia dari Ikrimah dan dia dari Ibnu ‘Abbas.” (‘Ilal al-Syara’i’, bab 122, hlm. 146; Ma’ani al-Akhbar, bab 22, hlm. 361).
Kesepuluh: Abu Ahmad al-Askari
Al-Hasan bin Abdillah bin Sa’id al-Askari (w. 382 H.), tergolong ulama besar Ahli Sunnah, juga menuliskan syarah atas pidato Syiqsyiqiyyah, sebagaimana dicatat oleh Ibnu Babaweih dalam ‘Ilal al-Syara’i dan Ma‘ani al-Akhbar di atas tadi.
Kesebelas: Sayid Nikmatullah al-Jaza’iri
Ia menulis, “Penulis Kitab al-Gharat, Abu Ishaq, Ibrahim bin Muhammad al-Tsaqafi al-Kufi (w. 283 H.) telah meriwayatkan pidato Syiqsyiqiyyah melalui rangkaian sanadnya sendiri. Tanggal selesainya menulis buku ini hari Selasa, 13 Syawal 255 H. Pada tahun itu juga, Murtadha al-Musawi lahir. la lebih tua dari saudaranya, Syarif Radhi.” (Al-Anwar al-Nu’maniyyah, hlm. 37).
Kedua Belas: Ibnu Tawus
Sayid Radhiuddin Abul Qasim Ali bin Musa, Ibnu Thawus al-Husaini al-Hilli (w. 664 H.) meriwayatkan pidato ini dari Kitab al-Gharat dengan rangkaian sanad berikut, “Pidato ini diriwayatkan kepada kami oleh Muhammad Ibnu Yusuf, yang meriwayatkan dari Hasan bin Ali bin Abdul Karim al-Za’farani, dan ia (meriwayatkan) dari Muhammad bin Zakariyya al-Ghallabi, dan dia dari Ya’qub bin Ja’far bin Sulaiman, dan dia dari ayahnya, dan dia dari kakek-nya, dan dia dari Ibnu Abbas.” (Al-Thara’if, hlm. 202)
Ketiga belas: Syaikh Thusi
Syaikh al-Tha’ifah, Muhammad Ibnu al-Hasan al-Thusi (w. 460 H.) menulis, “Abul Path Hilal bin Muhammad bin Ja’far, al-Haffar meriwayatkan pidato ini kepada kami. la meriwayatkan dari Abdul Qasim Isma’il bin Ali bin Ali al-Di’bili, dan dia dari ayahnya, dan dia dari saudaranya Di’bil (Ibnu Ali al-Khuza’i), dan dia dari Muhammad bin Salamah al-Syami, dan dia dari Zurarah bin A’yan dan dia dari Abu Ja’far Muhammad bin Ali (al-Syeikh al-Shaduq), dan dia dari Ibnu Abbas.” (Al-Amali, hlm. 137).
Keempat belas: Syeikh Mufid
Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu al-Nu’man, (w. 413 H.), guru Syarif Radhi, menulis tentang rangkaian sanad pidato ini, “Sejumlah periwayat hadis telah meriwayatkan pidato ini dari Ibnu Abbas melalui berbagai sanad.” (Al-Irsyad, hlm. 135)
Kelima belas: Alam al-Huda
Ia adalah Syarif Murtadha, kakak kadndung Syarif Radhi, mencatat pidat ini di hlm. 203-204 dari bukunya, Al-Syafi.
Keenam belas: Abu Manshur al-Thabarsi
Dalam kitabnya yang terkenal, Al-Ihtijaj, ia menulis, “Sejumlah perawi telah meriwayatkan pidato ini dari Ibnu Abbas melalui berbagai sanad. Ibnu Abbas mengatakan bahwa ia bersama Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib di Rahbah. Ketika percakapan beralih ke masalah kekhalifahan dan mengenai mereka yang telah mendahuluinya sebagai khalifah, Amirul Mukminin menghembuskan nafas keluhan dan menyampaikan pidato ini.”
Ketujuh belas: Abu Muzhaffar
Abu Muzhaffar Yusuf Ibnu Abdillah dan Sibth Ibnu Jauzi al-Hanafi (w. 654 H.) menulis, “Guru besar (syeikh) kita, Qasim al-Nafts al-Anbari meriwayatkan pidato ini kepada kami melalui rangkaian sanadnya yang berakhir pada Ibnu Abbas. Ia mengatakan bahwa setelah dilakukan pembaiatan Amirul Muk¬minin sebagai khalifah, ia duduk di mimbar lalu seorang laki-laki dari hadirin bertanya mengapa ia berdiam diri, lalu Amirul Mukminin serta merta menyampaikan pidato ini.” (Tadzkirat Khawashsh al-Ummah, hlm. 73).
Kedelapan Belas: Qadhi al-Syihab al-Khafaji
Qadhi Ahmad bin Muhammad al-Syihab al-Khafaji (w. 1069 H.) menulis setalian dengan keasliannya, “Di antara perkataan Amirul Mukminin Ali dinyatakan, “Sunguh aneh, selama hayatnya ia (Abu Bakar) hendak melepaskan kekhalifahannya, tetapi ia memperkuat fondasinya untuk orang lain setelah matinya.” (Syarh Durrat al-Ghawwash, hlm. 17).
Kesembilan belas: Syeikh Ala al-Daulah al-Simnani
Ia menulis, “Amirul Mukminin Sayyid al-Arifin, Ali bin Abi Thalib a.s., telah menyatakan dalam satu pidatonya yang cemerlang, “Ini syiqsyiqiyyah yang menyembur keluar“. (al-‘Urwah li Ahl al-Khalwah wa al-Jalwah, hlm. 3, cetakan Perpustakaan Nasiriah, India).
Kedua puluh: Abul Fadhl al-Maldani
Abul Fadhl Ahmad bin Muhammad al-Maldani (w. 518 H) menulis sehubungan dengan kata syiqsyiqiyyah, “Satu pidato Amirul Mukminin terkenal dengan nama pidato al-syiqsyiqiyyah (pidato dengusan unta).” (Majma’ al-Amtsal, jld. I, hlm. 369).
Kedua puluh satu: Ibnu al-Atsir al-Jazari
Di lima belas tempat dalam Al-Nihayah, dalam rangka menerangkan kata-kata dari pidato Syiqsyiqiyyah, Abu al-Sa’adat Mubarak bin Muhammad, Ibnu al-Atsir al-Jazari (w. 606 H) telah mengakuinya sebagai pidato Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.
Kedua puluh dua: Syeikh Muhammad Thahir
Ia menerangkan kata-kata itu dalam Majma’ al-Bihar al-Anwar, dan membenarkan pidato ini dari Amirul Muk¬minin Ali bin Abi Thalib dengan ungkapan, “Ali mengatakan demikian.”
Kedua puluh tiga: Abul Fadhl Ibnu Manzur
Ulama besar ali bahasa abad kedelapan ini (w. 711 H) telah mengakui pidato itu sebagai perkataan Ali bin Abi Thalib a.s. Dalam Lisan al-‘Arab (jld. 12, hlm. 54), ia mengata¬kan, “Itu adalah dengusan unta yang mencetus, kemudian mereda.”
Kedua puluh empat: Majduddln al-Firuzabad
Ulama terkenal lain dalam bahasa Arab (w. 816/7 H) ini telah mencatat kata syiqsyiqah dalam kamusnya (Al-Qamus, jld. 3, hlm. 251), “Pidato Syiqsyiqiyyah dari Ali ini dinamakan demikian karena ketika Ibnu Abbas meminta kepadanya untuk meneruskannya dimana ia telah menghentikannya, ia berkata, ‘Wahai Ibnu Abbas! Itu dengusan unta (syiqsyiqiyyah) yang mencetus keluar lalu mereda.”
Kedua puluh lima: Penulis Muntaha al-Adab
Ia dalam buku itu menuliskan, “Pidato Al-Syiqsyiqiyyah dari Ali ini diatributkan kepada Ali (karramallahu wajhahu).”
Kedua puluh enam: Syeikh Muhammad Abduh
Ulama, mufasir termasyhur era mutakhir, dan mufti Mesir ini mengakui pidato Syiqsyiqiyyah sebagai perkataan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. Ia telah menulis catatan kakinya dalam bukunya Syarh Nahjul Baldghah.
Kedua puluh tujuh: Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid
Guru besar di Fakultas Bahasa Arab, Universitas al-Azhar, ini telah menulis anotasi pada Nahjul Baldghah dengan membubuhkan prakata yang, di dalamnya, ia mengakui semua pidato yang mengandung pernyataan-pernyataan menyinggung masalah kekhalifahan itu sebagai perkataan Imam Ali bin Abi Thalib a.s.
Semua penyaksian dan bukti dari berbagai kalangan ulama di berbagai generasi dan era, sulit kiranya menyangkal keaslian pidato Syiqsyiqiyyah ini berasal dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. Pidato ini jelas bukan karangan buatan Syarif Radhi. Selain kesaksian di atas, Syarif Radhi sendiri mengakui keaslian pidato ini dari perkataan Imam Ali.
Dan sejauh ini juga tidak ada satu pun dari penyangkal keaslian pidato ini membawakan satu bukti atas ketidakasliannya ataupun satu baris data yang menunjukkan bila pidato itu karangan Syarif Radhi. Ya, Syarif Radhi hanyalah inisiator pertama yang berhasil menghimpun pidato, surat dan kata-kata mutiara Imam Ali bin Abi Thalib dalam satu buku, dan dia pula yang membuatkan judul untuk buku kumpulan pidato, surat dan hikmah Imam Ali itu.[af]