Pidato Syiqsyiqiyyah; Benarkah Berasal dari Imam Ali ra.? (1)
Pidato Syiqsyiqiyyah atau pidato Dengusan Unta merupakan salah satu pidato paling masyhur Imam Ali bin Abi Thalib a.s. Ia menyampaikannya di Rahbah, suatu daerah di kawasan Kufah, Irak. Dalam kitab Nahj Al-Balaghah yang dihimpun oleh Syarif Radhi, ulama sastrawan besar abad ke-4, pidato ini berada di urutan keempat.
Sebagian orang menyangkal pidato Syiqsyiqiyyah berasal dari pidato Imam Ali bin Abi Thalib a.s. Menurut mereka, pidato ini hasil karangan Syarif Radhi (Sayyid Radhi). Masih menurut mereka, pidato ini tidak tercatat dalam buku-buku periwayatan. Dari segi isinya, pidato Syiqsyiqiyyah banyak menyinggung kritik dan kekurangan para sahabat besar Nabi, khususnya para Khulafa Rasyidin. Karena itu, Imam Ali a.s. tidak mungkin berbicara buruk tentang mereka.
Kritik-kritik ini bukan hal yang baru diungkapkan. Seluruhnya sudah dituangkan oleh Ibnu Abi Al-Hadid, penyarah Nahj Al-Balaghah yang tampaknya paling populer. Ia juga membawakan jawaban-jawaban atas kritik tersebut.
Alhasil, perbedaan pandangan Imam Ali a.s. seputar kekhalifahan bukanlah rahasia. Singgungan semacam pidato Syiqsyiqiyyah hanyalah satu dari pernyataannya yang berbeda dengan para khalifah sebelumnya. Rangkaian peristiwa yang disinggung dalam pidato ini terpelihara dalam catatan-catatan sejarah yang membenarkannya, kata demi kata dan kalimat demi kalimat. Kalau sejarah peristiwa yang sama diungkapkan kembali oleh Imam Ali a.s., manakah alasan untuk menyangkalnya? Apabila ingatan akan peristiwa dan pengalaman yang tak menyenangkan segera setelah wafatnya Nabi SAW itu tampak tak terlupakan bagi Imam Ali a.s., maka hal itu tidak harus mengejutkan.
Pidato ini mengenai martabat tokoh-tokoh tertentu dan, boleh jadi, terkesan mengurangi kepercayaan kepada mereka. Tetapi, kepercayaan itu tak dapat dipulihkan hanya dengan menolak sumber pidato ini dari Imam Ali a.s., kecuali jika suatu peristiwa dianalisis dan diungkap kebenarannya. Sekali lagi, pidato Syiqsyiqiyyah hanya satu dari sekian banyak data dan dokumen sejarah yang berbicara tentang peristiwa-peristiwa pasca wafatnya Nabi SAW.
Abu Utsman Amr Ibnu Bahr Al-Jahidz telah mencatat kata-kata yang tidak kurang kerasnya dari nada kritik yang diunggapkan oleh Pidato Syiqsyiqiyyah dalam menerangkan fakta sejarah masa itu: “Yang dua ini meninggal dunia lalu yang ketiga bangkit seperti gagak yang keberaniannya sebatas perut. Akan lebih baik jika kedua sayapnya terputus dan kepalanya terlepas.”
Selanjutnya, mari kita lihat kesaksian dari para ulama dan ahli hadis; mereka dengan tegas menyatakan pidato itu asli berasal dari Imam Ali a.s. Di antara mereka ada yang hidup sebelum Syarif Radhi, ada yang hidup semasa dengannya, dan ada pula yang hidup sesudahnya. Mereka meriwayatkan pidato Syiqsyiqiyyah melalui sanad mereka sendiri-sendiri. Berikut ini rinciannya:
Pertama: Ibnu Abil Hadid
Ia menuliskan bahwa gurunya, Abul Khair Mushaddiq Ibnu Syabib al-Wasiti (w. 605 H), menyatakan bahwa ia mendengar pidato ini dari Syeikh Abu Muhammad Abdullah Ibnu Ahmad Al-Baghdadi (w. 567 H) yang dikenal dengan nama Ibnu Al-Khasysyab. Ketika ia sampai di detik Ibnu Abbas menyampaikan penyesalannya karena pidato ini disampaikan secara terputus dan tak tuntas, Ibnu Khasysyab mengatakan kepada Ibnu Abil Hadid bahwa apabila ia mendengar keluh sedih Ibnu Abbas itu, pastilah ia sudah menanyakan kepadanya apakah ada yang tertinggal pada saudara misannya itu (Ali bin Abi Thalib ra.) suatu keinginan lain yang tak terpenuhi.
Mushaddiq mengatakan bahwa Ibnu Khasysyab adalah orang yang berhati mulia dan santun. “Ketika saya bertanya kepadanya apakah ia juga percaya pidato itu sebagai karangan orang, ia menjawab, ‘Demi Allah, saya percaya itu kata-kata Amirul Mukminin [Ali ra.], sebagaimana saya percaya bahwa Anda adalah Mushaddiq Ibnu Syabib.’ Ketika saya katakan bahwa sebagian orang menganggapnya buatan Syarif Radhi, ia menjawab, ‘Bagaimana mungkin Radhi punya keberanian demikian atau gaya penulisan seperti itu. Saya telah melihat karya tulis Radhi dan mengenal gaya penulisannya. Tidak ada satu tulisannya menyerupai [pidato] yang satu ini. Saya juga telah melihat pidato ini di buku-buku yang ditulis ratusan tahun sebelum lahirnya Syarif Radhi. Saya juga telah melihatnya dalam tulisan-tulisan yang terkenal dari para ulama dan begawan sastra. Pada masa itu, bukan saja Radhi, bahkan ayahnya, Abu Ahmad Al-Naqib, masih belum lahir.’”
Kedua: Abul Qasim
Ibnu Abil Hadid juga menuliskan bahwa ia melihat pidato Syiqsyiqiyyah dalam kompilasi gurunya, Abul Qasim (Abdullah Ibnu Ahmad) al-Balkhi (w. 317 H). la pemuka kaum Muktazilah di masa pemerintahan Muqtadir Billah, masa yang sudah tiba jauh sebelum lahirnya Syarif Radhi.
Ketiga: Ibnu Qubbah
Ibnu Abil Hadid melanjutkan kesaksiannya bahwa ia melihat pidato ini dalam buku Al-Inshaf karya Ibnu Qubbah, Abu Ja’far Muhammad Ibnu Abdurrahman. la murid Abul Qasim al-Balkhi dan ulama dari mazhab Syiah Imamiah. (Syarh Ibnu Abil Hadid, jld. I, hlm. 205-206).
Keempat: Ibnu Maytsam Al-Bahrani
Ibnu Maytsam (w. 679 H.) menulis dalam syarahnya yang terkenal itu bahwa ia telah melihat satu salinan pidato Syiqsyiqiyyah telah ditulis oleh menteri Muqtadir Billah, Abul Hasan Ali Ibnu Muhammad Ibnu Al-Furat (w. 312 H.) (Syarh Nahj al-Balaghah, jld. 1, hlm. 252-253).
Kelima: Muhammad Baqir al-Majlisi
Ia dikenal juga dengan nama Allamah Majlisi. Ia telah meriwayatkan pidato ini dengan sanadnya dari kompilasi Syeikh Qutbuddin Al-Rawandi, Minhaj Al-Bara‘ah fi Syarh Nahj Al-Balaghah. Ia menulis demikian: “Syeikh Abu Nashr al-Hasan Ibnu Muahammad Ibnu Ibrahim menyampaikan kepada saya dari al-Hajib Abul Wafa’ Muhammad Ibnu Badi’, al-Husain Ibnu Ahmad Ibnu Badi’ dan al-Husain Ibnu al-Husain Ibnu Ahmad Ibnu Abdurrahman, dan mereka (mendengar) dari al-Hafizh Abu Bakr (Ahmad Ibnu Musa) Ibnu Mardawaih al-Ishbahani (w. 426 H) dan dia dari al-Hafizh Abul Qasim Sulaiman Ibnu Ahmad al-Thabarani (w. 360 H) dan dia dari Ahmad Ibnu Ali al-Abbar dan dia dari Ishaq Ibnu Sa’id Abu Salamah al-Dimasyqi dan dia dari Khulaid Ibnu Da’laj dan dia dari Atha’ Ibnu Abi Rabah dan dia dari Ibnu Abbas.” (Bihar Al-Anwar, jld. 8, hlm. 160-161).
Keenam: Abu Ali Al-Juba’i
Allamah Majlisi juga menuliskan bahwa pidato ini juga termuat dalam kompilasi Abu Ali Muhammad Ibnu Abdul Wahhab al-Jubba’i (w. 303 H).
Ketujuh: Qadhi Asadabadi
Menguatkan autentisitas pidato Syiqsyiqiyyah, Allamah Majlisi menyinggung nama Qadhi Asadabadi dan menulis: “Qadhi Abdul Jabbar Ibnu Ahmad al-Asadabadi (w. 415 H), seorang Muktazilah yang kuat. Ia menerangkan beberapa penggalan dari pidato ini dalam buku Al-Mughniy dan berusaha membuktikan bahwa pidato itu tidak menyerang para khalifah mana pun sebelumnya, tetapi ia juga tidak menolak bahwa pidato itu berasal dari Amirul Mukminin Ali ra.” (Ibid., hlm. 161). Bersambung