Pola Didik Nabi Ibrahim as dalam Membangun Keluarga Visioner (Bag-1)
Banyak momen yang terjadi di bulan Dzulhijjah terkait dengan Nabi Ibrahim as beserta keluarganya. Bahkan, dapat dikatakan bahwa ibadah haji merupakan ringkasan dari berbagai aktifitas keluarga Nabi Ibrahim as yang telah diabadikan oleh Allah Swt. Beliau merupakan salah satu nabi yang banyak disebut dalam al-Quran terkait langsung dengan pendidikan keluarga.
Allah Swt telah menjadikan Nabi Ibrahim as sebagai uswatun hasanah atau teladan baik bagi kita [QS al-Mumtahanah:4]. Salah satu yang dapat kita jadikan teladan dari kehidupan beliau ialah ‘pola didik’ dalam keluarga;
Memilih Lingkungan dan Sekolah yang Tepat
Dengan melihat fenomena, Nabi Ibrahim as dapat memahami kondisi yang tengah terjadi, dan akan terjadi. Di mana hal tersebut dapat berpengaruh bagi perkembangan putranya. Beliau cerdas dalam menangkap sikon yang tidak mendukung bagi perkembangan dan pendidikan putranya. Karena itu, meskipun Nabi Ismail as dilahirkan di Mesir, negeri yang subur dan baik bagi perkembangan fisiknya, namun beliau memilihkan tempat yang lebih tepat untuk perkembangan dan pendidikan putranya. Mekah menjadi tempat pilihan untuk pertumbuhan dan pendidikan putranya, Ismail as. Beliau ingin menyelamatkan keluarganya dari suasana tidak kondusif, serta menyelamatkannya dari komunitas yang penuh kesyirikan. “Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman-tanaman di dekat rumah Engkau… agar mereka mendirikan solat… beri rezeki mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyuku.” [QS Ibrahim:37]
Nabi Ibrahim as memilih kota Mekah yang masih bersih dan suci. Beliau yakin bahwa kelak anak dan istri beliau akan menjadi orang yang bermanfaat, karena tempat tersebut mendukung untuk perkembangan spiritualnya. Meskipun kondisi Mekah itu tandus dan kering, namun beliau yakin akan campur tangan Allah Swt dalam mendidik putranya untuk menjadi generasi yang soleh.
Jika dianalogikan kepada kita sebagai orang tua, maka pada tahapan pertama, suami sebagai kepala rumah tangga hendaknya selektif dalam memilihkan tempat tinggal, juga, sekolah anaknya. Dalam memilihkan tempat tinggal, baik milik sendiri, maupun menyewa, hendaknya hal yang paling diperhatikan ialah tempat tersebut nyaman untuk pertumbuhan dan pendidikan anaknya. Jauh dari pergaulan tidak sehat, bersih dari narkoba, miras, tempat judi, kekerasan, tempat gossip dan lainnya. Karena rumah dan lingkungan, pada tahapan awal dapat memberikan pengaruh baik dan buruk pada karakter anak-anak.
Rumah adalah madrasah pertama bagi anak. Karena masa kehamilan dan masa menyusui anak selalu bersama ibu, maka ibu juga merupakan guru pertama bagi anak. Ibu sebagai guru pertama dapat menanamkan pondasi-pondasi kuat bagi karakter anak untuk menjadi generasi yang soleh atau solehah. Ibu yang solehah dan kuat seperti Hajar, sebagai guru pertama dapat membentuk murid pertamanya menjadi generasi yang soleh dan kuat seperti Ismail as. Karena itu, seorang suami hendaknya membantu istrinya dalam perannya sebagai guru pertama bagi anak, agar dapat menjadi ibu dan guru yang solehah. Sebelum mendidik anak yang soleh, hendaknya orang tua berusaha menjadi orang tua yang soleh.
Begitu pula, terkait dengan tempat pendidikan, jika dianalogikan dengan pendidikan modern, Mekah diibaratkan sebuah lembaga pendidikan yang berkualitas, yang bersih dari berbagai virus pendidikan. Kehidupan serba modern seperti sekarang, banyak orangtua yang sibuk bekerja sehingga tidak punya untuk mengasuh dan mendidik anaknya.
Jika tidak dapat mendidik anak-anaknya sendiri, maka harus selektif dalam memilih lembaga pendidikan yang formal, maupun non formal. Pilihlah lembaga pendidikan yang memiliki kriteria; kondusif dalam proses belajar mengajar, lingkungan yang sehat, jauh dari bully, disiplin, menanamkan nilai-nilai, memperhatikan sisi psikologis dan spiritual anak-anak. Bukan hanya sekolah yang hanya prioritas pada sisi akademisi saja, tanpa memperhatikan kebutuhan lain anak-anak. Anak bukan seperti mesin yang hanya dijejali pelajaran-pelajaran saja, dengan mengabaikan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Generasi yang kita butuhkan ialah generasi yang cerdas, soleh, dan mandiri.
Motivasi Ruhani Orangtua
Nabi Ibrahim as motivator sejati dalam dunia pendidikan, beliau sosok yang senatiasa memberikan motivasi terhadap anak-anaknya berupa doa. Beliau sadar, bahwa beliau tidak dapat memberikan dorongan langsung secara fisik. Karena itu, beliau memberikan dorongan ruhani dengan senantiasa mendoakan agar putra dan istrinya dapat melangsungkan kehidupan di Mekah.
Orang-orang modern paling banyak menghabiskan waktu mengikuti seminar-seminar parenting tapi lupa menjadi teladan yang baik. Orang tua masa kini sibuk menyekolahkan anaknya setinggi mungkin, tapi lupa memberikan makanan ruhani. Nabi Ibrahim as tidak banyak memberikan bekal materi, namun tidak henti-hentinya bermunajat kepada Allah agar anak dan keturunannya menjadi generasi yang baik. Di antaranya ialah beliau berdoa agar anak keturunannya menjadi orang yang mendirikan solat, “Ya Allah, jadikanlah aku dan dari anak keturunanku termasuk orang-orang yang mendirikan solat. Maka kabulkanlah doa (ku)…” [QS Ibrahim:40]
Terdapat perbedaan antara melaksanakan solat dan mendirikan solat. Banyak sekali orang yang melaksanakan solat, namun tidak banyak orang yang mendirikan solat. Orang yang mendirikan solatnya dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Meneladani Nabi Ibrahim as, orangtua hendaknya mendidik anaknya agar menjadi orang mendirikan solat, bukan hanya sekedar melaksanakan solat. Dan, hal itu perlu kesabaran, managmen waktu, program yang teratur, disiplin dan kontroling.
Tentang doa orangtua untuk anak juga telah dicontohkan oleh Imam Sajjad as, dalam ash-Shahifah as-Sajjadiyyah. Banyak keajaiban dari doa orang tua bagi kebaikan anaknya. Doa tersebut dapat membantu dalam pembentukan karakter baik anak. Doa orang tua muncul karena ridho kepada anak, ridho orang tua adalah ridho Allah. Ridho Allah dan ridho orang tua hasilnya ialah kebikan, keberkahan, dan kebahagiaan. Karena itu, orang tua hendaknya senantiasa dalam doa-doanya, baik doa qunut, maupun yang lainnya, bermunajat dengan khusyu demi kebaikan anaknya. Karena hal itu merupakan makanan ruhani, dan motivasi ruhani bagi anak, untuk menjadi generasi yang soleh di masa mendatang. (bersambung)
[Euis Daryati M.A]