Prostitusi dan Moral Remaja
Oleh: Husein Alwi
Kita tidak boleh menutup mata melihat perkembangan dunia remaja saat ini. Dari cara bergaul dan berkomunikasi jauh berbeda dari umur yang semestinya. Dulu pada era sebelum milenium pergaulan remaja sangat terbatas. Paling banter hanya menonton bioskop itu pun sekali dalam seminggu dan masih ada larangan untuk anak dibawah umur. Namun saat ini batasan-batasan seperti itu sudah terkikis dan bahkan tidak diterapkan lagi. Apalagi dengan adanya dunia cyber dengan mudahnya mereka mendapatkan akses internet. Orangtua sering kecolongan karena anak-anaknya penasaran untuk menonton film-film dewasa.
Sangat mudah bagi mereka mendapatkan fasilitas untuk menggunakan internet. Sejak pulang sekolah apalagi ada yang sampai berniat bolos sekolah demi menyewa internet berjam-jam. Jauhnya perhatian orangtua dari mereka mempermudah untuk mengakses apa saja yang membuat dirinya penasaran. Sekali menemukan hal yang dicari akan mencari sesuatu hal lain yang lebih menarik. Mudahnya akses internet di rumah pun perlu perhatian orangtua dalam membangun pribadi anak menjelang dia dewasa. Jika tidak diperhatikan maka akan merusak moral anak tersebut.
Degradasi moral dapat menciptakan praktik prostitusi yang dapat menghancurkan moral remaja. Praktik prostitusi merambah ke tingkat amatir hingga yang profesional. Hal ini sangat meresahkan masyarakat dan menghambat perkembangan nasional. Masalah ini cukup kompleks dan membuat pemerintah gusar menangani hal tersebut. Ditambah lagi germo-germo memanfaatkan kondisi ini untuk meraup keuntungan. Selain itu, maraknya perdagangan seks online yang semakin sulit untuk dilacak.
Data KPAI dan Kemenkes pada tahun 2015 mengatakan 63 persen remaja dibawah umur sudah tidak perawan. KPAI juga memiliki data bahwa 4.500 remaja di 12 propinsi 97 persen telah mengakses konten pornografi. Angka tersebut sangat fantastis apabila kita kaitkan dengan persentase di era sebelum milenium. Ini berarti jika dalam jangka waktu yang lebih lama hal itu tidak dicegah maka moral remaja akan semakin terpuruk!
Pasalnya, ada banyak aturan yang dibuat tanpa ada dasar yang komprehensif dan tak tepat sasaran. Aturan perundangan dibuat dengan muatan sanksi terhadap germo dan pelaku serta konsumen seks komersial, namun akibatnya justru membuat mereka semakin tersebar. Karena faktor ekonomi dan sulitnya lahan pekerjaan membuat mereka menggunakan cara instan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini yang membuat meledaknya tempat prostitusi illegal. Semakin aneh jika terkadang hal ini menjadi tradisi di kalangan beberapa orang khususnya para lelaki hidung belang.
Kalau kita masih ingat pada bulan Mei 2015 siswi-siswi remaja SMU menyelenggaraan “pesta kelulusan dengan bikini”. Kita bisa menilai bagaimana kualitas pendidikan moral di sekolah itu dalam mendidik siswa-siswinya. Masalah ini timbul karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan moral di setiap lembaga pendidikan yang membawahinya. Empati menangani moral remaja di Indonesia berkurang bahkan mungkin tidak ada. Dianggapnya masa muda tak perlu diperhatikan sehingga mereka bisa beranjak dewasa tanpa bimbingan. Cara berpikir seperti ini sangat salah!
Persoalan ini merupakan tantangan bagi pemerintah agar dapat membentuk generasi bangsa yang optimal untuk membangun bangsa yang lebih baik di masa depan. Untuk itu, penulis ingin berbagi pikiran terkait hal tersebut. Mungkin ini dapat bermanfaat bagi pembaca budiman sebagai pemerhati terhadap keadaan moral sosial di negeri ini.
Hal penting yang perlu ditangani pertama adalah menekankan mutu pendidikan moral yang terdapat dalam ajaran setiap agama. Moral yang terdapat dalam agama dapat membimbing kesadaran setiap insan khususnya anak di tingkat sekolah dasar. Hal itu harus ditekankan dalam setiap lembaga pendidikan sekolah dasar sampai awal pendidikan sarjana. Tujuan dari pendidikan tersebut untuk membangun kepribadian personal yang berkualitas sebagai modal mereka nanti setelah dewasa. Dulu kalau kita masih ingat ada Pendidikan Moral Pancasila namun penerapan terhadap peningkatkan moral remaja tidak begitu optimal. Saat ini pun begitu, dibentuk UKP-PIP namun eksistensinya kurang menonjol.
Tak hanya itu, selain pendidikan yang diperoleh di dalam keluarga, guru di sekolah pun harus mendukung dengan tingkat pendidikan yang sepadan. Sehingga dapat mengajarkan moral yang berkualitas untuk anak didiknya. Guru mempunyai peranan penting dalam meningkatkan mutu generasi bangsa. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih mengapresiasi kesenjangan ekonomi, kepribadian, kelayakan dan jenjang pendidikan para guru di Indonesia.
Kemudian, pemerintah harus lebih jeli menanggapi perkembangan media sosial dan televisi di nusantara dengan lembaga sensornya. Media sosial dan televisi perlu dikontrol dan pemerintah harus lebih protektif mengenai wacana yang disajikan pada setiap media elektronik tersebut. Saat ini intervensi asing memiliki andil besar untuk melumpuhkan generasi penerus dengan menggunakan media sosial dan televisi. Mengingat para remaja telah banyak terpengaruh dan menjadi kekhawatiran juga beban bagi orang tua. Disamping itu berkembangnya perusahaan televisi kabel dengan channel dan program yang beraneka ragam dapat mempengaruhi moral remaja.
Selain itu, peranan masyarakat dari tingkat RT hingga propinsi dapat bersinergi dalam menjaga dan memberikan kontribusi terhadap masyarakat umum mengenai pencitraan moral yang baik. Hal ini menjadi faktor pendukung utama dalam mengaktualisasikan penyebaran moral kepada seluruh elemen masyarakat. Tentu dalam hal ini pemerintah juga harus ikut andil demi kelancaran program pencitraan moral tersebut. Menurut penulis, perlu ada kriteria moral dan penataran moral terhadap setiap calon wakil rakyat yang ingin mencalonkan diri di daerah pilihannya. Mengingat banyak sedikit dari moral dan adab wakil rakyat saat ini masih sangat memprihatinkan.
Kejadian moral dari awal era milenium sampai era saat ini tak kurang dari 20 tahun namun dengan cepat mengubah moral satu generasi, bagaimana jika dalam jangka waktu yang lebih lama? Bagaimana dengan moral anak-anak yang baru lahir 10 tahun yang lalu? Dan bagaimana dengan mereka yang akan lahir di kemudian hari? Semua pertanyaan ini harus dijawab dan ditemukan solusinya agar ada perbaikan moral kedepannya.
Pertanyaan diatas akan terjawab apabila pendidikan moral diterapkan dan ditekankan terhadap anak sejak usia dini. Dengan demikian saat beranjak dewasa akan lebih produktif dengan modal moral yang dimiliki. Jika dengan modal moral mereka lebih produktif maka pada sektor sosial budaya dan pendidikan pun akan meningkat. Disamping itu praktek prostitusi dan perlakuan praktek asusila terhadap remaja pun akan meredup jika mereka lebih memilih bermoral. Dengan berkurangnya persoalan moral akan meningkatkan kedewasaan masyarakat dalam interaksi sosial. Tentunya dengan kedewasaan masyarakat akan membantu kelancaran perkembangan nasional ke depan.