Kilasan Studi Komparatif Kutub Sittah & Referensi Syiah Tentang Imam Mahdi a.s. (Bag. 1)
Akidah Mahdiisme menurut Fariqain
Keyakinan terhadap Mahdiisme merupakan bagian dari ajaran mazhab-mazhab Islam. Ulama berbagai mazhab Ahlu Sunnah, seperti Ibnu Hajar Haitsami Makki, Ahmad Abussurud Ash-Shabbagh Al-Hanafi, Syeikh Muhammad Al-Khitabi Al-Maliki, dan Syeikh Yahya bin Muhammad Al-Hanafi menerima hadis-hadis tentang Imam Mahdi sebagai hadis mutawatir.[1]
Adapun menurut Syiah, keyakinan terhadap Mahdiisme adalah bagian dari ushul mazhab. Allamah Hasan Zadeh berkata, “Jika seseorang melakukan sedikit riset saja dalam kitab-kitab hadis fariqain, sirah, dan sejarah berkenaan dengan pribadi Imam Mahdi a.s., hakikat akan tampak jelas baginya karena keyakinan terhadap Mahdi yang dinantikan dan kemunculannya telah tertanam dalam benak sejak awal mula Islam.”[2]
Apabila kita mengkaji sumber-sumber hadis Ahlu Sunnah dan Syiah, akan tampak jelas bahwa orang pertama yang berbicara tentang keyakinan terhadap mahdiisme dan sifat-sifatnya adalah Nabi saw. Beliau sendiri sebagai orang pertama yang memperkenalkan akidah ini.[3] Meskipun dalam apikasinya terdapat perbedaan pendapat, namun prinsip pembahasan mahdiisme adalah salah satu hal yang diterima oleh fariqain. Tidak ada seorang muslim pun dari awal mula Islam hingga saat ini yang mengingkari prinsip akidah mahdiisme.[4]
Riwayat tentang Imam Mahdi a.s. dalam kitab-kitab Ahlu Sunnah lebih banyak dinukil dan dipaparkan dalam pembahasan tanda-tanda hari kiamat.[5] Menurut penelitian sebagian ulama, penyebutan Imam Mahdi a.s. terdapat dalam lebih dari 70 kitab Ahlu Sunnah.[6]
Berikut ini beberapa pembahasan penting tentang Imam Mahdi a.s. yang sering dipaparkan dalam berbagai kitab fariqain :
I. Hadis-hadis Tentang Imamah Imam Mahdi a.s.
Sebagian kitab menukil riwayat tentang 12 khalifah dari kitab Shihah Sittah. Riwayat-riwayat tersebut menunjukkan imamah 12 imam (pemimpin). Disebutkan bahwa Imam Mahdi a.s. adalah salah seorang dari 12 imam yang dimaksud. Maka hadis-hadis itu juga membuktikan imamah Imam Mahdi a.s.
1- Riwayat Ahlu Sunnah
Dalam salah satu hadis disebutkan: “Jabir bin Samurah berkata, “Aku mendengar Nabi saw. bersabda, “Akan datang setelahku 12 amir (pemimpin).” Lalu beliau saw. mengatakan sesuatu yang tidak dapat aku dengar. Maka ayahku berkata, “Sesungguhnya beliau saw. mengatakan bahwa semuanya dari kalangan Quraisy.””[7]
Penulis kitab Shihah yang lain juga menukil hadis tersebut dengan kandungan yang sama, namun sedikit perbedaan dalam kata-katanya.[8]
a) Kemuktabaran hadis-hadis di atas
Para ulama, ahli hadis, dan ahli ilmu rijal Ahlu Sunnah menyebut riwayat tentang 12 pemimpin sebagai maqthu’ ash-shudur, musallam, muktabar, dan ‘ali as-sanad. Mereka tidak meragukan keshahihannya.[9]
b) Pendapat ulama Ahlu Sunnah dalam penentuan aplikasi hadis-hadis tersebut
Pendapat ulama Ahlu Sunnah dalam penentuan aplikasi hadis-hadis 12 imam dan penafsirannya, dapat dirangkum dalam beberapa poin berikut:[10]
- Riwayat 12 khalifah melihat berbagai fitnah yang terjadi sepeninggal Nabi saw. Umat Islam terpecah-belah karena banyaknya khalifah (12 khalifah).[11]
- 12 khalifah ini akan muncul dalam satu masa dan tidak akan menyebabkan perpecahan umat Islam.[12]
- Ungkapan hadis-hadis tersebut berbeda-beda. Oleh karena itu, dari hadis-hadis itu tidak diperoleh maksud yang jelas.[13]
- Maksud Nabi saw. darinya adalah pemberitahuan tentang khilafah sepeninggal beliau dan para sahabat.[14]
- Maksud hadis-hadis tersebut adalah khilafah para khalifah Bani Umayyah. Tentu maksudnya adalah sebelum jatuhnya pemerintahan mereka di tangan Bani Abbas.[15]
- Yang dimaksud adalah seluruh khalifah Islam yang berada di atas kebenaran.[16]
- Yang dimaksud adalah khalifah-khalifah yang adil.[17]
- Yang dimaksud 12 khalifah adalah Abu Bakar hingga Umar bin Abdul Aziz.[18]
- Yang dimaksud adalah 4 khalifah pertama dan sebagian khalifah Bani Umayyah kecuali Yazid.[19]
- Yang dimaksud adalah 4 khalifah pertama dan sebagian khalifah Bani Umayyah, termasuk Yazid.[20]
- Yang dimaksud adalah 4 khalifah pertama dan sisanya tidak jelas.[21]
- Jika maksud hadis adalah khilafah spiritual, akan mencakup 4 khalifah pertama dan Abdul Aziz. Namun bila maksudnya adalah khilafah lahiriah, akan mencakup sebagian khalifah Bani Umayyah dan Bani Abbas.[22]
- Yang jelas adalah maksudnya bukan 12 imam Syiah.[23]
2- Riwayat Syiah
Dalam sumber-sumber Syiah terdapat 8 kelompok riwayat yang menjelaskan 12 khalifah dan menunjukkan personnya:
1) “Akan datang setelahku 12 khalifah, semuanya dari Quraisy.”[24]
Hadis ini sama dengan hadis yang disebutkan dalam sumber-sumber Ahlu Sunnah.
2) “Para imam dan khalifah Nabi saw. berasal dari keturunan Fatimah a.s.”[25]
3) “Khalifah Nabi saw. dan para imam berjumlah 12 orang.”[26]
4) “Khalifah pertama Nabi saw. adalah Ali a.s. dan yang terakhir adalah Mahdi a.s.”[27]
5) “Khalifah Nabi saw. berjumlah 12 orang dan 9 orang dari mereka keturunan Al-Husain a.s.”[28]
6) “Khalifah Nabi saw. dan para imam berasal dari Ahlul Bait Nabi saw.”[29]
7) Dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa para khalifah Nabi saw. adalah Ali, Hasan, Husain, dan 9 orang putera keturunan Al-Husain a.s.: “Ali adalah saudaraku, pewarisku, washiku, dan wali (pemimpin) bagi setiap mukmin setelahku, kemudian dua puteraku Al-Hasan dan Al-Husain, kemudian 9 orang dari keturunan Al-Husain.”[30]
8) Sebagian riwayat juga menyebutkan nama 12 khalifah satu persatu. Nabi saw. bersabda, “… Apabila Al-Husain telah tiada maka puteranya (yang bernama) Ali, apabila Ali (bin Husain) tiada maka puteranya (yang bernama) Muhammad dan seterusnya… kemudian puteranya Al-Hujjah Al-Qaim.”[31]
Bahkan ulama dan muhadditsin Ahlu Sunnah menyebutkan nama-nama 12 imam dalam berbagai syair dan memuji mereka sebagai khalifah Nabi saw.[32][Bersambung]
[1] Mehdi Faqih Imani, Ashalah Al-Mahdi Fi Al-Islam, halaman 120 dengan menukil dari Al-Burhan Fi ‘Alamat Mahdi Akhir Az-Zaman, Muttaqi Hindi, halaman 178.
[2] Hasan Zadeh Amoli, Nahj Al-Wilayah, halaman 18.
[3] Ashalah Al-Mahdi Fi Al-Islam, halaman 7.
[4] Ja’far Subhani, Ilahiyyat, jilid 4, halaman 132.
[5] Ibnu Atsir Al-Jazari, Jami’ Al-Ushul, jilid 1, halaman 327; Nuruddin Ali bin Bakr Al-Haitsami, Majma’ Az-Zawaid, jilid 14, halaman 203; Muttaqi Hindi, Kanz Al-‘Ummal, halaman 203.
[6] Muhammad Mehdi Khalkhali, Khursyid-e Penhan (Mentari Yang Tersembunyi), halaman 207.
[7] Shahih Bukhari, jilid 8, Bab Al-Istikhlaf, halaman 171, hadis ke-7222.
[8] Shahih Muslim, Bab Yatba’ An-Nas Li Quraisy, halaman 3, hadis ke-4805 – 4807, 4809 – 4811; Sunan Tirmidzi, jilid 3, Bab Ma Ja’a Fi Al-Khulafa’, halaman 340, hadis ke-2323 – 2324; Sunan Abi Daud, jilid 2, Kitab Al-Mahdi, halaman 309, hadis ke-4279 – 4281.
[9] Ibnu Arabi, ‘Aridhah Al-Ahwazi Syarh Shahih At-Tirmidzi, jilid 9, Bab 42 Ma Ja’a Fi Al-Khulafa’, halaman 67; Mahmud bin Muhammad Al-‘Aini, Umdah Al-Qari Fi Syarh Al-Bukhari, jilid 16, halaman 464.
[10] Rincian berbagai pendapat dan kemungkinannya terdapat dalam berbagai kitab Ahlu Sunnah berikut:
– Taqiuddin Ahmad bin Ali Al-Mughrizi, As-Suluk Li Ma’rifah Al-Muluk, jilid 1, halaman 13.
– Qadhi Ali bin Muhammad bin Abi Adh-Dharra’ Ad-Dimisyqi, Syarh ‘Aqaid As-Sathhawiyyah, jilid 2, halaman 734.
– Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah, Syarh Al-Huffadh ‘Ala Sunan Abi Daud, jilid 11, halaman 263.
– Jalaluddin Suyuti, Al-Hawi Li Al-Fatawa, jilid 2, halaman85.
[11] Lihat: – Fath Al-Bari Fi Syarh Al-Bukhari, jilid 13, Kitab Al-Ahkam, Bab Al-Istikhlaf, halaman 261, hadis ke-7222; Ibnu Baththal, Syarh Shahih Al-Bukhari, jilid 8, halaman 278; Muhammad Sayarafuddin Ash-Shiddiqi Al-Adhim Abadi, ‘Aun Al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, jilid 11, Kitab Al-Mahdi, halaman 261; Muhyiddin Aba Bakr Zakariya bin Syarafunnawawi Asy-Syafi’i, Syarh Shahih Al-Muslim, jilid 13, halaman 445.
[12] Lihat: Fath Al-Bari, jilid 13, Bab Al-Istikhlaf, halaman 261, hadis ke-7222; Ibnu Baththal, Syarh Shahih Al-Bukhari, jilid 8, halaman 278.
[13] Fath Al-Bari, jilid 13, Bab Al-Istikhlaf, halaman 263, hadis ke-7222, 7223.
[14] Ibid, halaman 264, hadis ke-7222.
[15] Umdah Al-Qari, jilid 16, halaman 466; Fath Al-Bari, jilid 13, halaman 263; Zakariya bin Syarafunnawawi, Syarh Shahih Al-Muslim, jilid 12, halaman 445.
[16] Fath Al-Bari, jilid 13, Bab Al-Istikhlaf, halaman 264; Umdah Al-Qari, jilid 16, halaman 466.
[17] ‘Aun Al-Ma’bud, Kitab Al-Mahdi, halaman 214, Fath Al-Bari, Bab Al-Istikhlaf, halaman 262.
[18] Fath Al-Bari, jilid 16, halaman 266; Syihabuddin Ahmad Qasthalani, Irsyad As-Sari Bi Syarh Shahih Bukhari, jilid 15, halaman 213.
[19] Lihat: ‘Aun Al-Ma’bud, jilid 11, Kitab Al-Mahdi, halaman 216.
[20] Lihat; Ibid; Fath Al-Bari, jilid 16, halaman 265.
[21] ‘Aun Al-Ma’bud, jilid 11, Kitab Al-Mahdi, halaman 214.
[22] Ibnu Arabi, ‘Aridhah Al-Ahwazi, jilid 9, bab 48 Ma Ja’a Fi Al-Mahdi, halaman 69.
[23] ‘Aun Al-Ma’bud, jilid 11, Kitab Al-Mahdi, halaman 216.
[24] Lihat: Syeikh Shaduq, Kamal Ad-Din Wa Tamam An-Ni’mah, bab 24, hadis ke-19 – 26.
[25] Muhammad bin Ibrahim Nu’mani, Al-Ghaibah, bab 4, hadis 1 – 2; Kamal Ad-Din, bab 24, hadis ke-16 – 18.
[26] Al-Kafi, jilid 1, Bab Ma Ja’a Fi Al-Itsnai ‘Asyar, hadis ke-9 – 20; Man La Yahdhuruh Al-Faqih, jilid 4, hadis ke-5404; Kamal Ad-Din, Bab 27, hadis ke-1; Ibid, bab 28, hadis ke-1 – 6; Al-Ghaibah, bab ke-4, hadis ke-6 – 17.
[27] Man La Yahdhuruh Al-Faqih, jilid 4, Bab Al-Washiyyah Min Ladun Adam, hadis ke-5406; Kamal Ad-Din, Bab 24, hadis ke-1, 10, 13, 27, 29, 30, 35; Bihar Al-Anwar, jilid 21, Bab Ma Warada ‘Anillah Wa ‘An An-Nabiy Min Thuruq Al-‘Aammah Wa Al-Khaashshah, hadis ke-12, dan Bab Ma Warada ‘An Amiril Mukminin, hadis ke-18, dan Bab Ma Warada ‘An Al-Hasanain, hadis ke-4.
[28] Al-Kafi, jilid 1, Bab Ma Ja’a Fi Al-Aimmah Al-Itsnai ‘Asyar, hadis ke-4; Ibid, jilid 2, Bab Akhir Minhu, hadis ke-1; Ibid, jilid 1, Bab Ma Ja’a Fi Al-Aimmah Al-Itsnai Asyar, hadis ke-7; Ibid, jilid 1, hadis ke-15.
[29] Al-Istibshar, jilid 3, Bab Man Ahya Ardhana, hadis ke-383; Al-Kafi, jilid 1, Bab Ma Ja’a Fi Al-Aimmah Al-Itsnai ‘Asyar, hadis ke-7 – 8.
[30] Sulaiman Qunduzi, Yanabi’ Al-Mawaddah, juz 3, Bab ke-87, halaman 533; Ibid, jilid 1, Bab ke-88, halaman 136; Juwaini Khurasani, Faraid As-Simthain, halaman 133, hadis ke-430 dan halaman 311, hadis ke-563.
[31] Yanabi’ Al-Mawaddah, juz 3, Bab ke-75, halaman 501; Faraid As-Simthain, jilid 2, Bab ke-31, halaman 134, hadis ke-134; Abdul Wahhab Sya’rani, Al-Yawaqit Wa Al-Jawahir, jilid 2, halaman 411; Nur Al-Istibshar Fi Maratib Alil Bait, halaman 108; Sibth Ibn Jauzi, Tadzkirah Al-Khawash, halaman 260 dan 325.
[32] Tadzkirah Al-Khawash, halaman 327; Yanabi’ Al-Mawaddah, juz 3, halaman 532.