Bila Raja Memasuki Suatu Negeri…
Sesungguhnya apabila raja-raja memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia menjadi hina. (QS: an-Naml 34)
Apakah Anda percaya dengan klaim bahwa keluarga Saud adalah bagian dari dzurriyah nabi Muhammad (saw), dan bahwa mereka adalah para wakil Tuhan di atas bumi? Inilah yang dipersoalkan oleh seorang penulis sejarah mereka, Nasir Said, dalam bukunya Tarikh Al Saud. Klaim lainnya, dikatakan bahwa mereka berasal dari satu suku Arab, Anzah.
Memang, ada beberapa versi terkait sejarah mereka dari penulis-penulis upahan yang bersaing, hingga Kepala Perpustkaan Kerajaan Saudi (Muhammad Amin at-Tamimi) membuat silsilah keluarga Saud dan keluarga Abdulwahab dalam satu pohon, dengan klaim bahwa mereka berasal dari keturunan nabi Muhammad. Setelah itu, ia menerima uang 35 ribu Egyptian pound dari kedutaan Saudi di Mesir (Abdullah Ibrahim Fadhl). Sejarawan palsu ini pula yang telah membuat silsilah raja Faruq al-Buluni yang diusir oleh revolusi 23 Juli 1952 dari Mesir, bahwa dia dari keturunan Nabi.
Bagaimanapun, Nasir mengungkapkan: Perbuatan siapapun, kalau baik adalah baik, dan kalau buruk adalah buruk. Perbuatan bukanlah bukti atas keturunan siapa!. Kemudian ia menunjukkan versi sejarah yang mengatakan, bahwa asal-usul mereka ialah dari bani Qainuqa, Yahudi Yatsrib (Madinah) yang memerangi Nabi saw dan mendukung semua musuhnya.
Mardkhai dengan Diriyahnya
Pada tahun 851 H, rombongan yang diketuai oleh Sahmi bin Hadzlul- dari klan Masalikh dari suku Anzah pergi ke Irak menuju Najed untuk membeli bebijian. Mereka melewati Basrah, dan di sana beberapa orang dari mereka pergi membeli sesuatu untuk kebutuhan mereka dari seorang pedagang Yahudi bernama Mardkhai bin Ibrahim bin Musyi.
Saat dia mengetahui asal kafilah badui ini, mereka dipeluknya satu persatu karena dia pun berasal dari Masalikh. Akunya adalah anak paman mereka, dan mereka pun mempercayainya. Terlebih mereka diberi gandum, kurma dan beras yang diangkut di atas onta mereka, walau dari seorang zionis. Lalu dia mengungkapkan keinginannya untuk menemani mereka dalam perjalanan menuju Najed. Mereka pun menyambutnya dengan sukacita.
Sampai di Najed, si Yahudi ini mampu mengumpulkan sejumlah pendukung baru. Namun ia pun mendapat tekanan dari banyak penduduk Najed, yang dipimpin oleh tokoh agama di Qashim, bernama Shaleh Sulaiman al-Abdullah at-Tamimi. Mardkhai kemudian pergi ke Ihsa, dan di sana ia mengubah namanya menjadi Markhan bin Ibrahim bin Musa.
Ia kemudian pindah ke Ummus Sahiq daerah dekat Qatif, dan ia menyebut daerah ini Diriyah. Maksud dia dengan nama ini untuk merayakan kekalahan nabi Muhammad dan kemenangan atas dar (sebuah perisai rampasan perang; konon adalah perisai Nabi saw), yang dibeli oleh Yahudi bani Qainuqa dari seorang Arab yang memerangi Rasulullah (saw) di perang Uhud. Di sanalah ia datang membangun sebuah pusat untuk mengawasi Teluk dari Efrat sampai Nil- dan menjadi awal pembentukan kerajaan.
Ia juga menggarap Badiyah (menjalin hubungan dengan penduduknya) untuk mendukung pusatnya, sampai batas mengangkat dirinya sebagai raja mereka. Tetapi gelagat jahat ini tercium oleh suku Ajaman bersama bani Hajir dan bani Khalid. Maka mereka rebut dan kuasai daerah ini setelah diketahui bahwa si yahudi itu ingin memerintah Arab. Mereka ingin membunuhnya, tetapi ia sudah kabur bersama pengikutnya menuju Najed untuk kedua kalinya.
Sampai di satu daerah yang sekarang adalah Riyad- dekat Aridh, ia menyewa tanah untuk ditempatinya. Tak lebih dari satu bulan, Mardkhai membunuh si tuan tanah (Abdullah bin Hujur) beserta keluarganya. Lalu ia menyebut tanah (al-Malibid dan Ghasibah) ini dengan nama Diriyah juga. Ia membangun tanah rampasan ini, dan kawin dengan banyak wanita dan budak, dan beranak pinak. Ia pun memberi nama anak-anaknya dengan nama-nama Arab daerah.
Tak cukup di situ apa yang dilakukan olehnya dan anak keturunannya. Mereka melakukan ekspansi dengan perampasan, penipuan, pembelian tanah, penyuapan berupa wanita dan harta benda kepada orang-orang penting dan berkedudukan.
Saudi Bersama Siapa?
Jika mereka adalah bangsa Arab dan bersama bangsa Arab serta anti zionis, pada saat yang sama mereka mengadakan aliansi militer dengan musuh bangsa Arab seperti Amerika. Mereka pun bersekutu dengan Haile Selassie dan Syah Iran dalam kemiliteran; mendukung Anwar Sadat secara materi dan militer, Namiri dan Hasan raja Magrib; menekan pemerintah Pakistan, Dhiya`ulhaq, untuk mengeksekusi Ali Buto; mendanai musuh Jamahirya Libia dan Rajiyin di semua wilayah Asia dan Afrika; memberantas kebebasan di Teluk -dan sebagainya yang merupakan kebijakan politik luar negeri mereka- atas nama Islam!
Terkait dengan hak bangsa Yaman, mereka juga mendukung Rajiyin untuk melawan Yaman Demokratik dan untuk menjadikan bangsa bersarung ini kembali ke zaman kemunduran. Lalu bagaimana dengan kebijakan politik dalam negeri mereka? Konon, hukum Islam berlaku di sana seperti potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina dan sebagainya. Kaum kristen dilarang berkunjung ke Mekah dan Madinah dengan alasan, mereka musyrikin, kecuali orang Amerika.
Seorang dari mereka, raja Faisal Abdulaziz dalam satu pidatonya di Parlemen Indonesia, pada 13 Juni 1970, mengatakan: Aku telah diserahi amanat oleh Allah melayani Haramain (Mekah dan Madinah), dan kawan-kawan telah membantu kami dalam melindungi keduanya dari para perusak, revolusioner, sosialis dan komunis.
Referensi:
Tarikh Al Saud