Budaya Berduka di Bulan Asyuro
Syahidnya Al Husaen cucu Rosulullah SAW. Di Padang Karbala merupakan fakta sejarah yang tak terbantahkan. Pembunuhan terhadap pemimpin Islam setelah Rosulullah wafat seolah telah menjadi kebiasaan dalam penggantian pemimpin Islam. Umar sebagai khalifah kedua wafat dibunuh, Ustman khalifah ketiga wafat dibunuh, Ali bin Abi Thalib wafat dibunuh. Sebelum terjadi perpindahan kekuasaan dari Ali KW ke Muawiyah perselisihan antar sahabat sering terjadi bahkan perselisihan terjadi hingga saling bunuh satu sama lain.
Kekuasaan Muawiyah bin Abu Sofyan kemudian beralih ke tangan Yazid. Yazid sebagai penguasa dan dianggap sebagai raja kaum muslimin memerintah selama kurang lebih empat tahun. Pada masa pemerintahan Yazid, cucu tercinta Rosulullah SAW putra Fatimah dan Ali KW wafat dibunuh oleh pasukan Yazid di Padang Karbala. Terbunuhnya Husaen di Padang Karbala tentunya menimbulkan tanda tanya bagi kaum muslimin dan orang –orang yang cinta kemanusiaan.
Sikap kaum muslimin terhadap wafatnya Husaen bin Ali paling tidak dapat digolongkan atas beberapa golongan:
- Golongan yang tidak tahu atau kurang peduli atas kejadian atau dibunuhnya al Husaen.
- Golongan kedua adalah golongan yang tahu tentang kejadian sejarah dibunuhnya al Husaen, tapi tidak memperingati hari wafatnya.
- Yang tahu tentang wafatnya Husaen bin Ali dan memaknainya dengan penuh penghayan sehingga mereka memperingatinya.
Kelompok Pertama
Sebagian umat Islam hanya mengikuti ajaran Islam dari apa yang ia dapat dari lingkungan dengan mudah dan instan. Bagi mereka menjadi Islam cukup hanya dengan menunaikan rukun Islam dan berbuat baik antar sesama. Penganut Islam seperti ini biasanya hanya ikut ikutan dan Islam keturunan yang tidak berupaya mencari tahu tentang Islam lebih mendalam dan bermakna.
Bagi mereka Islam ada pada masa Rosulullah dan Khulafaur Rosyidin, setelah itu mereka tidak tahu dan tidak berusaha untuk tahu tentang berbagai peristiwa setelah masa khalifah pengganti Rosul. Mereka hanya memahami bahwa kejadian itu sebagai sesuatu yang lumrah terjadi tidak mesti ditanyakan mengapa?
Kelompok Kedua
Dibunuhnya Husaen bin Ali merupakan fakta sejarah yang sudah diketahui umum. Mereka mempunyai dua pandangan terhadap peristiwa dibunuhnya Husaen bin Ali. Pandangan pertama Husaen dibunuh karena dianggap sebagai pemberontak yang akan menggoyahkan kekuasaan Yazid sebagai raja kaum muslimin. Oleh karena itu dibunuhnya Husaen bin Ali merupakan takdir ilahi yang tidak memerlukan penelaahan lebih lanjut, atau kadang mereka membela Yazid sebagai raja yang sah.
Pandangan kedua dari kelompok dua adalah golongan yang meyakini bahwa dibunuhnya Husaen bin Ali merupakan perjuangan dalam menegakkan kebenaran. Kelompok ini meyakini bahwa terbunuhnya cucu Rosul karena kadzaliman Yazid dan pasukannya. Kelompok ini juga meyakini bahwa cucu Rosul SAW adalah sosok manusia suci yang dijamin masuk surga, sedangkan Yazid adalah sosok yang dzalim yang menggunakan Islam sebagai alat untuk meraih, mempertahankan kekuasaan. Kelompok ini tidak berusaha menyingkap lebih jauh tentang kejadian wafatnya al Husaen karena akan menjadi aib bagi sejarah umat Islam.
Kelompok Ketiga
Kelompok ini merupakan kelompok yang berupaya menemukan pesan-pesan dari kejadian wafatnya al Husaen. Bagi mereka Husaen adalah sosok manusia suci yang disayang Rosulullah dan sebagai pelanjut dakwah Rosulullah. Husaen bin Ali memiliki alasan yang kuat untuk tidak membaiat Yazid sebagai raja. Putra Muawiyah, cucu Abu sofyan ini jadi raja karena diangkat oleh Muawiyah ayahnya.
Dalam perspektif golongan ini, Husaen bin Ali tegak melawan Yazid karena dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Husaen bangkit karena khawatir bahwa Islam akan dipersepsi sebagaimana perbuatan dan perilaku Yazid. Islam telah disimpangkan oleh Yazid demi kekuasaannya. Penyimpangan yang dilakukan Yazid dilakukan secara terang-terangan.
Golongan ini juga mempertanyakan mengapa? Untuk apa? Kelompok dan golongan ini memperingati syahidnya Imam Husaen sebagai sebuah tragedi kemanusiaan. Mana mungkin pengikut Rosulullah berani membunuh cucunya dengan cara keji dan biadab?
Budaya Asyuro dan Semangat Karbala
Menghidupkan tragedi Karbala tidak dimaksudkan untuk membenci golongan yang lain. Menghidupkan Asyuro justru untuk menyiapkan diri dalam menghadapi penderitaan yang sangat pedih dan tidak merugikan orang lain. Tapi anehnya peringatan Asyuro yang dilakukan oleh kalangan pecinta Ahlul Bait khususnya di Indonesia sering ditolak dan bahkan dibubarkan.
Pembubaran dan penolakkan peringatan Asyuro tentu sangat mengherankan karena tidak ada ritual dan peringatan yang merugikan orang lain atau umat lain. Namun anehnya justru peringatan acara pemakaman para teroris dan anti Pancasila mereka biarkan dan bahkan merekalah yang menyelenggarakannya. Banyak penentang Syiah, jika kita identifikasi adalah para pendukung kaum radikal yang berafiliasi kepada kalangan ekstrimis yang mengatasnamakan Islam. Seperti yang terjadi di Suriah dan Irak, target kekerasan mereka adalah muslim Syiah.
Apa ruginya jika penganut muslim syiah menyelenggarakan peringatan Asyuro? Merekalah yang menjadi korban teroris sebagaimana yang terjadi di Irak. Bukankah al Husaen wafat menjadi obyek pembantaian sementara Yazid dan pasukannya menjadi pembantai.
Budaya Asyuro memiliki pesan untuk tidak kalah dan menyerah pada kedzoliman. Budaya Asyuro dibangun dalam rangka membangun kesiapan mental-mental generasi umat Islam agar berani menjadi martir dalam menegakkan ajaran Islam, bukan mengorbankan orang lain. Para penentang acara peringatan 10 Asyuro sering melakukan tindakan anarkis dalam menjalankan aksinya. Kelompok ini jelas dan nyata adalah kelompok intoleran terhadap kebhinekaan baik terhadap syiah maupun terhadap agama dan mazhab lainnya. Indonesia dalam bahaya disintegrasi jika kita menyerah pada mereka.