Ciri Khas Akhlak Nabi SAW Bagian II
Inilah bukti kekeliruan Abdullah bin Amr bin Ash dalam memahami hadis Nabi SAW di antaranya perintah beliau kepadanya agar mentaati ayahnya, dan ia telah mengikuti pandangan lahiriah semata.
Kebersihan, Keharuman dan Sebagainya
Nabi SAW menjalani kehidupan sosial dan individualnya dengan sederhana dan sebaik-baik pola hidup. Ia mengenakan pakaian putih, memakai wewangian, menyisir rambut dan menyiwak giginya secara rutin.
Bagi beliau memakai wewangian adalah sebuah prinsip. Dalam hadis diterangkan bahwa di rumah Nabi, ada satu tempat yang biasa beliau di situ selalu memakai wewangian.
Dalam riwayat lain, Nabi saw bersabda: “Di dunia ini aku sangat menyukai wewangian dan salat.”, kemudian mengenai salat beliau bersabda: “Pelipur laraku terletak pada salat.”
Seorang perawi hadis menyampaikan: “Ketika itu aku masih kanak-kanak, kami mendatangi Rasulullah SAW, beliau mengusap kepala kami. Di saat tangan beliau mengusap kepalaku, aku mencium bau harum yang tidak kulupakan hingga sekarang. Sedemikian harumnya sampai seakan-akan aku berada di samping toko parfum.”
Nabi pun tidak pernah menolak pemberian parfum dari orang lain. Juga diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW dikenali dengan aroma yang wangi.
Nabi menghindari makan sesuatu berbau yang mengganggu orang lain. Terutama bawang dan alasan yang beliau lontarkan: “Aku tidak menyukainya lantaran baunya.”
Mewarnai rambut juga dilakukan oleh Nabi. Beliau juga menganjurkan kaum wanita agar mereka mewarnai rambut mereka. Jika mereka bersuami, maka mereka melakukannya untuk suami. Bagi yang belum bersuami, maka mereka melakukannya supaya lebih diminati oleh kaum laki untuk meminang mereka.
Adalah sebuah kekeliruan opini masyarakat bahwa kalau bukan orang kaya hendaknya tidak melakukan hal-hal semacam itu. Nabi sendiri menjalani hidup sederhana; siang hari duduk di atas tikar yang sama sebagai alas untuk salat-salat beliau di malam hari. Beliau berinteraksi dengan masyarakat dan melayani tamu-tamunya. Pola makan beliau pun cukup sederhana; duduk di tanah dan makan di atas tanah. Diterangkan dalam riwayat bahwa di masa hidup Rasulullah, Ahlulbaitnya lapar dalam tiga hari berturut-turut.
Nabi Seorang Humoris
Nabi SAW adalah seorang humoris. Tak pernah terlihat beliau bermuka masam dan naik darah. Dalam hadis diterangkan bahwa Nabi suka bercanda. Namun keceriaan ini tidak berarti sampai terbahak-bahak, tetapi beliau itu murah senyum. Diriwayatkan; “Aku tidak pernah melihat Nabi tertawa kecuali tersenyum.”
Selain watak humoris yang tampak pada dirinya, beliau pun bersikap ramah dan lembut terhadap umatnya. Nabi juga memberi kesempatan orang lain bercanda, sebagaimana riwayat; seorang Arab badui membawa hadiah untuknya. Setelah beliau memanfaatkannya, orang itu datang dan menagih uangnya: “Mana uang hadiah kami!”
Setelah itu bila Nabi merasa gundah, beliau mengatakan: “Kemana si badui itu, yang telah membuat sirna rasa gundah kita.”
Sudah pasti Nabi tidak suka dengan canda yang bukan tempatnya. Salah satu humoris masa itu adalah Abdullah bin Hudzafah. Rasulullah mengangkat dia sebagai pimpinan sebuah sariah (peperangan yang tidak diserati Nabi). Ia memerintahkan pasukannya agar menyalakan api, kemudian mengatakan: “Kalian semua lompatlah ke dalam api!” Mereka berkata, “Kami mengimani Nabi supaya kami terhindar dari api!.” Dalam riwayat lain, mereka ingin menceburkan dia ke dalam api, lalu ia menolak sembari berkata: “Aku cuma bercanda!”.
Setelah mereka kembali dan menemui Nabi, mereka menceritakan itu kepadanya dan beliau mendukung mereka seraya bersabda: “Tiada ketaatan pada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah.”
Kedatangan Rasulullah saw dari perang Badar disambut oleh umat. Ketika itu Salamah bin Salamah yang telah membuat Nabi marah dikarenakan canda yang tidak tepat, berkata kepada orang-orang: “Ini bukan untuk ucapan selamat, karena kita telah membunuh sekelompok usia lanjut dan berkepala botak”
Rasulullah tersenyum dengan ucapannya itu dan berkata: “Mereka adalah orang-orang Quraisy! Melihat mereka saja orang bisa takut. Sekiranya mereka memberi perintah, kalian dengan terpaksa akan patuh.”
Saat itu Salamah mengambil kesempatan untuk bertanya mengapa Rasulullah marah. Beliau menjawab: “Ketika kami sampai di Ruha` menuju Badar, seorang Arab badui datang dan bertanya, “Jika kamu seorang nabi, jawablah pertanyaanku, “Akan melahirkan apa ontaku yang hamil itu?”
(Aku jawab,) “Kamu bilang, kamu sendiri telah berjimak dengannya sampai ia hamil gara-gara kamu!” Artinya bahwa kamu (hai Salamah) telah bertindak buruk! Salamah meminta maaf kepada Rasulullah dan beliau memaafkannya.
Ibadah Nabi
Ibadah Nabi adalah pengecualian. Salat tahajud baginya secara pribadi adalah wajib. Allah menghendaki beliau agar melaksanakan salat di waktu tengah malam atau kurang sedikit dari itu. “Seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.” (QS: Al-Muzammil 3).
Dalam Al-Qur`an surat Muzammil ayat 20, Allah berfirman: “Sesungguhnya Tuhan-mu mengetahui bahwasanya kamu dan segolongan dari orang-orang yang bersamamu berdiri (salat) kurang dari dua pertiga malam, seperdua malam, atau sepertiga malam.” (QS. Al-Muzammil : 20).
Imam Ali as di salah satu peperangan mengatakan: “Semua orang tidur, tetapi Nabi sibuk beribadah. Di antara kami hanya beliaulah yang berdiri di bawah pohon sedang melaksanakan salat dan menangis, hingga waktu subuh.”
Abu Dzar, sosok yang zuhud dan ahli ibadah, menyampaikan: “Di satu malam, aku salat bersama Nabi. Sedemikian rupa beliau berdiri melakukan salat, sampai aku capek dan menyandarkan kepalaku ke dinding.”
Demikianlah salat malam yang mengantarkan Nabi pada maqam mahmûd, yakni kedudukan syafaat. Itulah perintah Allah dalam firman-Nya: “Dan pada sebagian malam hari, bacalah Al-Qur’an (dan kerjakanlah salat) sebagai suatu tugas tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS: al-Isra 79).
Oleh: Rasul Ja’fariyan