Filsafat dan Fisika Kuantum (Bag. 2)

fisika kuantum
Sains modern sebagai pandangan dunia, merupakan salah salah pandangan dunia di antara berbagai pandangan dunia lainnya kata Armahedi Mahzar. Menurut Armahedi Mahzar, sains adalah filsafat tersembunyi, karena itu dengan sendirinya saint mempunyai tiga komponen: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi saintisme adalah materialisme, mekanisme dan atomisme. Epistemologi saintisme adalah rasionalisme dan empirisme dan aksiologi saintisme adalah netralisme, universalisme dan humanisme.
Filsafat adalah ilmu universal yang selalu merendah diri terhadap kemungkinan penemuan-penemuan sains, sekalipun ia mengafirmasikan ilmu tapi ia juga siap diremake oleh ilmu-ilmu partikular. Sebagai sebuah pemikiran kontemplatif, ia memerlukan bukti-bukti yang mendukung klaim-klaimnya. Contohnya, tema kausalitas adalah produk murni filosofis yang kemudian ternyata ditemukan secara efektif dalam eksperimen sains. Dan sains selalu mencoba menemukan sebab dari segala fenomena. Seperti kita ketahui bahwa tool dari sains adalah observasi dan eksperiman sementara tool dari filsafat adalah diskusi dan kontemplasi. Jadi, sains tetap bertugas untuk menemukan pola dari kejadian (the pattern of event) dan filsafat mencoba untuk menafsirkannya.
Relasi fisika dan filsafat bukanlah relasi yang semu, tapi relasi yang harmonis. Asumsi-asumi fisika selalu filosofis sebelum eksperimentalis. Konsep induksi misalnya adalah konsep filosofis, karena mengandaikan keyakinan akan karakter universalnya dan sekaligus mengabaikan partikularitasnya.
Mungkin kedekatan pandangan mekanika Newton atau fisika Newton dengan Positivis atau Materialisme bisa dikatakan sangat wajar sebab bukankah dampak dari mekanika Newton adalah alam yang bisa diprediksi, alam yang rasional, observable, experimental, dan bahkan predictable yang menjadi acuan kaum positifis. Jadi, alam seperti arloji. Objek dalam mekanika Newton adalah apa yang bisa diamati dan karena itu juga bisa diramalkan, dengan membaca yang sekarang dapat diprediksikan hal yang akan datang– ia linier, dan terukur.
Perbedaan Bahasa
Mungkin yang menyulitkan penyatuan dua bidang science dan filsafat adalah perbedaan bahasa,bahasa sains akurat, deskriptif, jelas dan memiliki standar-standar baku sementara filsafat terkesan penuh dengan spekulatif dan kurang sempurna.
Kehadiran Fisika baru (Fisika Kuantum/Quantum Mekanik)
Namun ketika datang sebuah revolusi relatifisme dan fisika quantum (FQ), membuat segala yang tadinya rapi, teramati, terukur, terpahami menjadi berantakan dan sulit diduga. Kausalitas misalnya kalau diartikan sebagai fenomena yang terjadi secara berulang-ulang mungkin harus direvisi lagi. Sebab dalam fisika quantum itu menjadi termentahkan lagi, keterlibatan subjek misalnya yang selalu dicoba dihindari dalam science ternyata sekarang mendapatkan tempatnya; subjek sangat menentukan objek.
Jadi apakah interpretasi-interpretasi yang banyak bermain dalam Fisika quantum (FQ) juga hanyalah sekedar interpretasi, tapi lalu bagaimana kita menginterpreasi sesuatu yang tidak bisa diinterpretasi dengan mudah?
Perbedaan Idiom
Terkait dengan isu Quantum mekanik, Richard Healey memulai dengan klaim bahwa teori relativitas sangat berpengaruh secara langsung pada perkembangan logika Positivisme. dan sementara fisika quantuam (FQ) didiskusikan oleh para ahli fisika sendiri yang menciptakan teori itu sebelum terlibat secara tehnik dengan filsafat sains.
Fisika Kuantum memang tidak ditemukan oleh satu orang, ia adalah rangkaian dan sinergi dari para pemikir hebat seperti Einstein, Heisenberg, Niels Bohr dll. Fisika Kuantum memang mungkin bisa dikatakan fisika tingkat tinggi dan sangat abstrak sekali. Sebab eksperimenya pun sangat tidak kelihatan oleh mata biasa dan menyentuh alam subatomik (mikrokosmos). Fisika kuantum memang cabang ilmu yang tidak biasa, sehingga pakar fisika kuantum, Niels Bohr mengatakan: those who are not shocked when they are first come across qauntum theory cannot possibly have understood it. (Lihat //sora9n.wordpress.com)
Implikasi Fisika Kuantum terhadap Filsafat
Dalam sebuah tulisan tentang perbandingan antar fisika Kuantum dan teori wahdatul wujud Ibnu Arabi, Hadi Kharisman Sarjana filsafat menyebutkan beberapa implikasi filsafat dari Quantum fisika pertama dalam tataran epistemologis dan ontologis. Pertama, bahwa realitas itu saling terkait, tidak bisa dipecah-pecah dan semua adalah satu. Kedua, alam itu tidak bisa diketahui dirinya. Zat atau esensinya tersembunyi, yang tampak hanyalah penampakan dari realitas dan realitas itu adalah plus wadah metodologi dan kesiapan eksperimen. Apa yang tampak bertentangan dalam fisika kuantum sebenarnya bukanlah kontradiksi tapi bisa disebut sebab al-jam bayna dhidayn (coincidentia opositerum), mengapa terjadi, karena (1) keterbatasan wadah eksperimen yang dipersiapkan dan (2) keterbatasan konseptual bahasa manusia (logika).
Fisika Kuantum juga memberikan peluang kepada filsafat tuntuk semakin mengintesifkan refleksinya dengan terus menggali hal-hal rahasia dari benda. Jadi, tidak ada kepastian oyektif. Jika dalam ranah ontologi bahwa realita itu ternyata tidak bisa diketahui, lalu apa yang akan dilakukan oleh ontologi filsafat? Kemudian fisika yang baru juga akan kembali menyentil kaum saintis atau positifis yang terlalu menyederhananakan data yang teramati. Padahal dalam fisika kuantum tidak ada yang teramati dan terukur.
Kaum positif kadang-kadang direduksi sebagai kaum realistis, dan ketika argumen mereka terpatahkan maka seringkali diasumsikan bahwa realita tidak ada lagi. Kaum positivis adalah kaum yang percaya dengan sesuatu yang terukur dalam eksperimen dan rasio. Maka fisika kuantum menampar kaum positivis sebab dalam fisika kuantm sudah tidak lagi bicara tentang fisik atau materi keras tapi ia berbicara tentang gelombang, tentang medan dan bahkan yang namany materi itu tidak ada. Ia adalah kekosongan. Layaknya ikan yang ada di lautan, ikan tidak menyadari lautan itu, padahal ia ada di tengah-tengah lautan.
Implikasi lain dari FQ
Implikasi lain dari FQ adalah terkait isi kausalitas memang kausalitas adalah term yang ambiguitas. Apakah FQ akan membuang kausalitas atau tidak? Apakah ada kausalitas dalam sistem yang tidak jelas (indeterministik)? Tapi memang FQ telah memicu reflesi filosofis diantaranya bahwa kunci untuk menyadari realita adalah dengan cara menolak logika klasik.
Apa dampak lain dari fisika kuantum terhadap filsafat, padahal filsafat sendiri memang sangat beragam tema dan isu yang dibahasnya dari epistemologi, etika, estetika, ontologi dll? Salah satu point dari QF adalalah bahwa materi itu ternyata tidak ada ada yang ada adalah medan magnet. QF memang memperkaya refleksi dan sekaligus mengingatkan bahwa jangan coba-coba cepat menyimpulkan dari apa yang ditangkap oleh panca inderamu. Lalu apakah ini juga berarti ruang imajinasi dan intuisi akan segera mendapat tempat di samping logika? Karena cara berpikir intuitif tampaknya sangat cocok dengan QF.
Materi itu Hanya Gelembung (Manifestasi) dari Medan
Menurut Gary Zukav, “Materi merupakan inti alam semesta. Benda-benda yang kita amati dalam berbagai percobaan, yakni manifestasi fisik materi sebagai partikel, merupakan efek sekunder dari Medan“3).Jadi benda yang kita anggap real ternyata tidak real, kursi, pohon ternyata tidak real dan hal ini menampar wajah materialisme, apalagi positivisme.
Benda adalah manifestasi dari medan. Dalam istilah Ibnu Arabi tajalli ini juga merentang dari alam yang paling tinggi hinga alam yang paling rendah.Tuhan melakukan tajalli dimana-mana. Materi yang dianggap real ternyata tidak real dan yang real adalah yang dianggap tidak real sementara ini. Manifestasi gelombang ini sangat canggih, sehingga disembah sebagai yang real.
Interpretasi dan Interpretasi
Salah satu bidang yang mungkin bisa dimasuki filsafat adalah interpretasi, atau juga asumsi-asumsi dasar. Jadi, filsafat dalam ranah fisika atau fisika kuantum memiliki momen untuk menggunakan kedigdayaanya, yaitu dengan selalu melakukan refleksi, baik epistemologis, ontologis, logika maupun metafisika. Interpretasi epistemologis dari QF adalah apakah itu valid? Jadi, apa yang diketahui sementara ini tidak benar? Bagaimana mereka bisa menyimpulkan seperti itu? Interpretasi filosofis dengan meminjam bantuan temuan-temuan sains mungkin akan memperkaya analisa dan menerjang segala asumsi dasarnya.