Ibadah Pencinta
Dalam Shahifah Nabi Idris tertulis: Sungguh beruntung suatu kaum yang menyembah Aku karena cinta dan menjadikan Aku sebagai Tuhan dan Sang Pengatur. Mereka begadang di tengah malam karena Aku dan berusaha di waktu siang. Dan ini dilakukan bukan karena takut dari neraka, dan bukan karena berharap kepada surga, tetapi semata-mata cinta yang tulus dan kehendak yang murni dan totalitas kepada-Ku serta memutus hubungan dengan selain-Ku.
Untuk mencapai cinta Allah diperlukan makrifat dan pengetahuan. Dan pengetahuan ini tidak mungkin terwujud tanpa hati yang bersih dan sehat; hati yang tidak ada sekecil pun dari kecintaan kepada dunia. Terkait dengan tafsir ayat …“illa man atallaha bi qalbin salim (kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang sehat/bersih), Imam Ja’far as-Shadiq mengatakan, “Itu adalah hati yang selamat dan sehat dari cinta dunia. Rasulullah saw bersabda bahwa “Cinta dunia dan cinta Allah tidak mungkin bertemu dalam satu hati.”
Rasulullah saw bersabda, “Nabi Syuaib karena saking cintanya kepada Allah Azza wa Jalla, hingga matanya buta. Lalu Allah Swt mengembalikan kembali matanya. Ia kembali menangis lalu buta lagi. Untuk kedua kalinya Allah Swt mengembalikan matanya. Lalu Nabi Syuaib lagi-lagi menangis dengan tangisan yang hebat sehingga matanya menjadi buta dan Allah Swt pun mengembalikan lagi matanya. Pada kali yang keempat, Allah Swt berfirman kepadanya, ‘Wahai Syuaib, sampai kapan engkau melanjutkan kondisi ini? Bila engkau menangis karena takut kepada neraka, Aku akan lindungi engkau. Dan bila engkau menangis karena kerinduan kepada surga, Aku akan persembahkan surga untukmu.’ Syuaib menjawab, ‘Wahai Sembahanku, wahai Junjunganku! Engkau memahami bahwa tangisanku bukan karena takut akan neraka-Mu atau berharap dan rindu akan surga-Mu, tetapi hatiku semata-mata dipenuhi oleh rasa cinta kepada-Mu. Jadi aku tidak mampu bersabar sampai aku berhasil melihat-Mu.’ Allah Swt berfirman kepadanya, ‘Bila memang demikian, dank arena hal ini, maka Kalimullah Musa bin ‘Imran Aku jadikan sebagai pelayanmu.’
Karena cinta kepada Allah, badan-badan menjadi kurus. Suatu hari Nabi Isa berpapasan dengan tiga orang yang badan mereka kurus dan wajah mereka pucat. Nabiyullah Isa berkata kepada mereka, “Apa gerangan yang terjadi pada kalian?” Mereka menjawab, “Karena takut kepada neraka, kami menjadi seperti ini.” Isa Ruhullah mengatakan, “Sungguh Allah akan memberikan perlindungan dan keamanan kepada orang yang takut kepada-Nya.” Lalu beliau meninggalkan mereka.
Kemudian Nabi Isa berpapasan lagi dengan tiga orang lain yang juga kurus dan wajahnya pucat yang lebih kurus dan lebih pucat dari mereka. Nabi Isa berkata, “Apa gerangan yang terjadi kepada kalian?” Mereka menjawab, “Kami seperti ini karena kerinduan kepada surga.” Nabi Isa berkata, “Demi Allah, Allah akan mengabulkan harapan kepada orang-orang yang berharap akan surga-Nya.” Kemudian Nabi Isa meninggalkan tiga orang itu. Lalu beliau bertemu dengan tiga orang lain yang keadaan mereka lebih menyedihkan dari orang-orang sebelumnya, tetapi terdapat cahaya pada wajah mereka. Nabi Isa berkata, “Apa gerangan yang terjadi pada kalian?” Mereka menjawab, “Kami mencintai Allah……” Nabi Isa berkata, “Kalian adalah orang-orang muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah); kalianlah orang-orang yang dekat dan kalianlah benar-benar lebih dekat kepada Allah.”
Rasulullah saw meriwayatkan bahwa Allah Swt berfirman kepada Dawud, “Hendaklah engkau mencintai Aku dan hendaklah kau buat hamba-hamba-Ku mencintai-Ku.” Dawud bertanya, “Wahai Tuhanku, aku betul-betul mencintai-Mu tetapi bagaimana aku membuat-Mu dicintai oleh hamba-hamba-Mu?” Allah Azza wa Jalla menjawab, “Ingatkan kembali nikmat-nikmat-Ku yang telah kuberikan kepada mereka. Bila saja mereka mengetahui kebaikan-kebaikan-Ku kepada mereka, niscaya mereka akan mencintai-Ku.”
Pembicaraan burung pipit yang membuat Nabi Sulaiman tersenyum
Diriwayatkan bahwa Nabi Sulaiman melihat burung pipit yang berkata kepada pasangannya, “Mengapa engkau menjauhi aku? Bila engkau ingin istana Sulaiman, aku ambil dengan paruhku dan aku lemparkan ke laut.” Mendengar ucapan burung pipit itu, Nabi Sulaiman tertawa. Lalu ia memanggil burung itu sembari berkata, “Apakah engkau benar-benar akan melakukan apa yang kamu katakan tadi?” Burung pipit menjawab, “Terkadang pejantan mesti menunjukkan kejantanannya di hadapan pasangannya (pencinta tidak boleh dicela atas apa yang dikatakannya).”
Nabi Sulaiman berkata kepada burung pipit betina, “Mengapa engkau mengusir pasanganmu?” Burung pipit betina menjawab, “Wahai Nabi, wahai utusan Tuhan, ia bukan sahabatku, ia hanya mengklaim mencintaiku karena selain aku ia mencintai yang lain.” Ucapan burung pipit betina itu mempengaruhi Nabi Sulaiman dan ia menangis tersedu-sedu, dan selama empat puluh hari ia menjauh dari masyarakat dan ia memohon kepada Allah Swt supaya hatinya dipenuhi dengan cinta Allah dan dicabut dari hatinya cinta kepada orang lain.
Di antara malaikat terjadi sebuah dialog; mereka mempersoalkan kenapa Allah Swt menjadikan Ibrahim sebagai Khalil dan sahabat setia-Nya padahal ia diciptakan dari setetes sperma. Kemudian Allah Swt mewahyukan kepada para malaikat, “Hendaklah di antara kalian, dipilih seorang pemimpin untuk menguji Nabi Ibrahim.” Lalu mereka memilih malaikat Jibril dan Mikail.
Suatu hari Nabi Ibrahim mengumpulkan seluruh kambingnya lalu ia melihat kambing yang dimilikinya begitu banyak sampai terdapat empat ribu pengembala. Tiba-tiba malaikat Jibril mengucapkan dengan suara yang lembut, “Subbuhun quddus” (Mahasuci dan Maha Kudus). Dan malaikat Mikail di sisi lain juga berseru, “Rabb al mala’ikati wa al ruh” (Tuhan Pengatur malaikat dan ruh). Seruan dan panggilan ini merupakan pengaruh luar biasa pada jiwa Nabi Ibrahim, sehingga Ibrahim berkata kepada malaikat Jibril dan Mikail, “Jika kalian sekali lagi mengucapkan perkataan ini niscaya seluruh harta dan jiwaku aku akan hamburkan dan persembahkan untuk kalian.” Saat itu para malaikat langit berteriak dan mengatakan, “Inilah hakikat kedermawanan, kesatriaan, dan pengorbanan di hadapan Sang Kekasih.” Kemudian terdengar suara dari arsy, “Sahabat dan khalil senantiasa sesuai dengan sahabat sejati.”
Ma.