Imam Musa Al-Kadhim Bukan Seorang Imam Yang Terpenjarakan
“Masa imamah Musa bin Ja’far 31 tahun di luar penjara. Sebagian orang menganggap beliau sebagai seorang imam yang menghabiskan hidupnya di tahanan. Sedangkan menurut nukilan yang lebih kuat, dari 35 tahun masa imamah beliau, hanya 4 tahun beliau hidup di dalam tahanan.”
20 Zulhijah bertepatan dengan hari kelahiran Imam Musa bin Ja’far as. Sebagian menyebutkan beliau lahir pada 20 Zulhijah 127 H, namun sebagian lain meyakini 7 Safar 128 H sebagai hari kelahiran beliau. Beliau dilahirkan di Abwa’ sebuah wilayah antara Mekkah dan Madinah. Beliau hidup selama hampir 54 tahun. Masa imamah beliau 35 tahun. Beliau menjemput syahadah pada tahun 183 H di dalam penjara Sandi bin Syahak atas perintah Harun Ar-Rasyid.
Imam Musa Al-Kadhim dalam sebuah riwayat menyebutkan: “Berbahagialah para pengikut (Syiah) kami yang tetap berpegang teguh kepada kami pada masa keghaiban (Al-Mahdi), setia kepada kecintaan kami dan berlepas diri dari musuh-musuh kami.”
“Beruntunglah mereka, beruntunglah mereka (yang memiliki sifat tersebut),” lanjut beliau sambil menekankan bahwa mereka sederajat dengan kami di surga kelak.
Kemazluman Imam Musa Al-Kadhim di awal keimamahan
Masa-masa awal keimamahan Imam Musa Al-Kadhim dapat disebut sebagai masa tersulit beliau sebagai imam. Dari satu sisi, Mansur menulis kepada Gubernur Madinah, bila Ja’far bin Muhammad menunjuk penggantinya, panggil dan penggal lehernya. Artinya, rencana penguasa saat itu adalah supaya imamah tidak berkelanjutan.
Di sinilah, Imam Ja’far Shadiq as menunjukkan kecerdasan beliau dengan menunjuk 5 orang sebagai washi beliau. Itulah taktik politik Imam Shadiq as sehingga menyebabkan kaum Syiah pada awalnya tidak langsung menerima keimamahan Imam Musa Al-Kadhim as yang saat itu berusia 20 tahun.
Belum pernah terjadi sebelumnya, murid dan sahabat imam menguji sang imam. Murid-murid khusus Imam Musa Al-Kadhim as pergi ke rumah beliau dan menguji beliau dengan melontarkan berbagai pertanyaan sehingga mereka mengetahui Imam Musa Al-Kadhim akan memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan karena memiliki ilmu imamah. Tentu saja mereka juga menemui selain Imam Kadhim dan melontarkan berbagai permasalahan seperti zakat. Mereka mendapatkan bahwa tidak ada yang dapat memberikan jawaban sempurna selain Imam Kadhim as. Inilah awal keimamahan beliau yang disertai dengan kemazluman, namun dapat beliau diatasi dengan ilmu yang beliau miliki.
Dari sisi lain, kekuasaan Bani Abbas (Abbasiah) pada masa Imam Musa Al-Kadhim bersifat menyeluruh. Empat khalifah yang berkuasa pada masa Imam Ja’far Shadiq as, yaitu Mansur, Mahdi, Hadi, dan Harun melakukan kezaliman kepada Imam Al-Kadhim dan mereka semua memiliki rencana untuk membunuh Imam. Tekanan yang luar biasa kepada Ahlul Bait juga terjadi pada masa tersebut. Meski demikian, Syiah tetap berkembang, baik secara kualitas maupun kuantitas. Kader dan murid-murid Imam Ja’far dan Imam Baqir as memberikan pengaruh, yaitu perkembangan keilmuan yang sangat mewarnai dan Syiah memiliki kedudukan khusus yang diperhitungkan. Tentunya, luasnya wilayah geografis saat itu menyebabkan kaum Syiah tersebar di berbagai wilayah, seperti Kufah, Qom, Khurasan, Thabaristan, Baghdad, Mesir, dan Yaman.
Taktik Imam Musa Al-Kadhim as melalui pengembangan wikalah
Taktik yang diambil oleh Imam Musa Al-Kadhim pada masa tekanan yang dahsyat saat itu adalah pengorganisasian perwakilan (wikalah) yang tampaknya telah dimulai pada masa Imam Ja’far Shadiq as sehingga Imam Musa Al-Kadhim bertugas mengembangkannya. Artinya, taktik Imam Musa Al-Kadhim adalah pengembangan organisasi perwakilan di berbagai wilayah. Wakil-wakil beliau adalah posisi yang sangat baik bagi beliau, sedangkan bagi Syiah menjadi sebuah tempat berlindung. Pertanyaan-pertanyaan yang ada akan disampaikan kepada wakil-wakil tersebut. Begitulah cara mereka menjalin komunikasi dengan imam mereka.
Wikalah ini berlangsung hingga masa Imam Ali Al-Hadi dan Imam Mahdi as. Posisi ini dimiliki oleh orang-orang yang menjaga taqiah dalam amal perbuatan, alim, mampu menjawab permasalahan hukum syar’i dan fikih. Dengan kata lain, selain ilmu dan keahlian di bidang hukum fikih, mereka juga memiliki strategi dan taktik. Karena tekanan dahsyat terjadi pada masa Imam Kadhim, kaum Syiah telah diidentifikasi dan bahkan tidak diizinkan bernafas dengan tenang.
Imam Musa bin Ja’far, dari satu sisi mengorganisasikan wikalah ini dan dari sisi lain berjuang menghadapi pemikiran-pemikiran sebagian madzhab seperti aliran pemikiran Mu’tazilah, Murjiah, Qadariyah yang menyimpang. Dan Imam berhasil mengendalikan arus teologis ini sambil menghadapi pemikiran-pemikiran tersebut dengan risalah aqliyah.
Imam Musa Al-Kadhim bukan seorang imam yang terpenjarakan
Terdapat sekitar dua ribu hadis dinukil dari Imam Musa Al-Kadhim as. Sebanyak 600 orang dari murid beliau menukil hadis dari beliau. Sebagian membayangkan beliau adalah seorang imam yang terpenjarakan, sementara riwayat pasti Imam dipenjara adalah 4 tahun. Dalam sebagian riwayat disebutkan, beliau dipenjara selama 14 tahun, namun pastinya dapat dikatakan bahwa Imam pada empat tahun terakhir dari hidup beliau dilalui di penjara. Pemerintah Abbasiah berkali-kali ingin memanggil Imam ke Baghdad. Beliau beberapa waktu hidup dalam persembunyian, di perkampungan-perkampungan di wilayah Syam atau Tabaristan.
Imam Musa Al-Kadhim bukan seorang imam yang terpenjarakan selama hidup. 35 tahun masa keimamahan beliau yang bila pun disebutkan 14 tahun berada dalam tahanan, selama 20 tahun beliau beraktifitas di luar. Sekalipun Imam dipenjarakan, beliau tetap beraktifitas dan menyebarkan ajaran-ajaran Ahlul Bait. Di antara program beliau adalah kaderisasi dan mendidik murid. Salah seorang murid beliau menukil bahwa ia melihat 900 syeikh di Masjid Kufah yang sedang menukilkan hadis-hadis Imam Ja’far Shadiq untuk murid-murid mereka. Artinya bahwa halakah-halakah pelajaran telah berkembang pada masa Imam Musa Kadhim as.
Masa imamah yang paling sulit
Berkenaan dengan masa 250 tahun keimamahan para imam, Imam Ali Khamenei menyatakan bahwa masa imamah tersulit dialami oleh Imam Ali Zainal Abidin dan setelah itu tidak ada yang lebih sulit dibandingkan masa Imam Musa Al-Kadhim.
Pada masa Imam Sajjad as, sekitar 120 ribu orang dibunuh oleh Hajjaj. Sebagian beranggapan bahwa masa keimamahan adalah masa-masa tenang sehingga Ahlul Bait dapat shalat, puasa, haji dengan tenang. Sedangkan pada saat yang sama para imam Ahlul Bait juga menjaga dan melindungi eksistensi Syiah.[IRNA]IG