Jihad Defensif Menurut Pandangan Fuqaha Imamiyah dengan Penekanan pada Pendapat Imam Khomeini (S) dalam Pertahanan Suci Part 2
2. Kewajiban Jihad Defensif
Dalam fiqh, hukum kewajiban jihad inisiasi tidak diragukan lagi hanya berlaku pada masa hadirnya imam maksum dan dengan izin beliau atau wakil khusus beliau (Thusi, 1387 H, jilid 2: 5; Hilli, tanpa tahun, jilid 2: 6-7; Ibn Fahd Hilli, 1413 H, jilid 1: 412). Sementara itu, kewajiban jihad defensif tidak memerlukan syarat kehadiran imam maksum (Sahib Jawahir, tanpa tahun, jilid 21: 15). Jihad defensif wajib dalam semua kondisi dan untuk semua orang, baik dalam masa hadirnya imam maksum maupun tidak. Ini adalah masalah penting yang fuqaha Imamiyah telah sepakat (Syahid Tsani, 1409 H, jilid 1: 20; Hilli, tanpa tahun, jilid 2: 6-7; Sahib Jawahir, tanpa tahun, jilid 21: 15; Khumaini, 1379: 480-483). Berdasarkan ini, dalam Pertahanan Suci, Imam Khomeini mengeluarkan fatwa bahwa semua Muslim wajib berpartisipasi dalam jihad defensif dan perang melawan musuh.
Menurut kitab fiqh, alasan untuk kewajiban jihad defensif dijelaskan dengan memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an, riwayat-riwayat, dan fatwa para fuqaha. Sebelum menjelaskan kewajiban jihad defensif dari perspektif Imam Khomeini dalam Pertahanan Suci, sebagian dari ayat-ayat dan riwayat-riwayat serta fatwa para fuqaha yang berkaitan dengan masalah ini akan disebutkan.
- a) Ayat-Ayat Al-Qur’an
Dalam banyak ayat Al-Qur’an, Allah memerintahkan umat Islam untuk berjihad dan melawan musuh. Sebagian ayat memerintahkan jihad tanpa menyebutkan kondisi atau syarat tertentu, dan ini juga mencakup jihad defensif. Seperti ayat 190-193 surat al-Baqarah:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu temui mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di sana), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”
Salah satu ayat yang jelas menunjukkan jihad defensif adalah ayat 75 surat an-Nisa:
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak yang semuanya berdoa: ‘Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu!'”
Ayat ini adalah dalil kuat atas kewajiban jihad defensif untuk membela orang-orang tertindas. Imam Khomeini dalam Pertahanan Suci sering mengutip ayat ini dalam pernyataannya dan menganggapnya sebagai alasan kewajiban jihad defensif dalam melawan musuh.
- b) Riwayat-Riwayat
Banyak riwayat dari para imam maksum yang menunjukkan kewajiban jihad defensif. Salah satu riwayat yang sangat terkenal adalah dari Imam Shadiq yang diriwayatkan oleh Abu Basir:
“Sesungguhnya Allah menugaskan sesuatu dalam Al-Qur’an yang tidak ada alasan bagi siapa pun untuk tidak melaksanakannya. Salah satunya adalah firman-Nya: ‘Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.’ Maka, ketika mereka (musuh) menyerangmu dan kamu dalam keadaan tertindas, maka wajib bagimu untuk membela diri dan melawan mereka.”
Dalam Pertahanan Suci, Imam Khomeini sering merujuk pada riwayat-riwayat seperti ini dan menganggapnya sebagai alasan kuat untuk kewajiban jihad defensif dalam melawan musuh.
- c) Fatwa Para Fuqaha
Para fuqaha Imamiyah sepakat bahwa jihad defensif wajib bagi semua Muslim dalam semua kondisi. Sebagai contoh, Allamah Hilli dalam kitab “Tahrir al-Ahkam” menulis:
“Jihad defensif adalah fardhu ain bagi semua Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, ketika musuh menyerang wilayah Islam atau ketika ada ancaman yang jelas terhadap umat Islam.”
Demikian juga, Sahib Jawahir menulis:
“Ketika musuh menyerang wilayah Islam, jihad defensif menjadi fardhu ain bagi semua Muslim. Tidak ada syarat-syarat khusus yang diperlukan, seperti izin imam maksum atau wakilnya.”
Imam Khomeini dalam Pertahanan Suci merujuk pada fatwa-fatwa seperti ini dan menganggapnya sebagai dasar kuat untuk kewajiban jihad defensif dalam melawan musuh.
- Kesimpulan
Dalam penelitian ini, pandangan fiqh Imam Khomeini (S) dalam Pertahanan Suci dijelaskan berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an, riwayat-riwayat, dan fatwa-fatwa para fuqaha Imamiyah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Imam Khomeini (S) memiliki pandangan yang sangat kuat dan berdasar pada fiqh jawaheri dalam Pertahanan Suci. Beliau menganggap jihad defensif sebagai kewajiban bagi semua Muslim dalam semua kondisi, dan pandangan ini sejalan dengan pandangan fuqaha Imamiyah yang terkenal. Dalam Pertahanan Suci, Imam Khomeini (S) berhasil mengoperasionalkan pembahasan fiqh jihad dan memberikan pandangan fiqh yang sangat kuat dan berdasar untuk kewajiban jihad defensif.
Referensi :
- Ibn Barraj, Abdul Aziz Trabelsi. (1406 H). Al-Muhadzab. Qom: Jami’at Mudarrisin Hawzah ‘Ilmiyah Qom, Daftar Intisyarat Islami, cetakan pertama, jilid 1.
- Ibn Idris, Muhammad bin Ahmad. (1410 H). As-Sarair Al-Hawi Li-Tahrir Al-Fatawa (wa Al-Mustathrafat). Penyunting: Musawi, Hasan bin Ahmad; Ibn Masih, Abu Al-Hasan. Qom: Jami’at Mudarrisin Hawzah ‘Ilmiyah Qom, Daftar Intisyarat Islami, cetakan kedua, jilid 2.
- Abu Salah Halabi, Taqi ad-Din bin Najm ad-Din. (1403 H). Al-Kafi fi Al-Fiqh. Isfahan: Perpustakaan Umum Imam Amir Al-Mu’minin, cetakan pertama.
- Harr Amili, Muhammad bin Hasan. (1409 H). Tafsil Wasail Ash-Shi’ah Ila Tahsil Masa’il Asy-Syari’ah. Qom: Penelitian: Kelompok Penelitian Ma’sumah Al-Bayt Institute, Al-Bayt Institute untuk Menghidupkan Kembali Warisan, cetakan pertama, jilid 1, 2, 15, dan 16.
- Khurazi, Sayyid Mohsen. (1396 H). Kitab Al-Jihad. Qom: Mu’assasah Dar Rah-e Haqq, cetakan pertama.
- Khomeini, Sayyid Ruhollah Mousavi. (1422 H). Istifta’at. Qom: Jami’at Mudarrisin Hawzah ‘Ilmiyah Qom, Daftar Intisyarat Islami, cetakan kelima, jilid 1 dan 3.
- Khomeini, Sayyid Ruhollah Mousavi. (1378 H). Sahifah Imam. Teheran: Mu’assasah Tanzim wa Nashr Asar Imam Khomeini, jilid 10.
- Khomeini, Sayyid Ruhollah Mousavi. (tanpa tahun a). Tahrir al-Wasilah. Qom: Mu’assasah Mathbu’at Dar al-‘Ilm, cetakan pertama, jilid 1.
- Khomeini, Sayyid Ruhollah Mousavi. (tanpa tahun b). Kashf Asrar. Qom: Intisharat Payam Azadi.
- Khoei, Sayyid Abul Qasim. (1410 H). Minhaj as-Salihin. Qom: Nashr Madinah al-Ilm, cetakan kedua puluh delapan, jilid 1.