Kajian Singkat Musnad Imam Ahmad (Bag. Ketiga)
4- Kecintaan yang besar terhadap Mu’awiyah
Di antara peristiwa yang membuktikan itu adalah pesan Ahmad bin Hanbal kepada Yahya bin Mu’in yang tidak menukil hadis dari Ubaidullah bin Musa Al’Absi. Dalam pesan surat itu, Ahmad menyebutkan alasan larangan menukil hadis dari Ubaidullah: “Karena Ubaidullah bin Musa membicarakan keburukan Mu’awiyah.”[1]
Maka jelas bagaimana Ahmad melandasi pilihannya terhadap 30 ribu dari 700 ribu hadis yang dikumpulkannya?!
Selain itu, perbincangan antara Ahmad dan puteranya berikut ini juga menjelaskan hal di atas: Suatu ketika putera Ahmad bertanya tentang keutamaan Ali dan Muawiyah. Ahmad menjawab, “Puteraku! Musuh-musuh Ali bin Abi Thalib a.s. berusaha menemukan titik lemah dalam diri Ali bin Abi Thalib, namun karena mereka tidak mampu menemukannya, mereka membesarkan musuhnya –untuk memukulnya-.
5- Meyakini ke-Qadim-an Kalamullah
Pada masa pemerintahan Bani Abbas, ramai pembahasan seputar ke-huduts-an (kemakhlukan) Alquran (Kalamullah). Faktor panasnya pembahasan tersebut di tengah-tengah kaum Muslimin dapat ditemukan dalam dua hal berikut ini:
- Pemerintah saat itu yang sengaja melontarkannya dan membantu menyemarakkannya untuk menyibukkan masyarakat dan mencegah munculnya kebangkitan rakyat melawan pemerintah.
- Karena banyaknya futuhat (penaklukan berbagai wilayah) yang terjadi dan masuknya filsafat Yunani ke wilayah-wilayah Islam, konsekuensi wajarnya dialog peradaban adalah munculnya pembahasan-pembahasan rasional seperti ini.[2]
Orang-orang yang meyakini ke-qadim-an Kalamullah, menghadapi dan tertimpa berbagai macam kesulitan. Misalnya Ibnu Hammad Al-Muruzi (wafat tahun 228 H. penulis kitab Fitan) yang mendukung pandangan ini, meninggal di penjara dalam keadaan tangan dan kakinya dirantai, kemudian jenazahnya dilemparkan ke dalam sumur.
Imam Ahmad bin Hanbal adalah pemuka orang-orang yang meyakini ke-qadim-an Kalamullah.[3] Ia bersikeras atas pendapatnya sehingga dijebloskan ke dalam penjara. Hal inilah yang menyebabkan para pengikutnya bertambah banyak dan bahkan berbagai nukilan atau keutamaan yang aneh diciptakan berkenaan dengannya, keutamaan yang bila kita sandarkan kepada Ahlul Bait a.s. akan disebut ghuluw (pengkultusan) atau ja’li (pemalsuan).
Beberapa contoh keutamaan ja’li:
1- Suatu ketika banjir melanda kota Baghdad. Ketika air sampai di pinggir kuburan Imam Ahmad, air itu berhenti dan tidak memasuki kuburan, bahkan debu di atas karpetnya pun tidak tersentuh air.[4] Dan itu merupakan bukti kebesarannya.[5]
Allamah Amini –rahmatullah alaih– menulis, “Bukti kemukjizatan makam Ahmad bahwa saat ini tidak ada bekas makamnya!!”
2- Ketika terjadi banjir di kota Baghdad, salah seorang ulama berkata, “Pada saat itu seluruh kitabku musnah, kecuali beberapa jilid kitab yang tersisa. Setelah mencermati, aku mendapat kesimpulan bahwa karena terdapat beberapa lembar dari kitab-kitab Imam Ahmad, beberapa jilid kitab tersebut terjaga dari banjir!
3- Tuhan datang menziarahi Ahmad. Ibnu Jauzi pada peristiwa tahun 454 menukil dari seseorang, “Aku bermimpi bahwa aku pergi berziarah ke kuburan. Saat aku sampai di kubur Imam Ahmad, aku melihat kuburnya rata dengan tanah. Aku berkata dalam diri sendiri, “Pasti terjadi banjir hingga kubur ini menjadi rata.”
Tiba-tiba aku mendengar suara dari dalam kubur berucap, “Bukan itu yang terjadi, namun Tuhan telah datang menziarahi kuburku. Karena keagungan-Nya, kubur ini menjadi demikian. Tuhan setiap tahun datang menziarahiku.”
“Kenapa,” tanyaku.
Ia menjawab, “Karena Tuhan berfirman, “Karena engkau telah menolong kalamku.””
Aku bertanya, “Apakah rahasianya sehingga hanya kuburmu yang dapat dicium?”
Ia menjawab, “Karamah ini bukan dikarenakan dari diriku, namun karena sehelai rambut Nabi saw. yang ada bersamaku. Kuburku dicium karena alasan itu.”
4- Ibnu Jauzi juga menukil, “Putera Imam Ahmad bermimpi melihat ayahnya. Ia bertanya kepada sang ayah, “Setelah meninggal, bagaimana engkau diperlakukan?”
Imam Ahmad menjawab, “Aku telah diampuni; ketika dua malaikat datang dan bertanya, “Siapa Tuhanmu?” aku menjawab, “Subhanallah (Maha Suci Allah), apakah kalian tidak malu menanyakan pertanyaan ini kepadaku?!”
Kedua malaikat itu berkata, “Wahai hamba Allah! Kami hanyalah suruhan dan tidak dapat berbuat lain.””
Atau kisah Tuhan menulis surat kepada Ahmad atau Nabi Ilyas yang menyampaikan salam kepadanya atau…
Allamah Amini menukil kisah-kisah tersebut di bagian “ghuluw” dan memberikan kritik keras terhadapnya.[6]
* Keilmuan Imam Ahmad
Berkenaan dengan tingkat keilmuan Imam Ahmad, Ibnu Qayum Al-Jauziyah menulis, “Ahmad adalah imam (pemimpin) Ahl As-Sunnah secara mutlak. Ahmad yang memenuhi bumi dengan ilmu pengetahuan, hadis, dan sunnah. Bahkan para imam hadis dan sunnah menganggap diri mereka sebagai pengikutnya hingga hari kiamat.”
(Bersambung)
=========================
[1] Lihat: Tarikh Baghdad, 41/427.
[2] Harus dilihat di manakah akar munculnya pandangan ini. Yang pertama kali melontarkannya adalah seorang Kristiani bernama Yohanes. Ia berkata, “Allah swt dalam Alquran berfirman, “Nabi Isa adalah Kalimatullah (Kalimah Allah).” Jika kita mengatakan bahwa kalam Allah qadim, konsekuensinya, Nabi Isa a.s. juga qadim. Artinya Nabi Isa adalah Tuhan dan memiliki ke-qadim-an waktu seperti Tuhan.”
[3] Ke-qadim-an Kalamullah adalah pandangan Asy’ariyah, namun ke-huduts-an atau ke-makhluk-annya sesuai dengan pandangan Mu’tazilah dan juga Imamiyah, karena kalam termasuk sifat fi’il Allah, bukan sifat zat dan hanya sifat-sifat zat saja yang qadim.
[4] Kisah aslinya berkenaan dengan makam Imam Husain a.s. di Karbala ketika seluruh wilayah Karbala tergenang air, namun saat air sampai di makam suci Imam Husain a.s., air tidak masuk ke dalam makam.
[5] Siyar A’lam An-Nubala’, 11/231.
[6] Setelah kitab Al-Ghadir ditulis dan diterbitkan, beberapa ulama Ahlu Sunnah mendatangi Perdana Menteri Irak sebagai bentuk protes dan berkata, “Kitab Allamah Amini harus dikumpulkan dan ditarik kembali.”
Sang Perdana Menteri berkata, “Baik, seluruh kitab-kitabnya akan kita bakar dan beliau juga kita bunuh. Namun aku ada satu pertanyaan untuk kalian, “Apakah pembahasan-pembahasan yang dinukil dalam kitab-kitab tersebut juga terdapat dalam kitab-kitab kalian?””
Mereka menjawab, “Benar, ada!”
Perdana Menteri berkata, “Maka kumpulkan dan bakarlah kitab-kitab kalian terlebih dahulu , kemudian kita akan mengurus kitab-kitab Allamah Amini.”