Kajian Singkat Musnad Imam Ahmad (Bag. Kedua)
I- Mengenal Penulis Musnad Imam Ahmad
Nama: Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
Lahir: Baghdad, tahun 164
Nama Kakek: Hanbal, gubernur Bani Umayah di Sarakhs. Setelah Bani Umayah melemah, ia berpihak ke Bani Abbas dan kemudian hijrah ke Baghdad.
Datuk: Dzu Ats-Tsudayyah,[1] ideolog Khawarij yang terbunuh di tangan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. pada perang Nahrawan. Kedengkian ini yang disimpan dalam hati oleh Ahmad bin Muhammad Hanbal terhadap Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. dan itulah akar masalahnya.[2]
* Guru-guru Imam Ahmad:
Imam Ahmad bin Hanbal mendengar hadis dari 1800 orang. Guru-gurunya yang paling penting adalah sebagai berikut:
- Haitsam
- Sufyan bin Uyainah
- Abdurrazzaq Shan’ani
- Qadhi Abu Yusuf (pengembang mazhab Abu Hanifah)
* Murid-murid Imam Ahmad:
- Muhammad bin Ismail Bukhari
- Muslim bin Hajjaj Naisaburi
- Abu Daud Sajistani
- Shaleh dan Abdullah, anak-anak Ahmad bin Hanbal
* Mengenal Sosok dan Kepribadian Imam Ahmad:
a) Akidah dan pandangannya[3]
1- Memendam kebencian terhadap Ali bin Abi Thalib a.s. dalam hati:
Sebagaimana yang telah disinggung bahwa salah satu penyebabnya adalah terbunuhnya datuknya yang bernama Dzu Ats-Tsudayyah dalam perang Nahrawan di tangan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. yang menurut sebagian ulama, menjadi alasan utama kedengkiannya terhadap Amirul Mukminin a.s.[4]
Peristiwa yang dinukil oleh Ali bin Hasyram berikut ini membuktikan hal tersebut:
“Suatu ketika aku berada di majelis Ahmad bin Hanbal. Tiba-tiba terdengar nama Ali bin Abi Thalib disebut. Lalu Ahmad berkata, “Seseorang tidak disebut Sunni bila tidak memiliki sedikit kebencian terhadap Ali.”
Aku berkata, “Seseorang tidak disebut Sunni kecuali banyak mencintai Ali.”
Setelah aku katakan hal itu, murid-murid Ahmad memukuliku dengan keras dan mengeluarkan aku dari majelis tersebut.”[5]
2- Mengakui banyaknya keutamaan Imam Ali bin Abi Thalib a.s.:
Meski memendam kedengkian, namun Ahmad masih menyebut banyaknya keutamaan Imam Ali bin Abi Thali a.s. Di antara ucapan Ahmad dapat dibaca berikut ini:
- Keutamaan yang dimiliki oleh sahabat Nabi saw. tidak ada yang menyamai keutamaan Ali a.s.[6]
- Ali selalu bersama kebenaran dan kebenaran selalu bersamanya di mana saja ia berada.
- Khilafah tidak menjadikan Ali indah, namun Ali yang menjadikan khilafah indah.[7]
3- Menentang pandangan tentang “Tiga Khalifah”
Ahmad menentang pandangan yang disebarkan oleh Ibnu Umar (yang meyakini bahwa pada masa Rasulullah saw. di antara para sahabat, Abu Bakar yang paling utama, kemudian Umar dan Usman. Selain ketiga orang itu, seluruhnya sama.)[8]
(Bersambung)
==================================
[1] Disebut Dzu Ats-Tsudayyah karena terdapat benjolan di atas bahu atau pundaknya.
[2] Allamah Tustari dengan menukil dari Kasyi menulis, “Kebencian Ahmad terhadap Ali a.s. karena datuknya, Dzu Ats-Tsudayyah dibunuh Ali pada perang Nahrawan.”
Almarhum Namazi Syahrudi juga menulis, “Ahmad bin Hanbal adalah keturunan Dzu Ats-Tsudayyah yang dibunuh oleh Amirul Mukminin. Inilah sebab kebenciannya terhadap Amirul Mukminin a.s.” (Mustadrakat Ilm Rijal Al-Hadits, 1/306).
[3] Dapat dikatakan bahwa pada dasarnya, Imam Ahmad bin Hanbal adalah ideolog dari orang-orang Salafi. Akidah orang-orang Wahabi dan Salafi dari sisi pemikiran biasanya berkiblat kepada Imam Ahmad.
[4] Tentu saja Imam Ahmad bin Hanbal juga sosok pribadi yang tidak stabil atau mengikuti ke mana arah angin berhembus, terkadang condong ke arah sana dan terkadang ke arah sini. Namun kedengkian dan permusuhan terhadap Amirul Mukminin a.s. tidak dapat diingkari.
[5] ‘Ilal Asy-Syarai’, 2/468 dan Bihar Al-Anwar, 49/261.
[6] Haskani, pengikut Hanafi (wafat tahun 490 H.) dalam Syawahid At-Tanzil menyebutkan 80 keutamaan Amirul Mukminin a.s. yang tidak dimiliki oleh seorang sahabat pun. Ia menulis, “Segala keutamaan yang dimiliki oleh sahabat lain, Imam Ali a.s. juga memilikinya. Terdapat banyak sekali keutamaan yang disebutkan Nabi saw. tentang Imam Ali dan tidak disebutkan berkenaan dengan satu sahabat pun.”
[7] Tarikh Baghdad, 1/145.
[8] Sunan Abi Daud, 4/206.