Kajian Singkat Sunan Tirmidzi (Bag. Kedua)
Landasan Tirmidzi Dalam Menulis Dan Menukil Hadis
Pertama harus diingat bahwa Tirmidzi tidak terlalu kuat dan ahli dalam bidang ilmu rijal. Seseorang yang tidak begitu kuat dalam ilmu rijal, maka pilihan-pilihan hadisnya pun juga perlu dipertanyakan. Dengan demikian, kitab Sunan Tirmidzi ini tidak dapat disebut sebagai kitab ketiga dari Shihah Sittah atau “Nabi yang sedang berbicara” atau “salah satu ushul Islam”.
1- Empat kelompok hadis
Berkenaan dengan landasan ilmiah Tirmidzi, Abu Nasr Abdurrahim bin Abdul Khaliq menulis:
Hadis-hadis Sunan Tirmidzi terbagi menjadi empat kategori:
1) Kelompok hadis yang dipastikan keshahihannya.
2) Kelompok hadis yang sesuai dengan landasan yang digunakan oleh Abu Daud dan Nasai.
3) Kelompok hadis yang tidak dapat dipastikan keshahihannya dan tidak sesuai dengan landasan Abu Daud dan Nasai, serta tidak dapat diterima.
4) Kelompok hadis yang Tirmidzi sendiri menyebutkan kedhaifannya dengan mengatakan, “Sebagian fuqaha’ mengamalkan seluruh hadis kitab ini kecuali dua hadis berikut:
a- Hadis yang mengatakan, “Cambuklah peminum minuman keras hingga kali ketiga dan bunuhlah pada kali keempatnya.”[1]
b- Hadis yang menjelaskan bahwa Nabi saw. menjamak antara shalat dhuhur dan asar tanpa ada ketakutan perang, sakit dan lain-lain atau sedang dalam perjalanan.[2]
Dua riwayat di atas tidak diamalkan bahkan oleh satu orang pun dari fuqaha’ Ahlu Sunnah.” (Artinya, Tirmidzi ingin mengatakan bahwa dua hadis tersebut syadz).
* Penjelasan singkat tentang hadis menjamak shalat:
Terkait ucapan Tirmidzi “Fuqaha’ tidak mengamalkannya”, para pensyarah Sunan Tirmidzi berkomentar, “Ucapan ini tidak dapat diterima, karena Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, 5/218 – 219 mengatakan, “Tidak dapat disebut ijma’ bila sebuah riwayat yang dinukil oleh Ibnu Abbas[3] tentang jamak shalat dhuhur dan asar, tidak diamalkan. Bahkan fuqaha’ menjelaskan beberapa alasan: Ahmad bin Hanbal dan Qadhi Husain berkata, “Nabi saw. memperbolehkan perbuatan tersebut, tentu saja saat sakit.” Ibnu Sirin dan Asyhab berkata, “Bila untuk sebuah keperluan, tidak masalah, tentu saja dengan syarat tidak menjadi kebiasaan.””
===> Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa Ahlu Sunnah menerima jamak antara dua shalat, namun dengan beberapa catatan.
2- Mempermudah dalam urusan hadis
Dzahabi setelah memuji penulis Sunan Tirmidzi berkata, “… Akan tetapi (Tirmidzi) tidak mempersulit untuk menerima hadis dan lemah dalam mendhaifkannya.”[4]
Kemudian Dzahabi melanjutkan ucapannya, “Ibnu Rajab Hanbali dalam Syarah Al-‘Ilal, 1/395 berkata, “Ketahuilah bahwa Tirmidzi dalam kitabnya meriwayatkan hadis shahih, hadis hasan,[5] dan hadis gharib. Aku tidak mengetahui atau menemukan ia meriwayatkan secara munfarid (hadis yang yang diriwayatkan oleh seorang perawi sendirian) dari orang muttaham bi al-kidzb (yang tertuduh berdusta dalam hadis).”
Namun setelahnya berkata, “Tidak! Terkadang seorang perawi menukil sebuah hadis dari beberapa jalur yang sebagiannya muttaham bi al-kidzb.”
Kemudian ia membawakan bukti seperti nukilan dari Muhammad bin Said Al-Mashlub dan Muhammad bin As-Saib Al-Kalabi.[6]
Dengan membawakan beberapa contoh kekeliruan Tirmidzi dalam tautsiq dan tadh’if para perawi, Dzahabi melakukan kritik ilmiah berikut ini:
1- Dalam biografi Katsir bin Abdullah Al-Muzani, Dzahabi berkata, “Tirmidzi meriwayatkan hadisnya dan melakukan tashih sendiri. Oleh karena itu, ulama tidak bersandar kepada tashih Tirmidzi.”
2- Dzahabi membawakan sebuah hadis Nabi saw. dari Yahya bin Yaman dengan menukil dari Ibnu Abbas, “Hadis-hadis yang dianggap hasan oleh Tirmidzi, ketika diteliti ternyata dhaif.”
3- Dalam biografi Muhammad bin Al-Hasan Al-Hamedani, Dzahabi menulis, “Perawi ini dianggap hasan oleh Tirmidzi dan Tirmidzi tidak benar (dalam hal ini).”[7]
=====================================
[1] “فإنْ شَرِبَ الرابِعَةَ فاقْتلوهُ”.
[2] “جَمَعَ رَسُوْلُ اللهِ صلي الله عليه و سلم بَيْنَ الظهر و العصر من غير خوْفٍ و لا سفرٍ”.
[3] Tentunya bukan hanya Ibnu Abbas yang menukil dan meyakini hadis tersebut, bahkan Ibnu Umar, Abu Hurairah dan… dengan yakin mengatakan bahwa Nabi saw. menjamak antara dua shalat. Selain itu, dalam nukilan Ibnu Abbas juga disebutkan bahwa Nabi saw. melakukan itu untuk kemudahan umat beliau:
جمع رسول الله صلى الله عليه وسلم بين الظهر و العصر و المغرب و العشاء بالمدينة من غير خوف ولا مطر. قال: فقیل لابن عباس: ما اراد بذلك؟ قال: اراد ان لا يحرج أمته.
Hadis ini shahih dan diriwayatkan pula oleh Malik dalam Al-Muwaththa’, 1/161 dengan syarah Suyuthi, Muslim (705), Abu Daud (1210 dan 1211), Ibnu Khuzaimah (972), Baihaqi, 3/166, Ath-Thayalisi (2614 dan 2629), Ahmad, 1/223, 283, 349 dan 354), Ath-Thahawi dalam kitab “Syarah Ma’ani Al-Atsar”, 1/160.
[4] Siyar A’lam An-Nubala’, 13/276.
[5] Hadis hasan adalah hadis yang berada di bawah tingkat hadis shahih dan terdapat sebagian kedhaifan.
[6] Ulama Ahlu Sunnah tidak menyenangi orang ini dan menuduhnya berbuat ghuluw (mengkultuskan sebagian imam Ahlul Bait), karena ia memaparkan sebuah kejadian tentang dirinya demikian, “Suatu waktu aku menderita suatu penyakit hingga seluruh ilmuku lenyap. Lalu aku mendatangi salah seorang keturunan Muhammad (yang dimaksud adalah Imam Baqir a.s.). Kemudian beliau memberikanku sirup dan ilmuku kembali.”
[7] Mizan Al-I’tidal, 3/407, 4/415, dan 3/514.