Kritik Disertasi “Kesatuan Mistis Dalam Filsafat Illuminasi”(Bagian VI)
Kedua, penjelasan kedua tentang wahdah al-wujûd adalah wahdat al-wujûd bukan bermakna bahwa wujud itu terbatas kepada Dzat al-Haqq. Tetapi maknanya adalah semua maujud itu ada dengan satu hakikat, yaitu hakikat wujud. Tetapi hakikat wujud itu memiliki jenjang-jenjang. Salah satu jenjang-jenjangnya adalah wâjib dan jenjang lainnya adalah mumkin. Satu jenjang adalah ghany dan satu jenjang yang lain adalah faqĭr. Jadi, hakikat wujud itu adalah hakikat yang satu. Oleh karena itu, wahdah al-wujûd bukan wujud itu terbatas kepada Dzat al-Haqq, tetapi hakikat wujud itu adalah hakikat yang satu. Tetapi hakikat ini memiliki jenjang-jenjang dan tingkatan-tingkatan, dan salah satu jenjang adalah jenjang kekayaan, kesempurnaan, jenjang Dzat al-Haqq.
Mulla Shadra, pada permulaan pun mengatakan demikian. Tetapi selanjutnya dengan tetap menjaga pandangan ini, beliau menjelaskan hakikat wujud yang memiliki tingkatan-tingkatan itu secara lebih mendalam dan teliti.[1]
Ketiga, wahdah al-wujûd dalam pandangan khusus ‘urâfâ. Yaitu wujud adalah satu dari semua sisi dan basîth muthlaq, tidak ada katsrah di dalamnya, baik katsrah thȗli maupun katsrah ‘aradhi, baik multisiplitas pada kekerasan/kekuatan maupun kelemahan, baik yang tidak kuat maupun yang tidak lemah. Hakikat wujud itu terbatas pada satu, yaitu Allah. Wujud yakni wujud al-Haqq, selain al-Haqq apa pun yang ada itu tidak berwujud, hanya cermin dan manifestasi.
- Metodologi Penelitian
- Sumber penelitian
Ahmad Asmuni jelas menggunakan penelitian Library Research. Sumber primer adalah karya-karya Suhrawardi terutama yang berkaitan dengan Filsafat Illuminasi, antara lain: al-Talwihât sebagai uraian ringkas tentang tema-tema Peripatetik dan sekaligus dasar untuk menolak gagasan tersebut. Karya lainnya adalah al-Muqâwamat (Tambahan), al-Masyâri wa al-Muthârahat (Jalan-jalan dan Tempat Berlabuh), dan karya monumentalnya Hikmah al-Isyrâq (Filsafat Illuminasi/Pencerahan) yang ketiganya membentuk sebuah trilogi pemikiran Suhrawardi yang khas. Sedang untuk buku sekundernya, Ahmad Asmuni menggunakan risalah-risalah pendek yang berisi doktrin filosofis seperti: Hayâkil al-Nur, al-Lamahât, Bustân al-Qulȗb. Di samping itu, ditambah hikayat-hikayat pendek yang ditulis dengan bahasa simbolis, mistis dan filosofis seperti: ‘Aql-i Surkh, al-Ghurbah al-Gharbiyyah, Shafîr-i Simurgh.
- Langkah-langkah penelitian.
Setelah permasalahan dirumuskan, Ahmad Asmuni melakukan beberapa langkah, yaitu:
- Mengumpulkan bahan-bahan untuk dikaji dengan metode hermeneutik.[2]
- Di samping metode hermeneutik, juga digunakan pendekatan fenomenologis yang diterapkan dalam kerangka pendekatan historis.
- Menjelaskan dan menganalisa karakter filsafat Suhrawardi, utamanya menyangkut empat tingkatan kesatuan mistis.
- Langkah terakhir, adalah mengambil kesimpulan (natîjah) yang berkaitan dengan rumusan masalah atau jawaban dari rumusan masalah.
Critical Review
Pertama, nampaknya, dalam hal ini Ahmad Asmuni kurang menyentuh media elektronik, terbukti tidak ditemukannya sama sekali referensi dari internet baik dalam bentuk jurnal ilmiah maupun makalah/buku.
Kedua, dari pelbagai langkah penelitian di atas, Ahmad Asmuni tidak banyak terlibat dalam diskusi ilmiyah disertasinya. Dengan kata lain, penjelasan dan analisa yang disampaikan peneliti lebih banyak bersifat diskriftif dan analisanya kurang tajam serta kritikan ilmiahnya tidak terlalu tampak. Karena karya ilmiyah bukan hanya sekedar kajian secara interpretatif dan diskriftif saja. Akan tetapi, harus dapat mengkritisi, mendukung atau menemukan hal/teori baru.
Tampaknya dalam disertasinya, Ahmad Asmuni lebih banyak menyatakan posisinya yang setuju pada hampir keseluruhan gagasan dan pemikiran Suhrawardi, utamanya menyangkut kesatuan mistis. Tidak ditemukan komparasi dengan pendapat yang berlawanan, terutama pendapat Filsafat Peripatetik. Hal ini bisa dilihat pada halaman 196 dalam disertasinya yaitu tentang hakikat kesatuan mistis dalam perspektif Suhrawardi. Kebanyakan Ahmad Asmuni hanya mengutip beberapa pendapat dari tokoh-tokoh filsafat, seperti Mehdi Ha’iri Yazdi yang sangat banyak dikutipnya (tidak kurang dari lima halaman) dan juga menukil pandangan Muhammad Ali Abu Rayyan yang mendukung uraian Suhrawardi tentang kesatuan mistis, dan dalam hal ini Ahmad Asmuni tidak memberikan tanggapan apapun.
- Sistimatika Penelitian
Sistematika penelitian dalam penelitian ini adalah seperti yang telah diungkapkan pada mukadimah dalam pengenalan ringkas tentang disertasi ini di atas.
- Critical Review Bab II (Kesatuan Mistis dalam Filsafat Illuminasi)
Pada bab ini Ahmad Asmuni membahas tentang:
- Biografi dan Pemikiran Suhrawardi.
- Riwayat Hidup Suhrawardi
- Karya-karya Suhrawardi
- Pemikiran Pra-Suhrawardi
- Gagasan-gagasan Kesatuan Mistis sebelum Suhrawardi
[1] Syahid Murtadha Muthahari, Majmû’ah Ătsar, J. 23, hal. 396.
[2] Muhammad Fuad Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfãì al-Qur’ãn al-Karîm, (Caito: Dãr al-Èadîê, 1986).