Latar Sejarah Logika di Dunia Islam (1)
Setelah penaklukan negeri Suriah dan Irak, kaum Muslimin mendapatkan akses dengan peradaban keilmuan bangsa Yunani yang sebelumnya telah berbaur dan populer di kalangan aliran-aliran Nasrani, terutama Nasturiyah, Manufisiyah atau Ya’qubiyah. Aliran-aliran Nasrani ini telah berhasil menggantikan pusat-pusat penelitian Hellenisme Alexandria dengan pusat-pusat studi Anatolia, Adisia dan Nasibia. Oleh karena itu, penulis ilmu logika pertama dengan bahasa Arab muncul dari kalangan sarjana-sarjana Nasrani. Dan studi-studi logika mereka, yang sepenuhnya terkait dengan ilmu kedokteran, diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan ini menjadi landasan pertumbuhan serta kemajuan ilmu logika di dunia Islam.
Berdasarkan laporan para sejarawan, para penyusun logika Aristoteles yang berasal dari negeri Suriah selanjutnya penelaah karya-karya logika dengan sistematika yang umum berlaku dalam karya Porphyri, yaitu Isagoge, Categories, Poetics, Rhetoric, Siphisticis Elenchis, Topics, Posterior Analytics, Prior Analytics, dan Interpretatione. Sembilan karya ini ditempatkan sebagai Sembilan bagian terpisah yang terhimpun dalam ilmu logika. Masing-masing bagian mengambil porsi secara parsial. Sistematika dan struktur penyusunan tersebut merupakan bentuk konkret logika yang diterima oleh kaum Muslimin dan, pada tahap berikutnya, logika terdisiplinkan dengan sistematika berikut:
1. Isagoge / Muqaddimah / Al-Isaguji
2. Categories / Maqulat / Al-Maqulat
3. Interpretatione / Ta‘bir wa Tafsir / Al-‘Ibarah
4. Prior Analytics / Tahlil / Al-Qiyas
5. Posterior Analytics / Burhan / Al-Burhan
6. Topics / Jadal / Al-Jadal
7. Sophistics Elenchis / Mighalathah / Safsathah
8. Rethorics / Khithabah / Al-Khithabah
9. Poetics / Syi’r / Al-Syi’r
Semua tema-tema atau bagian-bagian di atas haji disebut sebagai Sembilan buku logika dan ada delapan buku referensi selain Poetics dan Isagoge. Empat buku pertama hanyalah merupakan makalah-makalah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab ke dalam bahasa Suryani sebelum tahun 800 M dan ke dalam bahasa Arab sebelum masuk tahun 850 M atau tepatnya 234 H. Empat makalah tadi ini dikenal dengan nama Empat Buku.
Buku-buku ini selanjutnya menjadi subjek utama penelitian-penelitian logika dalam kurikulum fundamental di akademi-akademi Damaskus Suriah. Terjemahan-terjemahan Arab dari makalah-makalah logika Aristoteles dan terjemahan-terjemahan hasil penelitian serta komentar-komentar para sarjana Yunani atas makalah-makalah ini telah menyediakan peluang yang memadai untuk kontribusi filosof pertama Arab, Yaqub bin Ishaq Al-Kindi (805-873 M / 189-257 H). Karya-karya tulis filosof ini mengenai teks-teks logika Aristoteles tampaknya sedikit lebih terperinci bila dibanding dengan karya-karya para penulis lainnya yang terkesan masih global.
Logika di Sekolah Baghdad
Di paruh terakhir abad ke-9 dan ke-10, logika bukan hanya terpusat dan terbatas pada pusat-pusat pendidikan para logikawan di Baghdad. Para bapak pendiri sekolah Baghdad ini berasal dari anggota-anggota sebuah himpunan yang sepenuhnya terbentuk dari kaum Nasrani Suriah, termasuk di dalamnya para guru-guru, seperti Abu Basyar Mata bin Yunus. Generasi pelanjut dan pengikut ajaran-ajaran sekolah ini datang dari murid-muridnya, di antaranya Yahya Bin Adi. Pada kenyataannya, semua nama-nama ini selain Mahaguru Kedua, Abu Nasr Al-Farabi yang merupakan seorang muslim, adalah orang-orang Nasrani Masturiyah.
Abu Basyar Mata bin Yunus (870-940 M / 254-324 H) adalah ahli pertama yang spesialis di bidang logika. Ia menulis makalah tentang logika dalam bahasa Arab. Ia pula yang pertama kali menerjemahkan Makalah Burhan (Posterior Analytics) dan Makalah Puisi (Poetics) ke dalam bahasa Arab. Namanya masih tetap bertahan sebagai orang pertama yang menerjemahkan sejumlah komentar atas karya-karya logika Aristoteles, seperti komentar Thomastius atas buku Posterior Analytics. Selain itu, ia juga secara terpisah menulis komentar dan makalah tentang logika yang hingga kini, sayangnya, tidak tersisa lagi di tangan kita.
Abu Nasr Al-Farabi (950-870 M / 253-33 4 H) mungkin logikawan yang paling penting dalam dunia Islam. Karya-karya komentatornya mencakup komentar-komentar terperinci dan, dapat dikatakan sempurna, atas Organon karya Aristoteles. Hanya sayangnya, sebagian saja dari karya-karya itu tersisa di tangan kita. Semua logikawan yang datang setelahnya, bahkan nama-nama cemerlang seperti Ibnu Sina, kendati berlawanan dengan pengaruh penetrasi Al-Farabi, namun mereka menelaaah pemikiran Aristoteles dari sudut pandang Al-Farabi. Di antara buah-buah pikiran menonjol yang tertuang dalam komentar-komentar Al-Farabi adalah beberapa poin berikut ini:
1. Penekanan serius atas sistematika dan tips inklinasi serta penataan batas-batas sebagai sebuah prinsip dalam konversi silogisme
2. Pengacuan berulang-ulang ke silogisme nonkategoris, seperti silogisme konjungtif dan disjungtif.
3. Studi mendalam dalam menggunakan induksi dari inferensi silogistis, khususnya dalam menggunakan silogisme kategoris dalam rangka argumentasi analogis.
4. Pembahasan terperinci terkait masalah kemungkinan aposteriori, dan mengajukan suatu interpretasi yang khas atas bab ke-9 dari buku De Interpratione karya Aristoteles. Pembahasan ini jauh sebelumnya telah dikemukakan oleh Al-Farabi sebelum diangkatnya teori Peter Abellard dimana, berdasarkan teori ini, kebenaran apriori tidak menafikan kemungkinan aposteriori.
Yahya bin Adi (893-974 M / 277-358 H) belajar logika dan filsafat pada Abu Basyar Mata bin Yunus dan Abu Nasr Al-Farabi. Ia tidak hanya menerjemahkan karya-karya Yunani dari bahasa Suryani ke bahasa Arab, tetapi juga separuh dari ahli logika muslim abad ke-10 belajar kepadanya. Yahya bin Adi menulis beberapa karya secara mandiri, termasuk komentarnya atas makalah Prior Analytics (Al-Tahlil Al-Awwal) dengan konsentrasi khusus pada silogisme muwajjah. Namun hampir tidak ada bekas yang tersisa dari karya-karyanya sampai sekarang.
Dari semua di atas dapat disimpulkan tiga kesuksesan utama yang dicapai oleh sekolah Baghdad:
1. Penyempurnaan rangkaian upaya penerjemahan ke bahasa Arab dari karya-karya logika Yunani
2. Komentar dan interpretasi mendalam Al-Farabi dan kemungkinan besar nama-nama lainnya atas makalah-makalah logika Aristoteles.
3. Studi mendalam atas sebagian tema-tema logika non-Aristotelian oleh Mata bin Yunus dan Al-Farabi, seperti teori Hipotetika atau silogisme konjungtif dan disjungtif sebagai langkah estafet yang sebelumnya sudah diawali dalam karya-karya logika Poeteaus, demikian pula konversi dan eksplanasi silabus argumentasi induktif.
(sumber: Nicolas Rechter, dalam Jurnal Namehmufid, no. 24; Abdul Muhammad Ayati, Tarikh Falsafah Islami; Majid Fakhri, Sayr Falsafeh dar Jahan-e Islam).