Maulid Nabi Isa as, Toleransi dan Menakar Aqidah
Hari-hari ini adalah hari bahagia bagi umat kristiani, alasannya karena tanggal 25 Desember adalah hari kelahiran Isa Al-Masih, Isa sang Mesiah. Disini penulis tidak ingin membahasa apakah benar Nabi Isa lahir tanggal 25 atau ditanggal lainnya. Disini akan kita ulas seputar ucapan selamat natal dalam satu perspektif.
Beberapa tahun terakhir, seiring keinginan sebagian masyarakat yang ingin tampil agamis, atau meilih konsep religius dalam menjalani hidup, muncul dilema ditengah-tengah masyarakat terkait hukum mengucapkan selamat memperingati natal kepada kawan, tetangga, teman kuliah, teman sekolah, kolega, langganan dll yang kebetulan beragama Kristen, baik Kristen Protestan maupun Kristen Katolik.
Bukan hanya hukum halal dan haram dalam mengucapkan natal, bahkan pengucapan selamat natal dikait-kaitkan dengan proses murtadnya seseorang dari agama Islam, atau minimal menjadi kafir dalam sekejap.
Muncul juga pernyataan bahwa ketika mengucapkan selamat natal berarti sedang mengakui bahwa Nabi Isa as disalip, mengakui bahwa Nabi Isa as lahir tanggal 25 Desember, berarti sudah mengakui ketuhanan Isa as, bahkan mengucapkan selamat natal disebut-sebut menjadikan orang menjadi kafir dll. Berbagai ungkapan yang disampaikan guna mencegah orang untuk mengucapkan natal kepada siapapun, termasuk kepada orang-orang terdekat, baik itu anak, ayah, paman atau siapapun ketika mereka kebetulan memang beragama nasrani.
Hal ini selalu hangat setiap tahun, terutama menjelang perayaan natal dan tahun baru, apakah ini baik untuk kehidupan toleransi di tanah air Indonesia.
Masalah mengucapkan Natal sebenarnya tidak tampak di Indonesia semata, diberbagai Negara di Timur Tengah yang sebagian warga negaranya beragama Islam dan sebagian lagi beragama Kristen serta beberapa agama yang lain. Memang di Negara kita cukup mudah dibakar karena mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam. Padahal menjadi pihak mayoritas tidak membuat kita berhak untuk angkuh, angkuh kepada minoritas, apalagi kita tinggal dinegara berpancasila.
Kalau kita telisik ada beberapa orang yang memilih tipe seperti istri Abu Lahab, wanita yang suka mengumpulkan kayu bakar, membakar berbagai pihak, mengadu domba, padahal tidak ada maslahat sedikit pun, bagi siapapun. Jadi pelakunya tidak harus dari ibu-ibu, dari kalangan bapak-bapak, anak-anak atau remaja pun bisa terjangkit penyakit ini.
Kerugian tidak hanya dirasakan orang yang mengadu domba tapi kembali kepada pengadu domba juga. Mengucapkan natal itu haram dan halal adalah menu yang sangat seksi untuk digoreng bagi mereka. Apalagi ketika mereka suka mempolitisasi agama, memakai simbol-simbol agama untuk, hal-hal semacam ini adalah menu istimewa untuk melampiaskan hobi buruk mereka. Ganjaran bagi mereka tidak lebih dari belenggu yang akan mengekang mereka sendiri.
في جيدِها حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ
yang di lehernya ada tali dari sabut.(Al Masad : 5)
Seperti inilah gambaran orang yang bermain-main dengan lisannya untuk merugikan orang lain. Menjadi orang-orang yang terbelenggu ruhaninya.
Terkait masalah mengucapkan selamat hari natal, Yang melakukan bisa kita kategorikan kedalam dua tipe,
Mengucapkan selamat Natal dengan pengetahuan.
Mengucapkan selamat Natal hanya karena ikut-ikutan, jadi tanpa memiliki pengetahuan yang cukup.
Kita bisa merujuk kepada ayat Quran, ayat yang menyebutkan
وَ السَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَ يَوْمَ أَمُوتُ وَ يَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”[1]
Mafhum ayat menjadi bukti bahwa Isa as bukanlah Tuhan, dari pernyataan bahwa beliau adalah obyek dari obyek-obyek ciptaan Allah SWT. Beliau adalah akibat, beliau adalah mumkinul wujud, beliau adalah makhluk yang bergantung kepada Khalik, makhluk yang awalnya adam lalu menjadi eksis, awalnya tidak ada lalu dilahirkan, awalnya hidup lalu dimatikan, awalnya dimatikan lalu dihidupkan kembali.
Dari ucapan
وَ السَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَ يَوْمَ أَمُوتُ وَ يَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
“Salam bagiku pada hari ketika aku dilahirkan…” ini adalah penjelasan kebolehan mengucapkan salam dan selamat atas hari lahir beliau, kedua perlu kita sadari juga bahwa pernyataan ini ada diantara firman-firman Allah SWT, jadi Allah SWT tidak melarang Nabi Isa As mengucapkan selamat atas hari lahirnya sendiri.
Dari sini, secara umum bahkan bukan hanya kepada orang Kristiani, kita pun perlu mengucapkan selamat atas kelahiran Nabi Isa as kepada sesama umat muslim. Berbahagia atas hari lahir dari Nabi Allah SWT.
Seorang Nabi yang tidak biasa, Nabi yang termasuk kedalam kelompok ulul azmi, sekelompok nabi dengan kedudukan khusus disisi Allah SWT.
Mengucapkan selamat atas hari lahir Nabi Isa saja diperbolehkan apalagi atas hari lahir Nabi Muhammad saw. Beliau lebih berhak dan lebih pantas.
Dalam takaran toleransi seandainya tidak ingin mengucapkan selamat atas hari lahir Nabi Isa as, tidak ada masalah, merasa bahagia atas hari lahir beliau memang bukan suatu kewajiban, tapi merupakan adab penghormatan kita sebagai orang biasa kepada makhluk-makhluk yang lebih dekat kepada Allah swt.
Mengucapkan selamat natal, kita sebagai muslim adalah mengucapkan salam atas hari lahir Nabi Isa al Masih. Jadi terlalu memaksakan ketika kita mengucapkan selamat natal disebut telah mengakui Nabi Isa sebagai Tuhan, berarti telah murtad, berarti telah kafir.
Ketika kita datang dalam sebuah undangan, tidak ada keharusan bahwa itu berarti kita sedang menyetujui atau bahkan menjadikan hal itu sebagai akidah kita, semua hal yang dilakukan pihak pemiliki acara, pemilih acara memilih tukang batu atau tukang sol sepatu sebagai calon menantu, itu sah sah saja, kita datang mengucapkan salam bahagia atas pernikahan anak sahabat kita, tidak ada keharusan kita sependapat dengan sahabat kita dalam memilih kriteria seorang menantu. (Lebak bulus 27 12 2018)
[1] Qs Maryam, 33.