Mengenal Jalaluddin Rumi: Gagasan dan Puisi Sufistiknya (Bagian Kedua)
Berpegang Teguh Dengan Cinta
Wahai kekasihku, hendaklah engkau berpegang teguh dengan cinta ini yang abadi saat segala sesuatu akan musnah. Ia laksana matahari yang tidak akan hilang dan bunga yang mekar dan tidak pernah layu.
Wahai kekasihku, peganglah erat-erat cinta ini, yang berputar-putar di sisimu dan mampu memuaskan dahagamu.
Hendaklah engkau memperhatikan cinta ini yang telah dipraktekkan oleh para nabi dan orang-orang yang bertakwa. Maka, siapa saja yang mendapatkannya berarti ia mendapatkan semua kebaikan dan siapa saja yang tercegah darinya maka ia tercegah dari semua kebaikan.
Sesungguhnya cinta ini berjalan melalui tempat mengalirnya darah, bila ia diletakkan di tempatnya dan saat ia bertemu dengan keluarganya.
Pengaruh Cinta
Tampaknya cinta adalah suatu penyakit, namun ia justru menyelamatkan dari setiap penyakit. Jika seseorang menderita penyakit ini maka ia tidak akan pernah mengalami penyakit lain. Ia adalah kesehatan rohani, bahkan hakikat kesehatan, dimana para penggila kenikmatan akan membelinya meskipun dengan mengorbankan kesenangan dan kenyamanan mereka.
Sebagian mereka berkata: “Kita berada dalam kenikmatan yang sekiranya para penguasa mengetahuinya niscaya mereka akan menghunuskan pedangnya kepada kami.
Keunikan Cinta
Sesungguhnya cinta yang suci dan tinggi ini mampu mengantarkan manusia ke tempat yang tidak bisa dicapai oleh ketaatan dan mujahadah. Aku tidak melihat ketaatan yang lebih baik dari “dosa” ini bagi orang yang menamakannya dosa.
Tahun-tahun dan jam-jam yang berlalu tidak sebanding dengan jam-jam cinta; karena amal dengan yang lainnya biasanya menjadi akibat, sedangkan cinta tidak dapat dimasuki oleh sebab apa pun dan tidak menerima penipuan selamanya.
Syahid Cinta
Sesungguhnya darah yang mengalir di jalan-Nya tidak diragukan kesuciannya. Sebab, syahid cinta tidak perlu dimandikan. Yang demikian itu karena darah syuhada lebih baik daripada proses bersuci (thahur).
Menurut hemat saya, ini adalah ungkapan yang paling indah dan paling dalam. Maka, apakah ada kesyahidan—dengan berbagai bentuknya—yang menyamai dari sisi keutamaan dan besarnya pahala kesyahidan para pecinta? Orang-orang yang mati karena panah cinta, mereka mati sebagai “korban cinta” dalam rangka membela Kekasih yang menguasai hati mereka. Mereka siap meniadakan selain-Nya, sehingga mereka menggapai keinginan mereka setelah mereka mempersembahkan jiwa mereka.
Hukum-hukum Para Pecinta
Sesungguhnya para pecinta yang mengorbankan jiwa mereka, yang mata mereka bergadang, dan kaki mereka tampak kokoh—siang dan malam—di depan pintu Kekasih mereka, semata-mata mengharap ridha-Nya dan berpaling dari selain-Nya, tidak dapat diterapkan atas mereka hukum-hukum umum. Atau dengan kata lain, mereka tidak tunduk terhadap sistem tertentu.
Seorang penyair berkata:
Jika pecinta berbuat satu kesalahan, maka kebaikannya akan datang seribu kali lipat
Jalaluddin ar-Rumi mempunyai perumpamaan yang menarik dalam hal ini, dimana ia berkata:
“Sesungguhnya suatu desa yang rusak tidak akan dikenakan kepadanya pajak dan upeti. Begitu juga para pecinta, ketika hati mereka bersemi dengan adanya cinta kepada Kekasih mereka lalu rusak dengan adanya cinta kepada selain-Nya, maka terdapat hukum-hukum khusus yang sesuai dengan kedudukan mereka.”
Negara Para Pecinta
Sesungguhnya cinta adalah kerajaan para raja, dimana tunduk kepadanya tawanan para raja, dan ditetapkan untuknya mahkota mereka, bahkan para raja mengabdi kepadanya laksana budak.
Jiwa para raja—yang mereka menguasai jiwa—tunduk kepadanya. Ketika Jalaluddin menyebutkan kefakiran yang parah dan cinta yang penuh cemburu ini, maka ia mengalami kegoncangan lalu ia memanggil dengan suara yang sangat keras: Semoga Allah “memberkati” penyembah materi dan penyembah fisik dalam kerajaan mereka dan harta mereka, karena kami tidak bersaing sedikit pun dengan mereka. Yang demikian itu karena kami adalah tawanan negara cinta yang tidak akan musnah dan tidak akan berubah.
Menurut pendapatku, inilah kerajaan yang tak tertandingi dan negara yang dikuasai oleh ulama-ulama Ilahi, tanpa ada pesaing dan penentang. Dengan kecintaan mereka yang dalam, dan ketertarikan mereka yang sempurna, serta gelora asmara mereka yang mengebu-ngebu, mereka naik ke “tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Berkuas.” (QS. al-Qamar: 55) Itu adalah negara yang tidak akan pernah hancur dan kerajaan yang tidak akan pernah hilang serta cinta abadi yang tidak akan sirna.
Tidak Ada Alasan Untuk Putus Asa
Namun pecinta yang ambisius tidak selayaknya mengadukan kelalaiannya dan menghina dirinya dengan beralasan pada ketingggian Sang Kekasih dan keagungan kedudukan-Nya serta ketidakbutuhan-Nya kepada makhluk. Tidak sepantasnya ia berkata: “Betapa jauh jarak antara tanah (manusia—pen.) dan Tuhan Pemelihara!”
Sesungguhnya Kekasih sejati suka untuk dicintai, dan Ia akan menarik kepada-Nya orang-orang yang tertarik. Allah SWT berfirman: “Allah menarik kepada-Nya orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali kepada-Nya.” (QS. asy-Syura’: 13)
Dengan penuh semangat, ia berani berkata: Jangan engkau mengira bahwa tidak ada jalan menuju Raja Yang Agung, dan aku adalah hamba yang hina, karena Raja Yang Mulia memanggil hamba-Nya dan memudahkan baginya bebagai jalan menuju-Nya.
Secara lahiriah tampak penderitaan dan keletihan namun secara batiniah terdapat obat dari segala penyakit.
Kemudian ia kembali menyayikan “lagu cinta” ini dan memujinya dalam kegembiraan dan berkata: Penyakit yang pengobatannya sulit dan penderitanya mengalami keletihan dan siksaan, namun bila ia mampu bersabar dan menanggung derita tersebut, maka ia akan mencapai makrifat yang hakiki dan abadi.
Sesungguhnya cinta bersumber dari hati yang luka dan hancur. Ia adalah penyakit yang tidak serupa dengan penyakit lainnya. Meskipun pada dasarnya ia penyakit, namun ia adalah obat dari segala penyakit psikis dan penyakit moral: seperti dengki, cinta kedudukan, cinta dunia, dan ketergantungan kepada hawa nafsu.