Pembukuan Hadis Syiah (2 dari 2)
d) Tadwin Kutub Arba’ah
Hadis-hadis Syiah juga tidak luput dari adanya pemalsuan dan distorsi. Hal ini disebabkan beberapa alasan, seperti adanya perawi-perawi “kadzdzab”, “fasidul madzhab”, “majhulul hal” di kalangan Syiah pada berbagai periode dan juga kondisi sosial politik yang dihadapi atau putusnya hubungan dengan para imam. Tujuan para perawi ini adalah distorsi hakekat agama melalui pemalsuan hadis.
Salah satu faktor penting dalam pemalsuan hadis adalah arus pemikiran “ghulat” (para pengkultus). Arus ini mulai muncul di tengah-tengah kaum Syiah sejak masa Imam Ali Zainal Abidin a.s. dan berlanjut hingga akhir masa para imam. Pada masa setiap imam muncul beberapa orang yang dikenal sebagai “ghali” (pengkultus) dan dilaknat oleh para imam.[1]
Imam-imam Syiah selalu menampakkan kebohongan ghulat. Berkenaan dengan Mughirah bin Sa’id misalnya, Imam Shadiq a.s. menyinggung pemalsuan hadis dan penambahannya dalam kitab-kitab para sahabat ayah beliau (Imam Baqir a.s.). Imam Ridha a.s. menyebut Bayan, Mughirah bin Sa’id, Abul Khattab dan lainnya sebagai para pembohong.[2] Imam Hasan Askari a.s. disamping mendustakan akidah Ali bin Hasakah dan Qasim Yaqthini, juga melaknat mereka.[3]
Pasca periode para imam, diantara usaha tokoh-tokoh Syiah adalah mengenal ghulat dan menolak untuk mengakui mereka dari kalangan Syiah.[4] Meskipun berbagai upaya dilakukan, akan tetapi sebagian riwayat palsu dan yang meragukan telah masuk ke koleksi hadis-hadis Syiah.[5] Oleh karena itu, muncul perbedaan dan kontradiksi dalam hadis-hadis Syiah.[6]
Setelah imam ke-12 ghaib dan hubungan langsung kaum Syiah terputus dari imam, perbedaan dan kontradiksi hadis-hadis sedemikian jelas sehingga hakekat menjadi samar, bahkan bagi orang berilmu.[7] Dalam kondisi seperti ini, para ahli hadis merasa sangat butuh untuk memurnikan hadis dan membukukan kitab-kitab yang dapat dipercaya. Pembukuan Kutub Arba’ah (oleh Muhammad bin Ya’qub Kulaini, Muhammad bin Ali bin Babawaih dan Muhammad bin Hasan Thusi yang populer dengan Tiga Muhammad Pertama) dan pembukuan karya-karya hadis lainnya yang berharga, khususnya kitab-kitab Ibnu Babawaih dan Syeikh Thusi pada abad ke-4 dan ke-5 merupakan langkah penting untuk mengatasi permasalahan dan menghilangkan pertentangan yang ada seputar hadis.[8]
Dengan disusunnya Kutub Arba’ah dan kitab-kitab hadis lainnya pada abad ke-4 dan ke-5, terutama kitab-kitab hadis Syeikh Shaduq, Syeikh Thusi, Sayed Murtadha dan Syeikh Mufid, berakhirlah pembukuan hadis Syiah pada masa mutaqaddimin. Fuqaha dan mutakallimin menulis karya-karya fikih dan teologi dengan merujuk ke kitab-kitab tersebut.
Dari sisi lain, pasang surutnya kondisi sosial politik Syiah, menghambat proses pembukuan karya-karya baru. Ulama Syiah lebih memperhatikan penyalinan kitab-kitab yang ada sebelumnya melalui jalur ijazah, kitabah dan wijadah.
Meskipun demikian, kajian ilmu hadis, pembahasan rijal dan dirayah (yang merupakan ilmu dasar dan penting dalam wilayah hadis) menjadi marak. Tokoh-tokoh seperti Najasyi, Kasyi, Ibnu Ghadhairi, Ahmad bin Thawus, Allamah Hilli dan Ibnu Daud Hilli mengambil langkah yang efektif dalam hal ini.
Diantara karya penting hadis yang dibukukan berdasarkan Kutub Arba’ah dalam rangka studi kritis, terutama dari sisi sanad, kejelian dan dhabth, adalah kitab Muntaqa Al-Juman fi Al-Ahadits Ash-Shihah wa Al-Hisan. Kitab ini ditulis oleh Hasan bin Zainuddin ‘Amili, seorang fakih dan ahli ushul ternama yang dikenal sebagai Penulis Ma’alim. Namun sangat disayangkan, karya tersebut tidak tuntas.
e) Pembukuan Hadis Periode Mutaakhkhirin
Dengan berkuasanya Pemerintahan Syiah Shafawi pada abad ke-10, terciptalah ruang baru penyebaran ajaran-ajaran Syiah. Banyak ulama Syiah dari berbagai kota datang ke Iran. Diantara mereka adalah Husain bin Abdushamad dan puteranya bernama Bahauddin Muhammad dikenal dengan Syeikh Bahai, Muhaqqiq Karaki (ketiganya berasal dari Jabal Amil), Muhaqqiq Misi dari Irak dan Sayed Majid Bahrani dari Bahrain. Dengan demikian, penyusunan karya-karya Syiah di bidang fikih dan hadis yang sempat terhenti beberapa waktu, menggeliat kembali.[9]
Dari sisi lain, setelah Mulla Muhammad Amin Esterabadi menyusun kitab Al-Fawaid Al-Madaniyyah dan tersebar di Iran dan Irak, beberapa faqih memiliki orientasi akhbari.[10] Mereka memberikan atensi yang layak terhadap hadis dan ulumul hadis. Para ahli hadis paling populer pada era itu (yang dikenal dengan Tiga Muhammad Pertama) menjadi sumber inspirasi pembukuan karya-karya penting hadis berikut ini:
- Al-Wafi, Muhammad bin Murtadha dikenal dengan Maula Muhsin Faidh Kasyani. Kitab ini adalah koleksi Kutub Arba’ah dengan menghapus pengulangannya. Kitab ini mengandung syarah (komentar dan penjelasan) dan studi hadis;[11]
- Bihar Al-Anwar, Muhammad Baqir Majlisi. Dari sisi konten, kitab ini mencakup seluruh pembahasan keagamaan. Dari sisi referensi didasarkan kepada lebih dari 360 kitab, risalah hadis dan lain-lain. Kitab ini juga disertai dengan syarah dan penjelasan penulis.
- Wasail Asy-Syiah, Muhammad bin Hasan Syeikh Hur Amili (wafat 1104). Kitab ini mengoleksi hadis-hadis fikih berdasarkan bab yang populer di kalangan fuqaha. Kitab ini secara umum berasal dari Kutub Arba’ah dan memanfaatkan referensi-referensi kitab sebelumnya.
- ‘Awalim Al-‘Ulum wa Al-Ma’arif wa Al-Ahwal, Maula Abdullah Bahrani Isfahani, murid Muhammad Baqir Majlisi. Dari sis formasi dan konten, kitab ini disusun hampir sama dengan Bihar Al-Anwar.
Secara umum, pada masa Shafawi, terlepas dari perhatian para ahli hadis terhadap pencarian dan identifikasi sebagian karya hadis yang ditinggalkan atau menjaganya dari penyakit dan kemusnahan, orientasi terhadap syarah dan studi hadis juga marak dalam berbagai topik. Ulama seperti Mirdamad, Shadrul Mutaallihin Syirazi, Maula Muhammad Taqi Majlisi, Maula Shaleh Mazandarani, Muhammad Baqir Majlisi, Maula Rafi’ Qazwini, Qadhi Sa’id Qommi dan Sayed Nikmatullah Jazairi menulis syarah karya-karya hadis mutaqaddimin, terutama Kutub Arba’ah.
Syarah-syarah tersebut mengevaluasi seluruh sisi sanad dan teks hadis. Dari sisi topik terkadang juga memperhatikan pembahasan baru dan formasi umum dalam ilmu agama.[12]
Setelah itu, tradisi pembukuan karya-karya baru hadis berlanjut lebih lambat. Sebagian ulama kemudian melakukan penulisan mustadrak terhadap kitab-kitab jami’ sebelumnya, seperti Bihar Al-Anwar dan Wasail Asy-Syiah. Mustadrak Al-Wasail merupakan kitab paling populer yang ditulis oleh Mirza Husain Nuri Mazandarani (wafat 1320), seorang ahli hadis dan bibliograf terkenal. Kitab ini disusun berdasarkan referensi-referensi kitab terdahulu dan sebagian karya yang baru didapatkan. Penulisnya menulis sesuai dengan klasifikasi bab kitab Wasail Asy-Syiah. Saat ini, kitab tersebut menjadi salah satu referensi penting kajian fikih para mujtahid.
Langkah terakhir dalam pembukuan hadis (selain karya-karya yang disusun dengan perspektif tematis baru dan klasifikasi bab)[13] adalah penulisan Jami’ Ahadits Asy-Syiah, koleksi kitab hadis – fikih. Ide ini dilontarkan oleh Ayatullah Husain Thaba’thabai Burujurdi, seorang faqih dan marja’ taqlid Syiah yang sangat terkenal. Dengan pengawasan beliau, mula-mula beberapa ulama Hauzah Ilmiah Qom membukukannya dan sepeninggal beliau, proyek tersebut berjalan dengan serius hingga selesai.
Penyusunan mu’jam tematis dan perkata untuk memudahkan pencarian konten hadis pada kitab-kitab jami’ hadis terkenal, mendapatkan sorotan pada beberapa dekade terakhir ini. Karya paling populer dalam hal ini adalah kitab Safinah Al-Bihar, karya Syeikh Abbas dikenal dengan Muhaddits Qommi (wafat 1359). Kitab ini merupakan daftar isi tematis berurutan abjad dari Bihar Al-Anwar.
(Selesai)
[1] Ikhtiyar Ma’rifah Ar-Rijal, halaman 290 – 291, 295, 300 – 302, 321, 503, 517 – 520.
[2] Ibid, halaman 302
[3] Ikhtiyar Ma’rifah Ar-Rijal, halaman 516 – 519; Bihar Al-Anwar, jilid 25, halaman 316.
[4] Lihat: Rijal An-Najasyi, halaman 332 – 338; Rijal Al-Allamah Al-Hilli, halaman 14; Ma’rifah Al-Hadits wa Tarikh Nasyrih, halaman 47.
[5] Ma’rifah Al-Hadits wa Tarikh Nasyrih, halaman 44.
[6] Tahdzib Al-Ahkam, Muhammad bin Hasan Thusi, Cetakan Hasan Musawi Khursan, Beirut, 1981/1401, jilid 1.
[7] Lihat: Al-Kafi, jilid 1, halaman 8.
[8] Lihat: Kutub Arba’ah; Al-Kafi.
[9] Tarikh-e Hadis, Kadhim Mudir Syaneh Chi, Tehran, 1377 HS, halaman 164.
[10] Agha Muhammad Baqir bin Muhammad Akmal Isfahani Ma’ruf beh Wahid Behbahani, Ali Davvani, Tehran, 1362 HS, halaman 90.
[11] Lihat: Al-Wafi.
[12] Sebagai contoh, lihat: Muhammad Baqir Majlisi, jilid 1.
[13] Sebagai contoh, lihat: Al-Hayah, Muhammad Ridha Hakimi dan kawan-kawan.