Peradaban Politik Dalam PEMILU
Oleh: AS Djatu
Bangsa ini sudah cukup lama terjajah, 350 tahun lebih dijajah Belanda, 3,5 tahun ditindas jepang dan yang paling menyayat hati, lebih dari 70 tahun dijajah oleh kebodohan dan tingkah para jawara-jawara plastik sang koruptor oportunis yang sok moralis. Tidak kenal belai kasih sayang, mulai dari harta Negara, kekayaan alam yang melimpah di bumi nusantara, sampai alokasi dana sosial untuk sang jelata, kaum marhaen yang tak henti menunggu keajaiban; keinsafan para koruptor yang terhormat.
Setelah sekian lama terpuruk dalam wacana-wacana antagonis, rasanya tidak berlebihan jika premis moral dan etika dalam berpolitik kembali diangkat kepermukaan. Bakhtiyar Shapour Zadeh (perdana menteri pengganti shah Reza Pahlevi yang melarikan diri ke Mesir) dalam upaya meyakinkan Imam Khomeini untuk mundur dari sikap revolusioner nya mengatakan bahwa;
Anda (Red;Ayatullah Ruhullah Khomeini) sebagai seorang Rohaniawan tidak pantas bergelut dengan kebohongan dan keburukan dunia politik ini, biarkan kami yang mengurusi politik anda sebaiknya kembali ke HAWZAH…
Ketika mendengar bujukan itu Imam Khomeini berkata;
Itu politik dalam perspektif anda, bukan politik yang dianjurkan oleh Islam,…
Secara kasat mata memang, masyarakat umum akan mudah terpengaruh dengan janji-janji semu politik, namun itukan hanya bersifat sementara, lambat laun mereka akan membaca karakteristik para politikus jenis ini.
Munkin “demam pilkada” yang kini tengah marak dibicarakan di dunia maya bisa menjadi sebuah sinyalemen yang nyata, betapa tidak terpujinya moral dan sikap sebagian dari calon-calon “pemimpin” kita itu. Yah…itulah aji mumpung, menghalalkan segala cara hanya untuk bisa berkuasa sesaat. Lantas bagaimana nasib warga yang sudah berkorban waktu dan tenaga demi kelansungan hidupnya?.
Kini, generasi muda Indonesia sepertinya sudah gerah dengan gaya-gaya kamuflase model-model ini. Pengalaman membuktikan kepada kita, gaya pragmatis yang mereka praktekkan di ranah politik bukanlah suatu kebetulan namun dapat dikatagorikan sebagai sebuah langkah dan upaya “membunuh peradaban” bangsa.
Lalau bagaimana dengan keberlansungan kehidupan warga lemah?. Sebuah pertanyaan yang sepertinya tidak mendapat tempat di hati sebagian elit politik bangsa ini. Bukankah peradaban itu adalah bentuk lain dari revolusi kehidupan manusia, terus bagaimana kita mengklaim diri kita beperadaban, sementara peradaban itu sendiri tidak memberikan keuntungan apapun kepada komunitas manusia itu sendiri, atau munkin ada sesuatu yang salah dengan peradaban kita ini yang konon katanya udah modern.
Solusi yang munkin bisa kita ketengahkan disini adalah, dengan cara membangun kembali peradaban yang telah tertindas tersebut, namun lagi-lagi, siapa yang bisa mengemban misi seberat itu?, saya, anda, atau kita semua bahu membahu…..tidak semudah itu memang, karena yang pertama kita berhadapan dengan dilema waktu, dan tentunya sumber daya manusia.
Namun demikian, adalah suatu hal yang menggembirakan mengingat generasi muda sekarang lebih kritis dan lebib ingin “mengunyah sebelum menelan mentah-mentah” arus-arus sosial-politik di negeri tercinta ini.
Jadi, sebelum bangsa ini dijajah kembali kesekian kalinya oleh peradaban yang tidak beradab, kita berharap para pejuang peradaban bangsa mampu memenangi perang yang satu ini.
Politik dalam pengertian Islam bukan untuk kepentingan sesaat menduduki jabatan tertentu. Islam memiliki pandangan berbeda dengan pandangan politik Barat yang bersifat duniawi yaitu merebut, mempertahankan, dan menguasai jabatan tertentu. Politik dalam Islam adalah politik peradaban yang membentuk manusia yang manusiawi sesuai fitrah manusia. Bukan politik abal-abal asal berkuasa.
Politik Islam telah dipertontonkan dengan baik dilapangan kehidupan dunia nyata di Iran dan Libanon. Imam Ali Khomenei tidak secara langsung terlibat dalam urusan pemerintahan. Begitupun dengan Sayid Hasan Nasrullah. Namun demikian mereka memiliki prinsip untuk mempertahankan Iman dan Islam dalam hidup berbangsa dan bernegara. Kekuatan spiritual mereka menjadi basis kekuatan dalam dunia politik di Iran dan Libanon. Kedekatan mereka dengan rakyat bukan ditujukan untuk memperdayai rakyat agar tunduk dan patuh pada kekuatan politik yang tak bermartabat. Rakyat di ajak untuk cinta pada Allah dan pada sesama manusia berdasarkan pada kebebasan berpikir, logis, dan berakhlaq.
,,,hiduplah Indonesia Raya..