Peranan Haji dalam Menyatukan Umat
Oleh : Sa’id al-Muhajir*
Sebelum saya memaparkan sejumlah kaidah yang menjadi dasar persatuan dalam Islam, saya akan
menguraikan secara singkat tentang situasi dunia sebelum pengutusan Nabi Muhammad saww, untuk kemudian masuk dalam pembahasan mengenai dasar-dasar, tiangtiang, dan simbol-simbol yang disiapkan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk membangun kesatuan umat Islam. Keadaan dunia sebelum diutusnya Rasulullah tercermin pada umat jahiliyah yang dipecah-belah oleh peperangan demi peperangan, dicabik-cabik oleh perselisihan, dan dicerai-beraikan oleh fanatisme golongan dan etnis. Kenyataan ini berlangsung bertahun-tahun antara para penguasa zalim dan orang-orang yang dilemahkan; antara yang menzalimi dan dizalimi; antara penguasa dan hamba. Mereka dihancurkan oleh peperangan, serangan, pertempuran, dan terperangkap dalam perpecahan yang menakutkan, perselisihan yang menumpahkan darah, dan kekacauan sosial. Dalam kondisi seperti itulah, Allah SWT berkehendak untuk mengutus Muhammad bin Abdullah saww sebagai utusanNya yang
akan memberi pencerahan, “Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pembawa kabar gembira, dan pemberi peringatan serta penyeru kepada Allah dengan izin-Nya, dan sebagai pelita yang menyinari.” Muhammad saww juga diutus sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada manusia, “Dan tidaklah Kami mengutusmu
kecuali sebagai kasih saying untuk alam semesta.” Kehadiran Muhammad Rasulullah saww merupakan kenikmatan dan memberikan keselamatan, “Ingatlah kalian (pada) kenikmatan Allah untuk kalian, ketika dulu kalian saling bermusuhan, lalu Dia menyatukan hati kalian, lalu kalian karena karunia-Nya menjadi saudara, dan ketika dulu kalian berada di tepi lubang api, lalu Dia menyelamatkan kalian darinya. Seperti itulah, Allah menjelaskan kepada kalian ayat-ayat (kebesaran)Nya, agar kalian mendapatkan petunjuk.” Mereka pun berubah dari musuh yang saling berperang menjadi saudara yang saling mencintai, dari kabilah-kabilah yang berpecahbelah menjadi barisan yang saling menguatkan dalam melawan musuh-musuh mereka. “Muhammad adalah utusan Allah, dan orangorang yang bersama dengannya adalah orang-orang tegas terhadap orang-orang kafir dan saling menyayangi di antara mereka. Kamu melihat mereka banyak ruku dan sujud sambil mengharap karunia dan keridhoan Allah.” Di sini, tampak kejeniusan Rasulullah saww dalam menyelamatkan umat ini dan mengubahnya dari umat yang tercabik-cabik menjadi umat yang satu dan kemudian mewujudkan persatuan di antara manusia. Mereka dapat disatukan setelah mereka mendapat hidayah. Sesungguhnya risalah Islam yang dibawa oleh Nabi Pembawa Rahmat, Muhammad saww adalah risalah rahmat, nikmat, penyelamatan, dan hidayah, bukan hanya untuk penduduk Mekah dan sekitarnya saja, juga bukan hanya untuk umat yang hidup pada zaman beliau saja, tetapi risalah ini datang untuk seluruh umat dan bangsa di setiap zaman. Demi tersebarnya risalah ini, maka dilakukan dua upaya:
– Membebaskan umat dari bentuk peribadatan yang menyimpang, kekafiran dan kemusyrikan yang terefleksi pada penyembahan patung dan berhala, dan dari ibadah yang menjadi sebab perbedaan dan perpecahan mereka. Kemudian mengubah semua itu dengan cara menyembah Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, bukan menyembah selain-Nya, dan menyembah-Nya dengan tauhid yang murni. Dengan cara itu, umat menjadi merdeka, gagah, mulia dan tidak tunduk kepada musuh-musuhNya.
– Mengerahkan usaha-usaha besar untuk menyelamatkan umat dari setiap bentuk perbedaan, perpecahan dan perselisihan, kemudian menguatkannya agar bisa berdiri kokoh, gagah, dan pantang menyerah di hadapan segala konspirasi dan rencana-rencana jahat yang bertujuan untuk menghancurkan tiang pancangnya dan basis-basis kekuatannya.
Semua ini berangkat dari kaidah takhliah kemudian dilanjutkan dengan tahliah, yakni mengosongkan diri dari segala penyebab kemenyimpangan, konflik dan permusuhan, kemudian membangunnya secara kuat di atas landasan yang kokoh. Karena persatuan adalah bingkai yang menjaga umat, Rasulullah saww menguatkan tiangtiang penyokong persatuan dan meletakkannya di atas kaidah yang kokoh dan kuat. Oleh karena itulah, menyatukan ibadah kepada Allah adalah dasar pertama dan tujuan yang harus dicapai oleh Rasulullah saww dan para rasul dan nabi sebelumnya. Tauhid, yaitu
mengesakan Allah, adalah dasar pertama untuk membangun kesatuan umat atau umat yang satu. Tidak ada kesatuan tanpa tauhid dan tidak ada tauhid tanpa kesatuan dan persatuan. Jika umat mengesakan (men-tauhidkan) Tuhannya, maka ia menjadi satu, dan jika mereka kafir dan menyekutukan Tuhan, maka mereka akan berselisih dan berbeda. Persaudaraan adalah buah dari iman, “Sesungguhnya kaum yang beriman itu bersaudara.” Perpecahan adalah buah dari kekafiran, ”Hai orang-orang yang beriman, jika kalian mentaati sekelompok orang yang mendapatkan kitab (Ahli Kitab), maka mereka akan mengembalikan kalian menjadi kafir kembali setelah kalian beriman.”
Dengan demikian, saya tegaskan lagi, iman dan tauhid adalah dasar dari persatuan, sedangkan kekafiran adalah penyebab perpecahan dan keterceraiberaian. Sesungguhnya, berpegang teguh pada tali Allah dan mengesakan Allah adalah fondasi yang diletakkan oleh Rasulullah saww untuk membangun persatuan. Batu fondasi
untuk membangun persatuan ini adalah seruan Nabi saww kepada manusia agar tunduk kepada Allah swt. dan menjadi orang-orang yang bertauhid, bukan menjadi orang-orang yang musyrik. “Sembahlah Allah dan janganlah menyekutukan apapan bersamaNya.” “Sesungguhnya umat kalian ini umat yang satu, dan sesungguhnya
Aku adalah Tuhan kalian, maka takutlah kepadaNya.” Pada level penciptaan, semua manusia adalah anak-anakAdam. Mereka adalah keturunan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Mereka dari satu asal dan satu jiwa. Pada level ibadah,mereka menyembah Khaliq yang menciptakan mereka, Penyembuhyang menyembuhkan mereka dari penyakit. Dia menciptakan apayang ada di sekeliling mereka, dan segala sesuatu di semesta tanpa memerlukan sekutu atau penolong. Sesungguhnya kebahagiaan dan kejayaan suatu umat hanya bias dicapai dengan persatuan dan menghimpun kekuatan. Sebaliknya, kesengsaraan, keterpurukan dan kelemahan suatu umat hanya timbul dari perbedaan, pikiran yang tidak sama, dan tujuan yang berlainan.
Oleh karena itulah, Rasulullah saww menginginkan umat Islam untuk menegakkan persatuan Islam atas dasar persatuan dalam akidah, ibadah, visi, tujuan, bahasa, negara, akhlak, kebudayaan, pakaian, adat, tradisi, pertahanan bersama, solidaritas, sehingga umat Islam menjadi seperti satu tangan. Ini merupakan perwujudan dari sabda Rasulullah saww, “ Kaum Muslimin adalah satu umat. Darah mereka sejajar, mereka berusaha membantu yang paling rendah dan mereka adalah satu kekuatan atas selain mereka.” Rasullullah saww juga bersabda, “Muslim adalah umat yang satu, darah mereka setara dan yang paling rendah dari mereka tetap dalam tanggungan mereka, mereka seperti satu tangan berhadapan dengan selain mereka.” Persatuan yang diserukan oleh Nabi Muhammad saww bukanlah sekedar retorika untuk mengumpulkan kabilahnya, kaumnya, atau untuk mewujudkan kepentingan pribadi. Bagi Nabi Muhammad saww, persatuan adalah ideologi yang beliau imani dan berusaha beliau dan perkuat dengan berbagai cara. Karena itu, jika kita ingin membangun persatuan Islam dan kemanusiaan, maka kita harus memahami langkah-langkah Nabi Muhammad saww dalam mewujudkan persatuan umat Tauhid dan penguatan akidah yang benar adalah dasar yang ditegakkan oleh Nabi Muhammad saww dalam membangun persatuan. Kesatuan akidah adalah fondasi untuk membangun persatuan. Seruan yang pertama kali diserukan oleh Nabi Muhammad saww adalah kalimat tauhid yang menjadikan seseorang masuk Islam. Syahadat adalah pengikat pertama bagi seluruh umat Islam meskipun mereka berbeda ras atau warna kulit. ”Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah.” Dengan demikian, Tuhan itu satu, yang menciptakan itu satu, yang disembah itu satu, dan yang diutus kepada mereka adalah satu. ”Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah” ”Sesungguhnya agama Allah adalah Islam.” ”Sesungguhnya ini adalah jalanku dengan lurus, maka ikutilah ia dan janganlah mengikuti jalan-jalan yang lain, maka kalian akan berpecah dari jalan-Nya. Itulah yang Ia pesankan untuk kalian agar kalian bertaqwa.” ”Berpeganganlah kalian semua kepada tali Allah.” Tidak akan ada perpisahan dan pertengkaran selama umat masih berpegang teguh kepada tali (agama) Allah. Sebaliknya, sesungguhnya perbedaan, perpecahan, dan perselisihan di kalangan umat akan terjadi jika cahaya tauhid redup di dalam jiwa umat Islam dan ketika mereka meninggalkan pemikiran dan akidah yang satu, dan mereka berpindah ke pemikiran yang sesat dan jalan yang berbeda-beda. Saya melihat bahwa yang membuat umat Islam saat ini bercerai-berai adalah hawa nafsu, syahwat, dan fanatisme buta. Ketercerai-beraian umat adalah tanda lemahnya akidah dalam jiwa dan lemahnya iman
di hati mereka. Bagaimana mungkin satu umat yang Tuhannya satu, akidahnya satu, kiblatnya satu, dan Nabinya satu itu bisa berselisih seandainya mereka benar-benar beriman? Nabi Muhammad saww menyeru manusia kepada akidah yang tunggal, yang satu. Ketika beliau diutus, bangsa Arab tengah membangga-banggakan ke-Arab-an mereka hingga pada tingkat fanatisme buta. Beliau memerangi fanatisme karena fanatisme adalah penghalang persatuan. Beliau membimbing manusia untuk tidak mencela orang lain, laki-laki atau perempuan. Beliau melarang mereka untuk menghina dengan julukan, berprasangka, mencari kesalahan, dan menggunjing orang lain. Beliau mengajak mereka untuk saling mengenal, ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah satu bangsa menghina bangsa yang lain. Boleh jadi mereka (bangsa yang dihina)
lebih baik dari mereka (bangsa yang menghina). Jangan pula para wanita menghina wanita-wanita yang lain. Boleh jadi mereka lebih baik dari mereka. Jangankah kalian meremehkan diri mereka sendiri dan janganlah mengejek dengan julukan-julukan. Sejelek-jeleknya nama adalah kefasikan setelah keimanan, dan barang siapa belum
bertaubat, maka mereka adalah orang-orang yang zalim.” ”Hai orang-orang yang beriman, hindarilah banyak berprasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah memata-matai. Janganlah sebagian dari kalian menggunjing sebagian yang lain, apakah seorang dari kalian suka memakan daging saudaranya yang mati. Tentu kalian membencinya. Bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pemberi taubat dan Maha Penyayang ”. “ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian berupa laki-laki dan wanita, dan Kami telah menjadikan kalian
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia dari kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal.” Rasulullah saww sendiri yang memulai menerapkan prinsipprinsip dan hukum-hukum ini. Beliau menemani orang-orang fakir miskin dan mengasihi mereka. Bilal al-Habasyi, seorang mantan budak, dijadikannya muazin untuk memanggil jamaah untuk shalat. Beliau bahkan menjadikan Bilal sebagai orang dekat beliau yang diberi kepercayaan untuk mengurus keuangan negara. Beliau berusaha membuang fanatisme yang ada di tengah kaumnya
dengan menjadikan Zaid bin Haritsah, seorang pembantu, sebagai keluarganya dan menikahkannya dengan putri bibinya, yaitu Zainab Binti Jahsy. Dengan tindakan-tindakan seperti ini Nabi Muhammad saw ingin meleburkan semua manusia pada satu Islam dan iman. Tidak cukup dengan itu saja, beliau juga berusaha menanamkan benih-benih cinta yang saling berbalas pada hati umat Islam, menguatkan ikatan-ikatan persaudaraan di antara mereka dan melarang mereka dari segala sesuatu yang bisa melahirkan kebencian, permusuhan pada jiwa mereka atau menyeret mereka untuk saling iri hati. Hadits-hadits menegaskan semua yang Nabi saww. lakukan. Misalnya, beliau bersabda, “Janganlah kalian saling iri hati. Janganlah bertengkar. Jangan saling memarahi. Jangan saling membelakangi. Janganlah sebagian dari kalian menjual yang dapat merugikan dagangan sebagian yang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain. Ia tidak menzaliminya, menistakannya, merendahkannya dan membohonginya. Cukuplah seorang itu buruk selama ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain, haram darahnya, hartanya dan kehormatannya.” Beliau juga bersabda, “Perumpamaan seorang muslim dalam hal saling mengasihi, menyayangi dan memperhatikan sesama mereka adalah seperti satu badan. Jika salah satu anggota merasakan sakit, maka seluruh badannya akan merasakan demam dan tidak bisa tidur.” ”Seorang mukmin bagi mukmin yang lain adalah seperti satu bangunan, sebagian menguatkan sebagian yang lain.” ”Menghina seorang muslim adalah kefasikan, sedangkan memeranginya adalah kekafiran. Seorang mukmin bukanlah orang yang suka memerangi, menyumpahi, berbuat keji dan jahat.” Beliau bersabda, ”Maukah kalian saya beritahu orang yang paling buruk dari kalian?” Mereka menjawab, ”Mau.” Lalu beliau bersabda, ”Mereka adalah orang-orang yang sering berkeliling dengan menyebar fitnah. Mereka yang memecah-belah di antara orang-orang yang saling mencintai. Mereka yang mencari-cari aib orang lain.” Sesungguhnya makna persatuan yang dikuatkan oleh ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW serta perbuatan beliau dalam kehidupannya adalah membangun umat yang satu, dan bersatu atas satu pikiran, satu syiar, satu kiblat, satu kepemimpinan, serta kesatuan yang dibangun atas dasar yang kuat yang mempersatukan dan bukan memecah belah, yaitu dasar tauhid dan keikhlasan dalam menyembah Allah SWT. Persatuan adalah jalan keluar dari keterpurukan yang diderita oleh umat Islam hari ini. Umat Islam tidak akan berpecah-belah kecuali setelah datang kepada mereka pemikiran-pemikiran buatan manusia, setelah mereka mengikuti berbagai jalan dan meninggalkan jalan Allah, sehingga mereka mengarahkan anak panah mereka ke dada saudara-saudara mereka sementara mereka melupakan wasiat Nabi mereka ketika haji wada’, ”Setelah saya (tiada) janganlah kalian kembali menjadi orang-orang kafir, sebagian memukul tengkuk
sebagian yang lain.” Tidakkah sudah terjadi bahwa negara-negara Islam saling berperang selama bertahun-tahun; kehilangan kekuatannya? Kekayaan mereka hancur dan perekonomian mereka runtuh. Tidakkah sudah terjadi bahwa banyak orang Islam yang saling menyerang? Kalau tidak dengan senjata, maka mereka saling serang dengan kata-kata, hinaan, cacian, gunjingan, fitnah, dan fanatisme. Padahal Nabi Muhammad saww bersabda, ”Bukanlah termasuk golongan kami orang yang mengajak pada fanatisme. Dan bukan termasuk dari kami, orang yang mati dalam fanatisme.” Ketika melihat sebagian pengikutnya berbicara tentang fanatisme, beliau bersabda, ”Tinggalkanlah hal itu, karena hal itu berbau busuk.” Banyak orang menyerukan fanatisme, kalau bukan dengan katakata, maka dengan bahasa tubuh. Ini bukanlah ajaran Islam, dan bukan dari prinsip-prinsip atau nilai-nilai Islam. Juga tidak sejalan dengan perilaku Nabi Muhammad saww yang diutus oleh Allah swt sebagai rahmat untuk seluruh alam, dan bertentangan dengan ajakan Allah untuk saling mencintai, saling mengenal, dan saling menyayangi. Tantangan yang dihadapi oleh umat Islam hari ini mengharuskan mereka untuk bersatu. Persatuan adalah kewajiban Islam. Uraian di atas adalah uraian yang sangat singkat mengenai tonggak penopang dan kaidah-kaidah yang menjadi basis persatuan umat Islam. Kini marilah kita beranjak pada kegiatan praktis yang bisa menjadi pengejawantarahan kaidah-kaidah tersebut, yaitu kewajiban-kewajiban Islam yang penuh berkah. Syiar-syiar Islam datang untuk menguatkan makna persatuan. Dalam shalat, umat Islam belajar makna persatuan dan jamaah, makna satu shaf yang lurus, makna satu arah ke tujuan yang satu. Dalam satu hari, umat Islam menghadap ke satu kiblat. Umat Islam yang berada di utara, selatan, timur dan barat, semuanya menghadap ke Ka’bah. “Maka palingkanlah wajahmu ke arah al Mesjid al Haram, dan di manapun kalian berada, maka palingkan wajah kalian ke arahnya.” Ibadah haji adalah ibadah yang sangat penting dalam perwujudan persatuan muslim. Haji ke Baitullah bertujuan agar umat Islam menjadikan Baitullah sebagai ummul qura dan tempat untuk menunaikan ibadah, manasik, berdoa dan bermunajat. Ia telah menjadi pusat ilmu, perdagangan dan tempat untuk menyelenggarkan pertemuan tahunan untuk saling memahami, musyawarah, bertukar
pikiran dan segala sesuatu yang dapat menguatkan ikatan persaudaraan dan persatuan di antara umat Islam. Panggilan haji tidak lain kecuali seruan tegas terhadap persatuan, saling mencintai dan kerjasama. “Dan serukan kepada umat manusia untuk haji. Mereka akan mendatangimu dengan berjalan kaki dan menaiki unta yang kurus. Mereka datang dari segala penjuru yang dalam agar mereka menyaksikan manfaat-manfaat buat mereka dan agar menyebut/mengingat nama Allah di hari-hari yang ma’lum atas apa yang Dia berikan kepada mereka berupa binatang ternak, maka makanlah kalian sebagian darinya danberilah makanan kepada orang yang sengsara dan miskin.” Allah swt mensyariatkan kepada umat Islam berbagai ritual haji yang bertujuan untuk menyatukan mereka, bukan yang memisahkan, dan sesuatu yang menjadikan mereka saling mengenal di beberapa tempat. Mereka melakukan tawaf di Ka’bah, sa’i di antara Shafa dan Marwah, berwukuf di Arafah, Muzdalifah dan Mina, dan melempar batu di Jamarat. Mereka berkunjung ke makam-makam para syuhada’ dan orang-orang saleh yang berada di Mekah dan Madinah, terutama makam Rasulullah saww dan para Imam Ahlulbait, dan peninggalanpeninggalan Islam lainnya. Keseragaman pakaian di antara umat Islam dalam haji tidak lain demi untuk menghapus segala bentuk keistimewaan duniawi dan menunjukkan kesempurnaan persatuan umat. Haji adalah ibadah persatuan yang penuh berkah dan luar biasa, manifestasi iman yang besar, perkumpulan yang istimewa. Mereka dikumpulkan oleh seruan yang sama, dihimpun oleh manasik yang sama, dan disatukan oleh cita-cita yang sama. Mereka dibimbing oleh satu tujuan yaitu tunduk kepada Sang Pencipta yang Esa dan setia terhadap perintah-perintah-Nya, dan menjauhi larangan-larangan-
Nya. Mereka disatukan untuk melawan musuh dan setan, baik manusia maupun jin. Barangkali di antara tujuan syariat yang terpenting dan tugas yang diembankan Allah kepada umat Islam dalam berhaji adalah untuk meneguhkan kembali tauhid dan mengaplikasikannya dalam bentuk persatuan. ”Dan tidaklah kebanyakan dari mereka beriman kepada Allah melainkan mereka musyrik.”1 Dengan demikian, faktor-faktor perpecahan dan perselisihan akan selalu ada, sehingga umat Islam harus terus waspada dan bersiap melawannya. Manasik haji yang dilakukan berulangkali setiap tahun merupakan unsur perlawanan yang paling kuat terhadap perpecahan. Tempat-tempat suci, miqatmiqat dan manasik-manasik seperti tawaf dan sa’i dapat menganulir
segala bentuk perpecahan, pengelompokan berdasarkan etnis, warna kulit, mazhab, afiliasi politik dan sosial, untuk kemudian menjadikan mereka sebagai manusia-manusia yang menyembah Allah dan ikhlas dalam ibadah. Allah swt memperlakukan mereka dengan sama, tidak membedakan mereka dalam pemberian pahala dan ridha selama
mereka berada pada tingkat takwa yang sama. Jika takwa mereka berbeda, maka pahala mereka juga berbeda. Dari sini kita bias memahami maksud dan tujuan dari beberapa riwayat dari Ahlulbait yang menegaskan tidak dibenarkannya membiarkan Ka’bah sepi dari haji, dan mendorong kewajiban haji secara tegas kepada manusia serta mengancam orang yang mengabaikannya.
Penutup
Sebagai penutup, saya akan menyebutkan simbol-simbol tauhid dalam ibadah haji. Haji harus dimulai dengan niat yang ikhlas karena Allah. “Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali agar mereka menyembah Allah dengan mentuluskan agama untuk-Nya”. Di antara sabda Rasulullah saww yang disebutkan di awal manasik adalah, ”Ya Allah, jadikanlah ini haji yang tidak ada riya’ dan membanggakan diri di dalamnya.”
– Ihram, yaitu simbol tauhid yang jelas bagi semuanya. Semua haji memakai pakaian yang sama, sehingga tidak berbeda antara yang kaya, majikan, pimpinan, orang alim, dengan orang-orang biasa. Semuanya sama. Ihram adalah tampilan nyata yang menunjukkan kesamaan mereka.
– Talbiyah, ”Labbayka Allahumma labbayka, labbayka lâ syarîka labbayka, inna al hamda wan ni’mata laka wal mulka, lâ syrîka laka ” adalah simbol pelepasan diri dari segala hal selain Allah swt.
– Tawaf. Syariat telah memerintahkan untuk tawaf tujuh putaran mengelilingi Ka’bah berdasarkan firman Allah swt., “Bertawaflah di rumah tua itu.” Ini adalah simbol pergerakan umat mengelilingi satu pusat, yaitu Baitullah.
– Dua rakaat sholat tawaf. Disunnahkan bagi jamaah haji untuk membaca surat al Kâfirûn di rakaat pertama, dan membaca surat al Ikhlash rakaat kedua. Kedua surat ini mengandung makna tauhid rubûbiyah dan ulûhiyah.
– Sa’i antara bukit Shafa dan bukit Marwah, yang pada hakikatnya sebuah perjalanan keimanan. “ Sesungguhnya Shafa dan Marwah bagian dari syiar-syiar Allah. Barangsiapa berhaji ke al Bait atau ber-umrah, maka tidak ada salahnya bertawaf di antara keduanya, dan barang siapa melakukan kebaikan dengan sukarela, maka sesungguhnya Allah Maha Syukur dan Maha Tahu “ Disunnahkan bagi orang yang sa’i untuk membaca di awal setiap putaran kalimat tauhid berikut ini, “ Lâ ilâha illâ Allah wahdahu lâ syrîka lahu, lahu al mulku wa lahu al hamdu, wa huwa alâ kulli syayi qodîr “
Dan membaca ayat, “ Sesungguhnya Shafa dan Marwah bagian dari syiar-syiar Allah. Barangsiapa berhaji ke al Bait atau ber-umrah, maka tidak ada salahnya bertawaf di antara keduanya, dan barang siapa melakukan kebaikan dengan sukarela, maka sesungguhnya Allah Maha Syukur dan Maha Tahu “
– Wukuf di Arafah. Saat wukuf di Arafah dianjurkan membaca zikir, “ Lâ ilâha illâ Allah wahdahu lâ syrîka lahu, lahu al mulku wa lahu al hamdu, wa huwa alâ kulli syayi qodîr.”
Rasulullah SAW bersabda, “Doa terbaik adalah doa Arafah, dan sebaik-baiknya yang saya dan nabi-nabi sebelum saya baca adalah, “ Lâ ilâha illâ Allah wahdahu lâ syrîka lahu, lahu al mulku wa lahu al hamdu, wa huwa alâ kulli syayi qodîr. Dalam doa itu terkandung pengumuman tegas bahwa Allah-lah Satu-satunya sembahan manusia. Dengan membaca dan mengulang bacaan kalimat tauhid, jamaah haji akan merasakan maknanya dan mengamalkan tuntutannya sehingga amal-amal hajinya betul-betul ikhlas karena Allah, terbebas dari segala kotoran syirik.
– Amalan di Masy’ar al-haram dan Mina selama beberapa hari, seperti tahallul, menyembelih binatang, melontar jumrah, dan sholat. Dari sini seorang muslim belajar bahwa sembelihan adalah ibadah yang tidak boleh dipersembahkan kecuali kepada Allah. Karena sembelihan adalah ibadah dan melaksanakan ibadah kepada selain Allah merupakan syirik. Oleh karena itu Allah berfirman, “ Maka sholatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah (binatang).” Dengan demikian, kaum muslim akan menyerap makna bahwa segala aktivitasnya di dunia haruslah semata-mata demi keridhoan Allah. Semua itu adalah dasar dan tonggak yang diikuti oleh penyatuan energi, barisan dan sikap. Semua amal, ritual, dan simbol-simbol haji tersebut akan memberikan pengaruh yang baik bagi umat Islam pada saat ini maupun masa yang akan datang. Semuanya merupakan perbuatan yang indah dan membuat hati menjadi bersih serta menolak segala kebencian dan rasa dengki. Semuanya membangkitkan jiwajiwa agar mampu membangun, berkembang, dan bersatu. Memang benar, haji adalah seperti yang digambarkan oleh Sayyidah Fatimah al Zahra as. sebagai penguatan agama, “ Haji dijadikan sebagai penguatan terhadap agama.”2 Haji adalah kewajiban Ilahi yang bertujuan mulia dan bagaikan sebuah hidangan yang terus ada untuk dijadikan bekal bagi manusia agar bisa selamat menjalani hidup di dunia fana ini.
DISKUSI: