Pesan Haji: Persatuan Umat Islam dan Kepintaran Mengenal Musuh
وَأَذِّنْ فِي النَّـاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيـقٍ
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,” (QS. Al-Hajj : 27)
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan. (QS. Al-Hajj : 28)
Jutaan umat Islam dari pelbagai penjuru dunia berkumpul—meskipun berbeda budaya, bahasa, ras dan warna kulit—di tanah suci Mekkah al-Mukarramah untuk menapaktilasi kembali haji Ibrahim (kepada beliau dan Nabi kita saw salam terbaik). Bendera tauhid “laila ha illallah” adalah pemersatu umat Islam yang datang dengan pelbagai budaya tersebut dan mereka mengesampingkan perbedaan pemahaman, aliran dan mazhab yang tidak subtansial. Apapun mazhabnya, semua adalah saudara seagama dan seiman yang sama-sama berhaji ke tanah suci Mekkah; sama-sama menggunakan pakaian ihram yang berwarna putih dan sama-sama melaksanakan shalat dengan menghadap ke kiblat, Ka’bah.
Manasik haji menunjukkan dan mengisyaratkan keagungan dan daya tarik spiritual yang luar biasa. Tidak ditemukan suasana spiritual dan kualitas ibadah—dilihat dari kemuliaan tempat dan model ibadah—yang menandingi manasik haji. Namun tidak semua jamaah haji mampu merasakan aura spiritual manasik haji. Sebab, ada hijab ghaflah (kelalaian) dan jahalah (kejahilan) sehingga sebagian orang tidak bisa mendapatkan manfaat spiritual dari ibadah agung ini. Ada sebagian orang yang justru tetap “kehausan” dan “kelaparan” di tengah jamuan internasional Ilahiah ini.
Kelalaian ini karena sebagian orang tidak mempersiapkan diri dengan baik saat berangkat ke tanah suci. Urusan-urusan duniawi sehari-hari yang mereka geluti tidak bisa mereka lepaskan secara total sehingga pengaruhnya masih terbawa hingga ke Mekkah dan Madinah. Adalah benar bahwa fisiknya ada di kota suci namun pikiran dan lamunannya ada di kota yang mereka tinggali. Mereka gagal hijrah dari urusan harta, tahta dan keluarga mereka. Tidak cukupkah bahwa puluhan tahun pikiran mereka terfokus kepada selain Allah?! Bukankah ini saatnya mereka berpaling dari apapun selain Allah hanya selama dua minggu atau maksimal satu bulan selama keberadaan mereka di tanah suci?! Bukankah ini saatnya bagi mereka untuk merasakan ketenangan hati dengan zikrullah dan tidak disibukkan dengan urusan semele kete alias remeh temeh?!
Kejahilan ini karena mereka hanya berhenti pada aspek zahir manasik dan tidak berusaha mendalami aspek batinnya. Setiap manasik haji memiliki aspek zahir dan batin dan kedua-duanya harus dipahami dengan baik. Melempar jumrah misalnya adalah simbolisasi melempar setan dan hawa nafsu yang senantiasa menghantui kita. Maka pelempar jumrah harus berjanji untuk melempar setan luar dan setan dalam, yaitu nafsu amarah bissu (yang memerintahkan keburukan) yang lebih berbahaya daripada setan luar. Sebagaimana sabda Nabi saw bahwa musuh bebuyutanmu adalah nafsu yang ada di sekeliling badanmu.
Di antara jamaah haji tentu ada orang-orang yang mendapatkan lonjakan dan lompatan spiritual dari setiap tempat ibadah, seperti Arafah, Mina, Shafa dan Marwah, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Dan hendaklah jamaah haji yang mengalami kondisi demikian bersyukur atas taufik Ilahi ini dan menjadikan hal ini sebagai bekal untuk menjalani kehidupan sepulang mereka dari tanah suci.
Haji merupakan refleksi dan manifestasi dari persatuan umat Islam. Betapa tidak, di sinilah satu titik dan satu tempat itu ditetapkan untuk seluruh Muslimin, sepanjang generasi dan sepanjang tahun. Semua jamaah haji bergerak dari miqat (titik berangkat) yang sama. Ayat لِیَشهَدوا مَنـافِـعَ لَهُم yang artinya supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka mengisyaratkan bahwa kesatuan tempat dan zaman (waktu) merupakan salah satu rahasia rukan Islam yang agung ini yang ditandai dengan pertemuan tahunan seluruh umat Islam di sisi Ka’bah. Hal ini memberikan pesan bahwa umat Islam harus bersatu di bawah payung Ka’bah dan mengesampingkan khilafiyyah madzhabiyyah (perbedaan mazhab). Sebab, Ka’bah adalah milik setiap Muslim, apapaun mazhab dan alirannya.
سَـواّْءَ العـاکِفُ فیهِ وَ البـاد
Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir. (QS. Al-Hajj : 25)
Haji yang terjadi setiap tahun senantiasa mengajak umat Islam untuk bersatu. Sebaliknya, musuh-musuh Islam—sepanjang masa, dan semakin dahsyat dan masif di masa sekarang—berupaya menjauhkan umat Islam dari potensi besar haji yang mempersatukan dunia Islam. Sehingga umat terus disibukkan dengan masalah perbedaan mazhab (terutama isu Sunnah-Syiah) dan akhirnya Muslimin saling berkelahi dan bahkan saling membunuh dan membinasakan atas nama “perbedaan pemahaman dan mazhab”. Tentu fenomena perang antara sesama Islam sangat menyenangkan musuh-musuh Islam yang memang merancang politik pecah belah dan adu domba dan tidak ada isu yang lebih seksi dan menarik daripada isu “berbeda mazhab dan aliran”, utamanya isu Sunnah-Syiah sehingga umat Islam saling menyesatkan lalu saling mengkafirkan dan akhirnya saling berhadapan alias berperang.
Tokoh-tokoh Islam dan kaum elit harus memahami politik dan siasat musuh ini sehingga mereka jangan sampai justru memberi tambahan bara pada api fitnah yang telah dikobarkan oleh musuh. Sebab, kesalahan satu orang alim akan menyebabkan alam pun menjadi rusak. Idza fasada al-‘alim fasada al-‘alam. Demikian peribahasa Arab.
Di saat api fitnah yang melanda dunia Islam saat ini sehingga dicitrakan bahwa Islam itu tidak mengenal kasih sayang dan sesama umat Islam justru saling curiga dan saling menghasut serta aroma takfiri (pengkafiran) setiap orang berbeda haluan mazhab begitu menguat maka sebagai Muslim yang sadar dan membaca zaman dengan baik kita harus menjadi penyeru persatuan dan pendoa yang baik. Kita harus mendoakan saudara-saudara kita yang menjadi korban kezaliman di Palestina, Yaman, Irak, Afganistan, Miyanmar, Libia, Suriah, Bahrain, Pakistan dan di pelbagai tempat lainnya.