Sudahkah Mimbar Kita Berisi Ujaran Menjaga Alam dan Lingkungan? Part. 1
Annisa Eka Nurfitria-Hujan deras dan banjir telah mendatangkan malapetaka di Pakistan. Sejak pertengahan Juni, lebih dari 1.200 orang telah kehilangan nyawa karena banjir yang parah. Lebih dari sepertiga negara itu terendam air banjir, sementara sekitar 33 juta orang masih terkena dampak.
Menurut Otoritas Manajemen Bencana Nasional (NDMA) Pakistan, sedikitnya 57 orang tewas akibat banjir bandang dalam 24 jam terakhir sehingga jumlah korban tewas menjadi 1.265. Lebih dari 7.683 juga terluka dalam banjir parah dalam satu hari terakhir, lapor kantor berita Xinhua. Hingga saat ini, hampir 15.000 orang menderita luka-luka akibat banjir yang dipicu oleh hujan lebat [1]
Sedikitnya sembilan orang tewas dan tujuh orang hilang di dalam dan sekitar ibu kota Korea Selatan, Seoul, setelah kota itu dilanda hujan terberat dalam lebih dari 100 tahun.[2]
Dalam beberapa bulan terakhir, para ilmuwan Sains telah menunjukkan diri mereka untuk bersedia mengambil bagian dalam tindakan langsung membawa perhatian pada krisis iklim. Sebuah “pemberontakan ilmuwan” dimobilisasi lebih dari 1.000 ilmuwan di 25 negara pada bulan April, sementara di Inggris sejumlah ilmuwan ditangkap karena menempelkan makalah ilmiah – dan tangan mereka – ke fasad kaca Departemen Strategi Bisnis, Energi dan Industri .[3]
“Sampai tanggal 1 September 2022 tercatat jumlah kejadian bencana sebanyak 2.372 kejadian,” tulis laporan BNBP di twitternya @BNPB_Indonesia, Jumat (2/9/2022).
Adapun kejadian bencana alam yang mendominasi adalah cuaca ekstrem, banjir, dan tanah longsor. Rinciannya, bencana banjir terjadi sebanyak 933 kali, tanah longsor 425 kali, cuaca ekstrem 789 kali. Sementara itu gempa bumi terjadi sebanyak 17 kali, kebakaran hutan dan lahan 185 kali dan gelombang pasang dan abrasi 21 kali.
“Dari dampak bencana alam tersebut menimbulkan korban meninggal dunia 138 jiwa, hilang 25 jiwa, 723 luka-luka dan terdampak dan mengungsi 2.759.025 jiwa,” tulis laporan itu.[4]
Sejumlah bencana alam yang tercatat belakangan ini semakin menunjukkan dampak nyata dari perubahan iklim, yang hingga saat ini masih banyak ditepis oleh sejumlah kalangan di dalam maupun di luar negeri yang menganggap masalah tersebut tidaklah nyata.
Data kebencanaan milik BNPB pada periode 15 hingga 21 Agustus didominasi oleh bencana hidrometeorologi. Empat jenis bencana tersebut adalah kebakaran hutan dan lahan, banjir, tanah longsor serta cuaca ekstrem berada di daftar teratas.
Banyaknya bencana alam yang akhir-akhir ini kita saksikan tidaklah lepas dari perubahan iklim yang sedang dihadapi oleh bumi. Banyak faktor yang menjadi sebab dari perubahan iklim salah satunya deforestasi hutan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar melalui akun twitter @SitiNurbayaLHK menyatakan bahwa pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi. Menurut Siti Nurbaya menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation sama dengan melawan mandat Undang-Undang Dasar 1945 yang menetapkan nilai dan tujuan membangun sasaran nasional demi kesejahteraan rakyat, dimana apabila Indonesia menerapkan zero deforestation, maka tidak boleh ada pembangunan jalan di daerah yang harus melewati Kawasan hutan sehingga masyarakat bisa terisolasi, meskipun demikian Indonesia masih terus berusaha untuk memenuhi target penurunan emisi 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional.
Upaya mengurangi deforestasi dan mengurangi degradasi hutan tertulis pada kebijakan rencana pembangunan jangka menengah (RPJMN) 2020-2024. Adapun berbagai strategi dalam upaya mengurangi deforestasi hutan yang tertuang di dalam (RPJMN) 2020-2024 yaitu mengurangi tingkat deforestasi menjadi 310 hektar/pertahun dengan melakukan penanaman kembali dan pengkayaan di hutan-hutan produksi dengan 1,97 juta hektar yang mana di dalamnya termasuk luas ekosistem gambut yang telah terkoordinasi dan difasilitasi restorasi pada 7 provinsi di Indonesia yang rentan terhadap bencana kebakaran dengan mencapai target 300.000 hektarnya pertahun.[5]
Tak hanya deforestasi hutan, rusaknya daerah aliran sungai, timbunan sampah plastik yang tak bisa didaur ulang merupakan beberapa faktor dari banyaknya faktor penyebab kerusakan iklim, dan berhubungan erat dengan maraknya bencana alam yang tak kenal musim serta ekstrim. Hal tersebut tak membuat banyak kalangan sadar, padahal sudah menjadi tugas bersama untuk menjaga bumi yang satu-satunya ini sebagai rumah kita.
Pesan Al-Quran agar menjaga lingkungan
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan (56). Dialah yang meniupkan angina sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angina itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran (57). Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin Tuhan, dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya tumbuh merana. Demikianlah Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran Kami) bagi orang-orang yang bersyukur (58).” (Q.S : Al-A’raf : 56-59).
Menjaga lingkungan tak hanya tugas ilmuwan dan saintis, tetapi juga para ulama. Bukankah Al-Quran sendiri, sudah menjadi garda terdepan yang menyampaikan pesan tersebut. Maka sudah menjadi keharusan bagi ulama kita untuk senatiasa menyampaikan hal-hal yang membumi, memberikan pesan-pesan agama terkait pentingnya menjaga alam dan lingkungan sebagaimana yang telah Allah firmankan.
[1] https://www.msn.com/en-in/news/world/pakistan-floods-death-toll-rises-to-1-265-nearly-one-third-of-country-still-underwater/ar-AA11r9Uq
[2] https://www.aljazeera.com/news/2022/8/10/heavy-flood-damage-in-s-koreas-seoul-after-record-rains
[3] https://www.theguardian.com/environment/2022/aug/29/scientists-call-on-colleagues-to-protest-climate-crisis-with-civil-disobedience
[4] https://www.celebrities.id/read/bnpb-sebut-bencana-alam-di-indonesia-hingga-september-2022-sebanyak-2-372-kali-didominasi-banjir-dan-longsor-29GT9y
[5] https://ngertihukum.id/mengenal-deforestasi-hutan-di-indonesia/#:~:text=Ada%20beberapa%20penyebab%20terjadinya%20deforestasi%20hutan%20di%20Indonesia%2C,dan%20perkebunan%20karena%20meningkatkan%20jumlah%20penduduk%20dan%20kebutuhannya