(1) Prof Hamka: “Al-Hasan dan Al-Husain Dua Putra Nabi saw”
Sebagian besar tulisan ini adalah pengantar dari Prof.DR.Hamka (Ketua MUI di masanya) bagi buku yang berjudul, al-Husain bin Ali Pahlawan Besar dan Kehidupan Islam pada Zamannya karya Sayid Muhammad Husin al-Hamid al-Husaini. Sisanya hanya beberapa kalimat di dalam kurung dan di luarnya, yang (saya) penulis sandingkan di sela-sela pengantar beliau.
Beliau mengawali kata pengantarnya dengan sebuah bait syair dari Imam Syafii:
ان كان رفضا حب ال محمد فليشهد الثقلان اني رافضي
“Jika saya akan dituduh orang Syiah karena saya mencintai keluarga Muhammad, maka saksikanlah oleh seluruh manusia dan jin, bahwa saya ini adalah penganut Syiah.”
Profesor mengatakan: “Dengan kata-kata yang begitu tegas, dengan syiir yang begitu gamblang Imam Syafii menyatakan dan menjelaskan pendiriannya. Yaitu beliau mencintai keluarga Muhammad saw. Ialah anak-anak dan cucu beliau. Jelas beliau tiada beranak laki-laki, karena anak laki-laki beliau meninggal semua di waktu kecilnya..
Ibrahim (putra beliau dari Mariah Qibthiyah) meninggal dunia di kala dia masih menyusu. Nabi saw berkata: Hati sedih, air mata berlinang. Namun dari mulut tidaklah akan keluar kata-kata yang tidak diridhai oleh Tuhan kita.
Tetapi beliau ada mempunyai anak-anak perempuan, (salah satunya) Fatimah. Perkawinan Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib adalah paling ideal menurut masyarakat Arab. Sebab nabi Muhammad saw adalah putra Abdullah, dan Abdullah adalah putra dari Abdul Muthalib. Sedang Ali, yang diambilnya jadi suami anaknya, Fatimah, adalah anak dari Abi Thalib, dan Abi Thalib adalah anak pula dari Abdul Muthalib. Sebab itu, maka Abi Thalib ayah Ali adalah saudara satu ayah dengan Abdullah ayah nabi Muhammad saw. Oleh sebab itu, meskipun Nabi saw tidak dikaruniai anak laki-laki, besarlah harapan beliau moga-moga Fatimah az-Zahra yang telah kawin dengan Ali mendapat keturunan anak laki-laki yang diharapkan.”
Menurut masyarakat Arab yang beliau katakan. Bagaimana menurut Islam? Dapat dirujuk kitab-kitab terkait yang membawakan ayat-ayat Alquran dan riwayat-riwayat hadis tentang keutamaan-keutamaan Sayidah Fatimah dan Imam Ali, di masa hidup mereka baik sebelum maupun sesudah pernikahan mereka yang sempurna itu. Cukuplah agung ketika Fatimah Zahra as disabdakan oleh Nabi saw sebagai Sayidatu nisa`il alamin (penghulu seluruh wanita seluruh), dan Imam Ali sebagai Pintu bagi kota ilmu yang adalah Rasulullah saw.
Keduanya serta dua putra mereka al-Hasan-al-Husain as, disebut Ahlulbait, al-Itrah, al-Qurba dan lainnya; yang dalam ayat at-Tathir disucikan oleh Allah swt, dalam ayat al-Mawaddah diterangkan wajib dicintai oleh umat Nabi, dan dalam ayat Ulil amr wajib ditaati.
Al-Hasan dan Al-Husain Disebut Dua Putra Rasulullah saw
Pada tahun ketiga hijriyah lahirlah anak pertama, dinamai Hasan. Setahun di belakang itu lahir anak kedua, dinamai Husain. Nabi saw sangat mencintai kedua cucu ini. Abu Ahmad al-Askari mengatakan: Di zaman Jahiliyah belum dikenal orang kedua nama itu.
Bukhari perawi hadis terbesar meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:
هما ريحنتاي من الدنيا; “Keduanya (Hasan dan Husain) adalah kembang mekarku di dalam dunia ini.”
Di dalam sebuah hadis lagi yang dirawikan Tarmizi dari Ustman bin Zaid, pernah Nabi saw bersabda:
هذان ابناي وابنا ابنتي اللهم اني احبهما واحب من يحبها; “Keduanya ini adalah anakku dan anak dari anak perempuanku. Ya Tuhan, aku mencintai keduanya dan akupun cinta kepada siapa yang mencintai keduanya.
Menurut riwayat Bukhari yang diterimanya dari Abu Bukrah, dia ini berkata: Aku pernah melihat Nabi saw sedang berdiri di atas mimbar sedang Hasan duduk melihat sebentar kepada orang banyak, lalu melihat pula kepada Nabi saw sebentar. Maka bersabdalah Nabi saw:
ان ابني هذا سيد ولعل الله ان يصلح به بين الفئتين من المسلمين; “Sesungguhnya anakku ini adalah Sayid (tuan). Dan moga-moga Allah akan mendamaikan dengan anak ini di antara dua golongan kaum muslimin.”
Dengan kedua sabda ini Nabi saw saking kasihnya telah memproklamirkan kepada seluruh umatnya, bahwa anak Ali bin Abi Thalib dalam perkawinannya dengan Fatimah itu adalah anak beliau juga! Atau cucu beliau juga. Dan pengakuan Nabi itu diterima oleh seluruh umatnya. Namun dengan bijaksana keturunan-keturunan itu menuliskan nasab mereka, sesampai pada Ali bin Abi Thalib, menjelaskan perkawinannya dengan Fatimah. Tidak ada ahli nasab yang bersikap, misalnya membuat Ali bin Abi Thalib anak Muhammad, cuma menyebut Hasan atau Husain sibthi Rasulullah saw, artinya cucu beliau. Dan tidak pula ada orang yang mempunyai rasa kesopanan yang berani menggugat dan membantah Nabi saw pada segala zaman sejak Islam lahir hingga sekarang, lalu berkata bahwa Hasan dan Husain itu bukan putera Nabi, padahal Nabi saw telah mengakui mereka putranya. Karena yang dapat dirasakan di sini ialah mengakui mereka anak atau cucu, semata-mata dari rasa cinta! Sampai Nabi saw bersabda (hadis riwayat Turmudzi di atas).