Pesan-pesan Asyura dalam Riwayat
Diantara perjuangan-perjuangan terpenting pasca wafat Nabi saw yang mengokohkan pondasi-pondasi Islam serta mengguncang istana para tiran sepanjang sejarah adalah perjuangan Imam Husain as pada tahun 60 H.
Imam Husain as dengan darah sucinya, menuliskan di lembaran sejarah pesan penghambaan dan ketaatan Ilahi, penentangan hawa nafsu, perlawanan terhadap kezaliman, kesabaran, ketabahan, toleransi, amar ma’ruf nahi munkar, kepasrahan penuh kepada Allah swt dan bahwa mati mulia lebih baik dari hidup hina.
Orasi Imam Sajjad di Masjid Kufah dan Zainab di pasar Kufah telah membongkar kedok asli, kebobrokan, kebengisan, kebiadaban dan kehinaan Bani Umayyah. Tragedi Karbala harus berlanjut dengan pesan-pesannya sehingga pelajaran dari kejadian tersebut dapat lebih dirasakan. Imam Husain as telah menghidupkan dan menjamin kelanggengan Islam melalui pengorbanan tiada tanding.
Sejarah tidak akan terulang, akan tetapi kejadian historis mungkin saja terjadi setiap waktu. Setiap masa terdapat orang-orang berjiwa Husaini dan Yazidi yang saling berhadap-hadapan. Asyura dapat ditelaah untuk mengenal pesan-pesannya.
Berikut ini pesan-pesan Asyura dan Karbala menurut riwayat:
1. Pesan-pesan restorasi Asyura menurut riwayat
a) Menghidupkan shalat
Allah swt berfirman: “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.”[1]
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata: “Shalat adalah qurban (sarana mendekatkan diri kepada Allah) bagi setiap orang bertakwa.”[2]
Apabila seseorang melakukan shalat, namun shalatnya tidak mencegahnya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang maka shalatnya bukan shalat hakiki, yaitu bukan shalat yang diinginkan oleh Islam.
Shalat tentara Kufah bercampur riya’ dan untuk menguasai keadaan sehingga pengaruhnya tidak tampak. Jika shalat mereka dapat mencegah dari kemungkaran maka tentunya mereka tidak berada dalam barisan yang batil dan menghunus pedang di hadapan wajah cucunda Nabi saw, Imam Husain as.
Beberapa pesan yang disampaikan Imam Husain as di padang Karbala tentang shalat:
- Pada hari Tasu’a (9 Muharram) dengan tibanya Syimr di Karbala, Ibnu Sa’d memberikan perintah untuk menyerang kemah-kemah Imam Husain. Imam Husain meminta Abul Fadl Abbas untuk menyelidiki alasan penyerangan. Setelah melaksanakan perintah, Abul Fadl menyampaikan kepada Imam Husain as bahwa pasukan musuh telah siap berperang.
Imam Husain as berkata kepada Abul Fadl: “Jika engkau mampu, tahanlah mereka malam ini hingga esok supaya kita dapat mendirikan shalat, berdoa dan beristighfar. Allah mengetahui bahwa aku mencintai shalat karena-Nya.”[3]
- Mendirikan shalat berjamaah di tengah-tengah peperangan
Imam Husain dengan pesan ini menyampaikan kepada dunia bahwa tujuanku dari perang ini adalah menghidupkan shalat. Mendirikan shalat artinya menegakkan ruh shalat dengan seluruh persyaratannya, termasuk menjauhi kezaliman dan kejahatan.
Shalat dhuhur Asyura di padang Karbala mengandung dua pesan penting:
- Menghidupkan shalat itu sendiri
- Mendirikan shalat berjamaah
b) Menghidupkan Sunah-sunnah Nabi saw yang hampir lenyap pada masa Bani Umayyah.
Ketika Imam Husain as melihat Islam berada dalam bahaya karena Marwan bin Hakam telah memaksa semua orang untuk membait Yazid, beliau berkata: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, Islam akan tutup usia bila umat dipimpin oleh orang seperti Yazid.”
Imam Husain as dengan kesyahidannya berhasil menggagalkan seluruh konspirasi musuh dan menghidupkan sunah-sunnah Nabi saw.
2. Pesan-pesan moral Asyura menurut riwayat
Pesan-pesan Asyura tidak hanya terbatas pada permasalahan agama saja, namun penghulu syuhada, Imam Husain as telah mengajarkan pelajaran hidup kepada manusia. Seluruh prinsip dan dimensi Islam secara praktis menjelma dalam tragedi Karbala. Berikut ini pesan-pesan akhlak Asyura:
a) Pengorbanan
Imam Husain as telah menunjukkan puncak pengorbanan dengan jiwa dan darah. Zainab juga termasuk orang yang paling banyak berkorban di Karbala. Berikut ini di antara pengorbanan Zainab:
- Ketika Ibnu Ziyad di Kufah memerintahkan untuk membunuh Imam Ali Zainal Abidin, Zainab berkata, “Wahai Ibnu Ziyad, engkau tidak menyisakan seorangpun (untuk kami), jika engkau ingin membunuhnya maka bunuhlah aku bersamanya.”[4]
- Zainab telah mengirimkan dua putera kecilnya ke medan perang untuk membantu Imam Husain as.
Pengorbanan besar yang lain di Karbala dipersembahkan oleh Qamar Bani Hasyim, Abul Fadl Abbas:
- Menolak surat jaminan keamanan dari Syimr pada hari Tasu’a.
- Saat Imam Husain as pada malam Asyura berkata kepada para sahabatnya, “Aku telah melepaskan perjanjian dari kalian, barangsiapa ingin pergi dipersilahkan. Aku tidak akan menghalanginya.” Abul Fadl Abbas lalu menangis dan berkata, “Aku tidak akan pernah meninggalkan Anda…”[5]
- Pada hari Asyura, saat memasuki sungai dengan bibir kering kehausan, Abul Fadl Abbas rela berkorban tidak meminum air sungai Efrat setetespun hingga syahadah menjemputnya karena mengingat leher Imam Husain as yang tercekik rasa dahaga.
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata: “Pengorbanan adalah sebaik-baiknya kebaikan dan tingkat tertinggi iman.”[6]
Inilah suatu pelajaran yang harus diambil dari kebangkitan Asyura.
b) Ghirah
Saat musuh ingin menyerang kemah, Imam Husain as berkata: “Aku yang berperang dengan kalian dan kalian yang berperang denganku. Sementara para wanita tidak berdosa dalam hal ini. Maka selama aku hidup jangan biarkan orang-orang yang berbuat sewenang-wenang, lalim dan dungu menyerang kehormatan keluargaku.”[7]
Dengan ucapan pada hari Asyura ini, Imam Husain as menyampaikan pesan kepada lelaki-lelaki muslim untuk menanamkan rasa ghairah terhadap kehormatan keluarga. Bila kita menyaksikan perempuan-perempuan tidak berhijab atau berhijab tidak sempurna di tengah masyarakat maka hal itu disebabkan tidak menikuti teladan dari orang-orang yang memiliki jiwa ghirah di medan Karbala.
Nabi saw dalam hal ini bersabda: “Allah swt akan mengamputasi hidung orang mukmin dan muslim yang tidak memiliki ghirah.”[8]
Kita harus mengambil pelajaran kehormatan dan hijab sebagai bentuk “ghirah terhadap kehormatan keluarga” dari medan Karbala sebagaimana juga harus membela orang-orang yang dizalimi, menolong kebenaran, memerangi kebatilan dan bid’ah sebagai bentuk “ghirah keagamaan”.
c) Kehormatan dan hijab
Kebangkitan Asyura dimaksudkan untuk menghidupkan nilai-nilai Islami, termasuk menjaga hijab wanita muslimah. Nilai perempuan berada dalam penjagaan hijabnya.
Ahlul Bait disamping berpartisipasi dalam perjuangan dan melaksanakan tugas penting, yaitu menyampaikan pesan-pesan Asyura kepada dunia, mereka juga tetap menjaga stabilitas dan kehormatan sebagai teladan untuk dunia.
Berikut ini adalah budaya hijab dan kesucian dalam kebangkitan Asyura:
- Ketika Ahlul Bait digiring dan sampai di dekat Damaskus, Ummu Kulsum berkata kepada Syimr: Saat engkau membawa kami ke kota itu, masuklah dari gerbang yang lebih sedikit keramaiannya. Sampaikan kepada pasukan berkuda yang memegang tombak untuk mengeluarkan kepala-kepala ini dari joli-joli kita karena kita menjadi terhina saat mereka sering melihat kita dalam kondisi ini.[9]
- Protes Zainab terhadap Yazid yang bermaksud menodai hijab Ahlul Bait.
d) Kesetiaan dan loyalitas
Diantara pesan-pesan moral Asyura adalah menepati janji terhadap orang lain. Amirul Mukminin Ali as berkata: “Makhluk paling mulia ada kesetiaan (menepati janji).”[10]
Dalam ucapan lain disebutkan: “Tanda keimanan seseorang adalah menepati janji.”[11]
Imam Husain as pada hari Asyura dalam sebuah orasi mengingatkan ketidaksetiaan penduduk Kufah: “Celakalah kalian wahai penduduk Kufah, kalian telah mengundang kami dan saat kami datang, pedang yang kalian berjanji semestinya digunakan untuk menolong kami, telah kalian gunakan untuk memerangi kami.”[12]
Imam Husain as di padang Karbala memiliki sahabat-sahabat yang sangat setia, termasuk Abul Fadl Abbas. Pada malam Asyura Imam Husain as berkata: “Sesungguhnya aku tidak mengenal sahabat-sahabat yang lebih setia dan baik dari sahabat-sahabatku.”[13]
3. Pesan-pesan sosial-politik Asyura menurut riwayat
a) Amar ma’ruf nahi mungkar
Tragedi Karbala memiliki dua dimensi logis (yang berupa pesan-pesan Asyura) dan emosional (sisi emosional tragedi Asyura). Melalui dimensi emosional inilah pesan-pesan Asyura, terutama pesan-pesan akhlak berpengaruh terhadap orang lain.
Tangisan-tangisan kesedihan Imam Ali Zainal Abidin pasca tragedi Karbala juga bertujuan menyampaikan pesan-pesan Asyura.[14]
Hal yang menambah nilai kebangkitan ini adalah amar ma’ruf nahi mungkar[15] sebagaimana kebangkitan Asyura juga mengangkat nilai amar ma’ruf nahi mungkar.[16]
Imam Husain dalam surat wasiatnya kepada Muhammad Hanafiyah berkata: “Aku ingin melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar.”[17]
Imam Husain as saat menjawab pertanyaan tentang sebab kebangkitannya, berkata: “Apakah kalian tidak melihat kebenaran tidak diamalkan dan kebatilan tidak dilarang.”[18]
Batasan amar ma’ruf nahi mungkar saat tidak ada ancaman jiwa, harta dan kehormatan, namun bila ada ancaman-ancaman tersebut maka amar ma’ruf nahi mungkar harus ditinggalkan. Akan tetapi kondisi yang terjadi pada masa Imam Husain as sedemikian rupa sehingga Islam menyebut amar ma’ruf nahi mungkar lebih penting dari jiwa, harta dan kehormatan manusia. Oleh karena itu, tidak ada sesuatupun yang dapat menyelamatkan Islam dari kehancuran selain darah suci Imam Husain as. Beliau memilih jihad (bagian terberat amar ma’ruf nahi munkar), membasmi akar kezaliman dan menghidupkan Islam.
Kemerdekaan dan kemulian suatu masyarakat ditentukan oleh amar ma’ruf nahi munkar mereka. Asyura memberikan pesan kepada kaum Muslimin agar tidak lemah menghadapi kemungkaran, terutama serangan kebudayaan musuh yang bertujuan mendominasi negara-negara muslim.
b) Kebebasan dan kemerdekaan
Tragedi Asyura merupakan manifestasi yang jelas dari semangat kemerdekaan Imam Husain dan keluarga beliau. Imam Husain memilih syahadah dari kehidupan yang disertai kehinaan dan tidak mengulurkan tangan kehinaan untuk membaiat Yazid.
Saat tentara musuh bermaksud menyerang kemah, Imam Husain as berkata: “Celakalah wahai pengikut keluarga Abu Sufyan, jika kalian tidak beragama dan tidak takut hari akhir maka jadilah orang-orang yang merdeka di dunia kalian.”[19]
Contoh nyata kemerdekaan di padang Karbala adalah sosok Hur bin Yazid Riyahi yang membelot dari pasukan musuh dan bergabung dengan pasukan Husain.
Saat Hur akan meneguk cawan syahadah, Imam Husain as berkata: “Engkau Hur (manusia merdeka) sebagaimana ibumu menamaimu demikian. Engkau merdeka di dunia dan di akherat.”[20]
c) Keadilan
Keadilan merupakan risalah seluruh nabi dan auliya’. Imam Ali bin Abi Thalib adalah contoh terbaik setelah Nabi saw dalam menjalankan keadilan.
Imam Ali as berkata: “Demi Allah, sepatu yang tidak berharga ini lebih aku cintai dari memimpin kalian kecuali bila aku dapat menegakkan kebenaran atau menolak kebatilan dengannya.”[21]
Imam Husain as sedih melihat ketidakadilan, kerusakan dan banyaknya dosa di tengah masyarakat. Seringkali di saat malam Imam Husain datang ke kuburan datuknya, Rasulullah dan mengadukan kondisi umat.
Dalam surat wasiat yang ditulis untuk Muhammad Hanafiyah, Imam Husain as menjelaskan alasan kebangkitannya demikian: “Sesungguhnya aku bangkit untuk mencari maslahat dalam umat datukku.”[22]
Salah satu bentuk nyata maslahat umat adalah pelaksanaan keadilan sosial. Oleh karena itu, Imam Husain as juga menjadi syahid di jalan keadilan.
Asyura memberikan pesan kepada dunia supaya menunjukkan reaksi di hadapan ketidakadilan, karena kebahagiaan dunia dan ukhrawi individu dan sosial berada dalam naungan keadilan Islam.
4. Pesan-pesan irfan Asyura menurut riwayat
a) Ikhlas
Islam memiliki perhatian terhadap amal perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas dan amal yang dicampuri dengan riya’ dianggap tidak bernilai. Imam Shadiq as berkata: “Seorang hamba tidak akan mencapai keikhlasan sehingga pujian dan celaan baginya sama.”[23]
Pada masa Nabi saw, banyak sahabat yang ikut berperang bersama Nabi saw, namun hadis ini tidak disebutkan berkenaan dengan seorangpun dari mereka selain Ali bin Abi Thalib as: “Satu tebasan pedang Ali pada perang Khandaq lebih utama dari ibadah jin dan manusia.”[24]
Inilah yang dimaksud dengan ketulusan yang sempurna. Asyura menjadi tempat manifestasi pemurnian manusia-manusia yang ikhlas. Imam Husain as pemimpin ikhlas pada masanya yang memberikan pelajaran ikhlas lillahi ta’ala kepada pasukan dan generasi setelahnya.
Imam Husain as menyerahkan segenap wujudnya kepada Allah swt untuk melindungi agama. Imam Husain mengetahui bahwa beliau akan syahid dan keluarga beliau akan ditawan dan dipertontonkan ke semua orang. Dengan keikhlasan, beliau mampu memikul seluruh musibah.
Imam Hasan as berkata: “Tiada hari yang menyamai hari (musibah)mu, wahai Aba Abdillah.”[25]
Madrasah Husain mendidik orang-orang mukhlis seperti Zuhair bin Qain yang bersedia mati ribuan kali dan dihidupkan kembali hanya untuk membela imam dan keluarganya.
b) Rindu syahadah
Asyura tempat manifestasi penantian syahadah Imam Husain dan sahabat-sahabat beliau. Imam Husain as tidak melihat syahadah kecuali sebagai kebahagiaan dan perjumpaan dengan Kekasih. Oleh karena itu, pada hari Asyura, saat syahadah semakin dekat, kerinduan beliau semakin berkobar.
Bani Hasyim juga menyimpan perasaan yang sama terhadap syahadah. Beberapa kasus berikut adalah contoh dari hal tersebut:
- Pada malam Asyura, Qasim bertanya kepada Imam Husain, apakah besok aku juga akan terbunuh? Imam Husain berkata, bagaimana engkau melihat kematian? Qasim menjawab, lebih manis dari madu.
- Saat ingin mereguk syahadah, Ali Akbar bertanya kepada ayahandanya, Imam Husain, apakah kita berada di atas kebenaran? Imam Husain menjawab, benar, kita berada di atas kebenaran. Kemudian Ali Akbar berkata, Bila kita berada di atas kebenaran, lalu kenapa kita harus takut dari kematian?
Sebagai penutup pembahasan ini, kita akhiri dengan sebuah hadis dari Imam Ali Zainal Abidin as: Tiada hari yang lebih berat bagi Rasulullah saw dari hari Uhud, karena pada hari itu paman beliau, Singa Allah dan Rasulullah, Hamzah terbunuh. Setelah itu tiada hari yang lebih berat dari hari Mutah, karena anak paman beliau, Ja’far bin Abi Thalib terbunuh.
Kemudian Imam Ali Zainal Abidin as berkata: Tiada hari seperti hari Asyura, hari Imam Husain as, karena 30 ribu orang yang mengaku sebagai umat Nabi saw berkumpul dan bersiap-siap untuk membunuh cucu Nabi mereka dengan niat qurbatan ilallah (mendekatkan diri kepada Allah). Sementara itu Imam Husain as memberikan nasehat kepada mereka, namun mereka tidak menerima nasehat beliau hingga mereka membunuh beliau dengan rasa bermusuhan.[26]
Kesimpulan
Ucapan Imam Husain as ini mewakili seluruh pesan yang telah disebutkan. Imam Husain as berkata: “و مِثلی لايُبايِعُ مِثلَهُ”; “Dan orang sepertiku tidak akan membaiat orang sepertinya”. Beliau as tidak mengatakan, Aku tidak akan membaiatnya. Karena Imam Husain as ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat Syiah bahwa bukan hanya Imam Husain yang tidak boleh berbait dengan Yazid, akan tetapi orang-orang seperti Imam Husain dan Yazid akan selalu ada dalam setiap masa.
Telaah pesan-pesan Asyura memberikan hasil bagi masyarakat Syiah, yaitu Asyura tidak boleh dilihat dalam bingkai kejadian lahiriah satu hari, namun sesungguhnya harus disaksikan sepanjang masa dan sejarah.
Bila hari Asyura Ibnu Sa’d menginjak-injak tubuh suci para syahid dengan kaki kuda, namun pesan-pesan Asyura tidak dapat lenyap atau terinjak-injak. Asyura menjadi teladan kemanusiaan di setiap waktu dan tempat.
Maksud dari ungkapan “کُلُّ يومٍ عاشوراء و کلُّ أرضٍ کربلاء”; Setiap hari Asyura dan setiap tanah Karbala, adalah kelanggengan pesan-pesan Asyura yang membangun karakter manusia. Pesan-pesan Asyura tidak hanya terbatas pada negara-negara Islam saja, bahkan jarak geografisnya melampaui negara-negara kafir seperti Amerika. Mahatma Gandhi berkata, “Apabila kita ingin menyelamatkan India, maka kita harus menempuh jalan yang pernah ditempuh oleh Husain as.”[27]
Dari apa yang telah disampaikan dalam artikel ini dapat disimpulkan bahwa telaah dan realisasi pesan-pesan Asyura dapat membantu manusia bergerak mendekati langkah Imam Husain as. Jika sudah demikian, maka masyarakat berkarakter Asyura akan terbentuk. Sebagai hasilnya, cakupan rahmat, ampunan dan ridha Ilahi, kebahagiaan dunia dan akherat akan melingkupi masyarakat tersebut.
Sumber: Peyamha-ye Asyura az Didgah-e Revayat – Mohammad Ravanbaksh
[1] QS. Al-‘Ankabut (29): 45.
[2] Nahjul Balaghah, Hikmah Isi ke-136, Halaman 658.
[3] Sayed Hosein, Qoraisyi Sabzavari, Dars-ha-iy az Nehzat-e Asyura (Beberapa Pelajaran dari Kebangkitan Asyura), Halaman 36.
[4] Ali bin Musa, Sayed bin Thawus, Luhuf, Halaman 228.
[5] Syeikh Abbas, Qommi, Tarjumah Nafs Al-Humum, Halaman 115.
[6] Syarh Ghurar Al-Hikam, Jilid 2, Halaman 162.
[7] Lembaga Kajian Baqirul Ulum, Ensiklopedia Ucapan Imam Husain as, Halaman 504.
[8] Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, Kafi, Jilid 5, Halaman 535.
[9] Ali bin Musa, Sayed bin Thawus, Luhuf, Halaman 244.
[10] Muhammadi Rey Syahri, Muhammad, Mizanul Hikmah, Jilid 10, Halaman 602.
[11] Ibid, Halaman 603.
[12] Lembaga Kajian Baqirul Ulum, Ensiklopedia Ucapan Imam Husain as, Halaman 422.
[13] Ibid, Halaman 395 dengan menukil dari Thabari, Muhammad bin Jarir, Tarikh Thabari, Jilid 3, Halaman 315).
[14] Ziarah Arba’in.
[15] Segala perbuatan yang diperintahkan pembuat Syariat disebut ma’ruf. Setiap perbuatan yang dilarang pembuat Syariat disebut mungkar.
[16] Murtadha Mutahhari, Hammase-ye Hoseini, Jilid 2, Halaman 121.
[17] Lembaga Kajian Baqirul Ulum, Ensiklopedia Ucapan Imam Husain as, Halaman 291.
[18] Ibid, Halaman 356.
[19] Ali bin Musa, Sayed bin Thawus, Luhuf, Halaman 172.
[20] Majlisi, Muhammad Baqir, Biharul Anwar, Jilid 44, Halaman 32.
[21] Nahjul Balaghah, Khutbah 33, Halaman 84.
[22] Lembaga Kajian Baqirul Ulum, Ensiklopedia Ucapan Imam Husain as, Halaman 291.
[23] Majlisi, Muhammad Baqir, Biharul Anwar, Jilid 73, Halaman 294.
[24] Abbas, Azizi, Ali az Zaban-e Syahid Mutahhari (Ali dari Penuturan Syahid Mutahhari), Halaman 194.
[25] Syeikh Abdullah, Bahrani Esfahani, ‘Awalim Imam Hasan as, Halaman 271.
[26] Majlisi, Muhammad Baqir, Biharul Anwar, Jilid 44, Halaman 298.
[27] Haj Syeikh Ali, Rabbani Khalkhali, Chehre-ye Derakhsyan-e Hosein bin Ali as (Wajah Bercahaya Husain bin Ali as), Halaman 111.