Sikap Toleransi dan Moderasi dalam Beragama: Bukti Maturitas dari Sebuah Bangsa
Pendahuluan
Indonesia, sebagai negara dengan keberagaman agama, suku, dan budaya, telah membuktikan kepada dunia bahwa perbedaan bukanlah penghalang untuk hidup rukun dan menciptakan kedamaian. Prinsip ini berakar dari nilai-nilai Pancasila, terutama sila pertama yang menegaskan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pancasila bukan sekadar warisan sejarah, tetapi juga menjadi pedoman dalam menjaga persatuan di tengah keberagaman, sebagaimana tercermin dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika—”Berbeda-beda tetapi tetap satu.”
Melalui refleksi sejarah, bangsa Indonesia telah menunjukkan semangat patriotisme, persatuan, dan toleransi dalam perjuangan mencapai kemerdekaan. Nilai-nilai ini tetap relevan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di mana sikap toleransi dan moderasi beragama menjadi kunci utama dalam membangun masyarakat yang harmonis.
Toleransi dan Moderasi Beragama dalam Kehidupan Bermasyarakat
Agama, bagi banyak orang, bukan sekadar tuntunan spiritual, tetapi juga pedoman dalam mengatur seluruh aspek kehidupan. Dalam konteks bernegara, ajaran agama sering kali berpengaruh terhadap hukum dan kebijakan. Filsuf politik Leaman mengungkapkan bahwa bahkan dalam modernisme, kecenderungan terhadap teokrasi masih ada—menunjukkan betapa eratnya hubungan antara agama dan tata kelola negara.
Di Indonesia, toleransi dan moderasi beragama menjadi strategi kebudayaan dalam merawat perdamaian. Sikap ini tidak hanya mencegah konflik akibat perbedaan keyakinan, tetapi juga mencerminkan kedewasaan suatu bangsa dalam menghadapi keberagaman. Dengan populasi yang pluralistik, mencakup berbagai suku, bahasa, dan agama, Indonesia membutuhkan kesadaran kolektif untuk saling menghargai dan menghormati satu sama lain.
Al-Qur’an mengajarkan bahwa manusia diciptakan dalam keberagaman agar dapat saling mengenal, sebagaimana dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Ayat ini menegaskan bahwa keberagaman bukan alasan untuk berpecah belah, melainkan sebagai peluang untuk saling mengenal, berinteraksi, dan membangun kebersamaan. Sikap toleransi dalam beragama menjadi bagian dari karakter bangsa, khususnya bagi generasi muda yang rentan terhadap perpecahan akibat fanatisme sempit.
Prestasi Indonesia dalam Menerapkan Toleransi Beragama
Komitmen Indonesia terhadap toleransi beragama diakui di tingkat global. Pada 1 Juni 2023, Indonesia meraih predikat “Top Muslim Friendly Destination of The Year 2023” dalam ajang Mastercard Crescent Rating Global Muslim Travel Index 2023 di Singapura. Penghargaan ini menunjukkan bahwa Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, mampu menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua agama.
Faktor utama di balik pencapaian ini adalah budaya gotong royong dan keramahan masyarakat Indonesia. Sikap inklusif ini tidak hanya menjaga keharmonisan internal, tetapi juga menarik perhatian dunia, terutama wisatawan mancanegara yang mencari destinasi dengan tingkat toleransi yang tinggi.
Karakter Bangsa yang Mencerminkan Maturitas dalam Beragama
Sikap toleransi dan moderasi dalam beragama mencerminkan kematangan suatu bangsa. Beberapa pola pikir yang menunjukkan maturitas dalam kehidupan bernegara antara lain:
- Menghormati Martabat Setiap Manusia ; Al-Qur’an menegaskan bahwa setiap manusia memiliki kehormatan yang harus dijaga. Dalam QS. Al-Ma’idah ayat 32 dan QS. Al-An’am ayat 151, disebutkan bahwa membunuh satu jiwa tanpa alasan yang benar sama dengan membunuh seluruh manusia. Ini menekankan pentingnya menghargai kehidupan tanpa memandang latar belakang agama atau suku.
- Memandang Takwa sebagai Ukuran Kemuliaan; Al-Hujurat ayat 13 menjelaskan bahwa kemuliaan seseorang di hadapan Allah bukan berdasarkan suku atau agamanya, melainkan pada ketakwaannya. Prinsip ini menegaskan bahwa tidak ada tempat bagi diskriminasi dalam masyarakat yang beradab.
- Menolak Kekerasan dengan Menghormati Kesucian Semua Agama; Dalam QS. Al-An’am ayat 108, Allah melarang umat Islam untuk menghina kepercayaan lain agar tidak menimbulkan permusuhan. Ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan sikap saling menghormati antaragama.
- Menjunjung Tinggi Cinta Tanah Air; Nasionalisme adalah bagian dari iman. Merah putih bukan sekadar simbol, tetapi juga representasi persatuan yang harus dijaga. Dengan mencintai tanah air, masyarakat akan terdorong untuk menjaga stabilitas dan keutuhan bangsa.
- Mengutamakan Kemanusiaan di Atas Perbedaan Agama; Kemanusiaan adalah nilai universal yang harus dijunjung tinggi. Bahkan seseorang yang tidak beragama pun berhak atas rasa aman dan perlakuan yang adil. Agama seharusnya menjadi penguat rasa kemanusiaan, bukan alat untuk menimbulkan perpecahan.
Indikator Toleransi Beragama dalam Masyarakat
Kasno Sudaryanto, Sekretaris FKUB Jawa Timur, dalam pertemuan mengenai generasi umat beragama tahun 2014, menjelaskan enam indikator toleransi beragama yang harus diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat:
- Menerima Keberadaan Umat Beragama Lain; Mengakui keberagaman dan tidak menganggap kelompok sendiri sebagai satu-satunya yang benar.
- Memahami Kebutuhan Beragama Orang Lain; Memberikan ruang bagi umat lain untuk menjalankan ibadahnya dengan tenang.
- Menumbuhkan Kepercayaan dan Menghilangkan Kecurigaan; Saling percaya antarumat beragama dapat mencegah konflik dan mempererat hubungan sosial.
- Bersedia Tumbuh dan Berkembang Bersama; Mengembangkan sikap inklusif dalam berbagai aspek kehidupan.
- Rela Berkorban untuk Kebaikan Bersama; Mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan kelompok atau agama tertentu.
- Menjunjung Nilai-Nilai Universal Agama; Seperti kejujuran, kedamaian, dan penghormatan terhadap otoritas negara.
Upaya Nyata dalam Meningkatkan Toleransi
Untuk mencegah sikap intoleransi dan fanatisme sempit, perlu dilakukan pendekatan moral dan kultural di tengah masyarakat. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain:
- Menggunakan media sosial secara positif untuk menyebarkan nilai-nilai toleransi dan gotong royong.
- Mendorong interaksi sosial lintas agama, seperti kegiatan olahraga bersama, ronda malam, dan kerja bakti.
- Menumbuhkan jiwa kemanusiaan, dengan menolong orang miskin atau sakit tanpa melihat latar belakangnya.
Sikap ini akan membentuk masyarakat yang lebih harmonis dan saling mendukung dalam keberagaman. Jika ada potensi konflik akibat perbedaan agama atau budaya, masyarakat yang telah matang dalam toleransi akan mampu menyelesaikannya dengan bijak dan manusiawi.
Kesimpulan
Sikap toleransi dan moderasi dalam beragama bukan hanya sekadar konsep, tetapi bukti nyata kedewasaan sebuah bangsa. Indonesia telah membuktikan bahwa dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, nasionalisme, dan ajaran agama yang benar, masyarakat yang damai dan harmonis dapat terwujud. Keberagaman bukan alasan untuk perpecahan, melainkan aset yang harus dijaga dan dirawat agar bangsa ini tetap kuat dan bersatu.(Suroyya Solehah Zainal)
Daftar Pustaka
- Imron,zawawi.2000.Gumam-Gumam DariDusun.Bandung.:PustakaHidayah.
- Vaezi,Ahmad,AgamaPolitik,Jakarta:Citra,2006.
- Leaman,Oliver.1999,A Brief Introduction toIslamic Philosophy, PolitityPress.
- Sudaryanto,Kasno,ToleransiUmatBeragama:MenghormatiMayoritasDan Menyayangi Minoritas, Jawa Timur, 2014.
- Website:https://kemenag.go.id/nasional/menag-kedepankan-toleransi-tidak-ada-mayoritas-dan-minoritas-j16ejv/
- Website:https://bdkjakarta.kemenag.go.id/berita/toleransi-di-kalangan-generasi-milenial
- Website:https://www.fkubsidoarjo.com/opini/toleransi-umat-beragama-menghormati-mayoritas-dan-menyayangi-minoritas/