Mengapa Hamas Adalah Satu-satunya Harapan untuk Gaza dan Palestina
Annisa Eka Nurfitria, Lc, M.Sos_____ Setelah lebih dari 15 bulan perang yang brutal dan penghancuran yang dialami Gaza, pertanyaan besar yang terus bergulir adalah siapa yang seharusnya memimpin wilayah tersebut pascaperang. Baru-baru ini, Perdana Menteri Otoritas Palestina (PA) Mohammad Mustafa menyatakan bahwa PA harus menjadi satu-satunya kekuatan yang memerintah Gaza setelah konflik berakhir. Namun, pernyataan ini mengabaikan kenyataan yang ada di lapangan, di mana PA jelas tidak memiliki legitimasi, kekuatan, dan dukungan rakyat untuk memimpin Gaza.
Otoritas Palestina, yang sejak lama didominasi oleh faksi Fatah, telah kehilangan kredibilitas dan tidak mampu melaksanakan fungsi pemerintahan yang efektif. PA berulang kali menunjukkan sikap kompromistis dengan Israel, serta gagal dalam berbagai aspek perjuangan Palestina, baik dalam politik maupun pemerintahan. Sebagai contoh, PA sering kali bekerja sama dengan Israel dalam hal koordinasi keamanan, yang memungkinkan Israel melakukan penangkapan terhadap pejuang dan aktivis Palestina. Hal ini menunjukkan betapa PA lebih fokus pada kepentingan politik sempit mereka daripada pada pembelaan hak-hak rakyat Palestina.
PA juga terkenal dengan korupsi yang mengakar dalam tubuh pemerintahannya. Sementara Hamas, meskipun menghadapi blokade berat dari Israel, tetap mampu menjalankan pemerintahan dan menyediakan layanan dasar bagi rakyat Gaza. Sebaliknya, PA di Tepi Barat gagal membawa perubahan signifikan. Pemimpin-pemimpin PA sibuk mengurus urusan pribadi dan memperkaya diri, sementara rakyat Palestina tetap menderita akibat pendudukan yang tidak kunjung usai.
Selain itu, PA tidak lagi mendapat dukungan penuh dari rakyat Palestina. Pemilu Palestina terakhir kali dilakukan pada 2006, namun sejak saat itu, PA terus menunda pemilu dengan alasan takut kehilangan kekuasaan. Fakta bahwa mereka tidak mau mengadakan pemilu membuktikan bahwa PA tidak lagi menjadi wakil sejati dari rakyat Palestina.
Berbeda dengan PA, Hamas telah membuktikan dirinya sebagai kekuatan yang sah dan satu-satunya kelompok yang mampu memimpin Gaza dan berjuang untuk kemerdekaan Palestina. Setelah Hamas mengambil alih Gaza pada 2007, mereka menghadapi tantangan besar, mulai dari blokade hingga serangan militer Israel yang terus-menerus. Namun, meskipun berada dalam kondisi yang sangat sulit, Hamas tetap bertahan dan menjadi pelopor perlawanan terhadap pendudukan Israel.
Hamas memiliki dukungan yang kuat di kalangan rakyat Gaza dan Palestina secara keseluruhan. Pada tahun 2006, Hamas memenangkan pemilu Palestina dengan suara mayoritas. Ini menunjukkan bahwa mereka memiliki legitimasi yang kuat sebagai pemimpin Palestina. Sementara PA telah lama kehilangan dukungan rakyat, Hamas tetap mendapatkan kepercayaan sebagai pemimpin yang tidak berkompromi dengan penjajah dan tetap teguh dalam perjuangan mereka untuk kemerdekaan Palestina.
Selain itu, Hamas juga menunjukkan kemampuan dalam pemerintahan. Meskipun Gaza diblokade dan menghadapi serangan rutin dari Israel, Hamas mampu menjalankan administrasi yang efektif. Mereka berhasil menyediakan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur di tengah kesulitan yang luar biasa. Ini membuktikan bahwa Hamas memiliki kapasitas pemerintahan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan PA yang korup dan lemah.
Dalam konteks ini, PA terus mengklaim bahwa mereka adalah satu-satunya pihak yang berhak memimpin Gaza setelah perang berakhir. Pernyataan ini mencerminkan kurangnya pemahaman tentang realitas yang terjadi di lapangan. PA hanya menunjukkan ketidaksiapan untuk mengelola Gaza, sementara Hamas telah terbukti mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyat Gaza dalam segala keterbatasan yang mereka hadapi. PA, yang lebih mengutamakan kepentingan politiknya dan menjaga hubungan dengan negara-negara Barat, tidak dapat menyelesaikan masalah Palestina, bahkan mereka lebih sering menundukkan diri terhadap tuntutan internasional yang tidak berpihak pada rakyat Palestina.
Pernyataan Perdana Menteri PA Mohammad Mustafa yang menyatakan bahwa PA harus menjadi satu-satunya pemimpin Gaza pascaperang adalah sebuah klaim yang tidak berdasar. PA telah gagal dalam segala hal yang berkaitan dengan perjuangan Palestina. Hamas telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang sah bagi Gaza dan Palestina. Mereka memiliki dukungan rakyat yang kuat dan tetap berjuang tanpa kenal lelah untuk melawan pendudukan Israel. Selain itu, Hamas juga memiliki kemampuan pemerintahan yang jauh lebih baik dibandingkan PA. Oleh karena itu, tidak ada alasan yang sah bagi PA untuk mengklaim kepemimpinan Gaza.
Perlawanan Hamas terhadap Israel telah menjadi simbol ketangguhan dan keberanian. Hamas bukan hanya sebuah organisasi politik, tetapi juga simbol perjuangan bagi rakyat Palestina yang ingin merdeka. Mereka telah membuktikan bahwa mereka tidak akan mundur dari jalan perlawanan, bahkan ketika dihadapkan dengan berbagai kesulitan dan tantangan. Hamas tidak hanya berfokus pada perlawanan militer, tetapi juga memberikan perhatian besar pada kesejahteraan rakyat Gaza. Dengan kondisi Gaza yang semakin buruk akibat blokade dan serangan Israel, menjadi jelas bahwa hanya Hamas yang memiliki kapasitas untuk terus berjuang dan mempertahankan tanah dan hak-hak Palestina. Hamas adalah satu-satunya organisasi yang benar-benar tidak memiliki niat untuk berkompromi dengan penjajah, dan mereka terus memimpin perlawanan tanpa mundur. Mereka tidak hanya mengutamakan keberhasilan politik jangka pendek, tetapi juga perjuangan jangka panjang untuk kemerdekaan Palestina.
Pernyataan PA yang ingin mengambil alih Gaza setelah perang berakhir hanya menunjukkan ketidaktahuan mereka terhadap keinginan dan kebutuhan rakyat Gaza. PA lebih baik fokus pada memulihkan kredibilitas mereka di Tepi Barat dan melepaskan diri dari cengkeraman Israel. Sementara itu, Gaza harus tetap berada di bawah kepemimpinan Hamas, yang telah membuktikan kemampuannya dalam melindungi dan memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina.
Sumber: https://www.reuters.com/world/middle-east/palestinian-authority-must-run-gaza-after-war-prime-minister-says-2025-01-15/