Transkrip Short Course Mahdawiyat Ke -2
Prosiding Short Course Mahdawiyat Ke-2
Sebuah pertanyaan yang mungkin muncul di benak kita, mengapa harus ada perantara untuk bisa berhubungan / beribadah kepada Allah Swt? Bukankah Allah Swt dekat dengan kita seperti ungkapan Al-Quran? Dan juga tidakkah Allah memiliki sifat Mahatahu, Mahakuasa dll?
Hal yang harus kita pegang adalah kita tidak bisa beribadah dan berhubungan dengan Allah tanpa adanya perantara. Hal ini bisa dibuktikan secara logis dan dogmatis (aqli dan naqli).
Secara logis: Akal menghukumi kelaziman sinkronisasi antara sebab dan akibat. Allah adalah penyebab (Illah) kita, sedangkan makhluk adalah akibat (Makluk). Harus ada korelasi antara keduanya. Contoh, dari matahari akan muncul cahaya dan tidak akan mungkin keluar kegelapan atau dingin. Dalam penciptaan juga demikian, wujud Allah Swt adalah dahulu dan Azali sedang makhluk baru. Wujud Allah Swt tetap dan tak berubah , sedangkan makhluk berubah-rubah, Dia tunggal sedang kita tersusun.
Dengan demikian perlu adanya konektor antara illah dan ma’lul. Karena jika tidak ada maka tidak akan ada alam penciptaan ini. Seperti ungkapan “Andai tidak ada hujjah dunia dan isinya akan hancur.“
Ada sesorang alim bermimpi Imam Mahdi afs sedang memutar tasbih dengan perlahan, dia melihat tata surya berjalan pada porosnya. Lalu dia melihat Imam tidak memutar tasbihnya, si alim melihat planet-planet seakan-akan berhamburan keluar dari porosnya. Namun, tak lama Imam memutar kembali tasbihnya dan alam semesta kembali berjalan pada porosnya. Mimpi ini memiliki pesan bahwa dunia ini terjadi dan berputar akibat adanya anugrah melalui perantara Imam.
Keyakinan perlunya perantara tidak hanya dianut oleh orang Syiah saja, bahkan agama-agama lain seperti Kristen, Yahudi dan kaum Musyrikin sekalipun. Mereka percaya adanya patung penurun hujan, pembawa angin dan lain-lain. Hanya saja mereka berfikir sarana-sarana itu memiliki independensi. Mereka berfikir segala yang dilakukan oleh perantara tersebut adalah murni dari mereka. Seperti juga yang diyakini oleh kaum Kristiani dalam Trinitasnya. Sedangkan kita meyakini bahwa perantara tersebut tidak memiliki apa-apa dan selalu bergantung kepada penciptanya.
Keyakinan semacam ini adalah tauhid yang sebenarnya, dan kesalahan dalam memahami hal ini akan menjerumuskan seseorang ke dalam kemusyrikan. Karena Allah Swt dianggap sedang melakukan segala perkara bersama-sama mereka. Padahal sebenarnya mereka tidak punya apa-apa, para perantara hanya menerima dan melaksanakan tugas dari-Nya.
Seperti contoh kabel listrik yang ada di rumah kita, apakah listrik muncul dari dirinya? Atau dari gardu dan pembangkit yang ada? Tentu dari pembangkit listrik.
Para perantara juga demikian, dia tidak memiliki apa-apa yang dia miliki semuanya dari Allah Swt. Tidak ada yang memiliki pengaruh dalam wujud kecuali Allah swt.
Mungkin akan muncul sebuah pertanyaan tidakkah Allah mampu untuk memberikan anugrah secara langsung?
Jawabnya: Bukan karena Allah Swt yang tidak punya kemampuan, tapi justru karena makhluk yang tidak kuasa menerimanya secara langsung. Seperti kita tidak bisa secara langsung menampung air laut ke rumah kita. Akan tetapi, perlu perantara tandon, pipa dan lain-lain. handphone tidak bisa menerima aliran listrik secara langsung dari gardu, tapi perlu alat-alat penyetabil seperti charger dan lain-lain. Ketidakmampuan bukan terletak di gardu listrik tapi terletak pada handphone yang hanya menerima aliran yang kecil.
Secara Dogmatis (Naqli):
- Hadis
- Di dalam Doa Tawasul; kita menyeru para Aimmah dengan “ya wajihan indallah (Wahai yang terpandang dan memiliki kedudukan di sisi Allah)”
- Di dalam Ziarah Jami’ah Kabirah; ziarah terbaik untuk mengenal para imam dengan 400 sifat imam. Disebutkan “Man aradallah bada’a bikum” Siapa yang menginginkan Allah Swt (haruslah) memulai dari kalian (para imam)
- Ayat.
- Ayat yang berkaitan dengan saudara-saudara nabi Yusuf as yang bertawassul dan berperantara kepada ayahnya nabi Ya’qub as untuk meminta ampun pada Allah Swt atas kesalahan mereka.
- Ayat 31 Surat Al-Baqarah, “Allah telah mengajarkan kepada nabi Adam as tentang Asma’ seluruhnya.” Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa nabi Adam as sudah menjelma menjadi asma-asma Allah Swt. Karena taklim yang dilakukan saat itu tentunya secara huduri dan ilmu yang didapat pun juga demikian.
Asma’ adalah hakikat yang dengannya alam bisa diatur dan dijalankan. Sebagaimana disebutkan di dalam doa Kumail “ Dan dengan Asma-Mu yang memenuhi segala sesuatu.” Nah setelah Asma itu dikuasai oleh Adam, Allah memerintakkan untuk memberitahukan dan mengabarkan Asma-asma yang dikuasainya kepada Malaikat.
Dengan demikian nabi Adam menjadi guru para malaikat, Adam menjadi perantara Allah Swt untuk Malaikat mendapatkan Asma-asma pengatur alam.
Adam itu tidak lain adalah manusia sempurna di zamannya, bukan hanya Adam saat itu tapi para manusia sempurna sepanjang masa.
Perlunya perantara itu dalam dua kondisi; menurun atau ke atas; dalam menurun; Allah untuk mencurahkan anugerah-Nya perlu adanya perantara. Begitu juga ke atasnya, manusia agar amal ibadah atau doanya diterima perlu adanya perantara.
Dalam banyak refrensi hadis atau doa para imam menegaskan bahwa mereka mata Allah atau dalam doa Nudbah, kita memohon agar dengan Imam Mahdi shalat kita diterima, dosa-dosa terampuni dst.
Dari sini dapat dimaklumi alasan ghaibnya imam yang tak hadir dalam jangkau mata lahiriyah manusia yaitu keberadaannya sebagai sarana penyalur, sebagai perantara anugerah dari Allah dan perantara menuju Allah.
Di dalam riwayat yang terkenal di semua sekte Islam disebutkan:” Barang siapa meninggal dalam keadaan tidak mengenal imam zamannya maka dia akan mati dalam keadaan jahiliyah”. Atau dengan redaksi yang tak ada bai’at di pundaknya.
Mati jahiliyah adalah mati dalam kekufuran, musyrik dan sesat.
Dalam kajian makrifatullah kita perlu memahami makrifatul imamah terlebih dahulu. Karena jika tidak makrifatullahnya tak beguna. Karena imam adalah pintu gerbang ke tauhid. Atau menurut Al-Quran jalan para imam adalah shiratul mustaqim.
(Div Perempuan Ikmal bekerjasama dengan bagian short coures Jamiah Al Musthafa mengadakan Short Ccourese Mahdawiyat)