Tuhan Memberkatimu Wahai Ummu Imarah…
“Tuhan Memberkatimu Wahai Ummu Imarah…”
Peradaban Barat pernah -dan sampai kinipun sedang berlangsung, kaum kapitalis- melakukan penindasan kaum wanita. Dari mereka disimpulkan bahwa eksistensi wanita hanyalah yang bertubuh indah. Lalu disediakan bagi kaum lelaki untuk cuci mata, dan datang penawaran bagi kaum wanita untuk berperan sebagai sosok yang memikat hati di berbagai iklan produk, demi meraup keuntungan bagi suatu perusahaan. Hal ini, seakan laku jual suatu barang ditentukan oleh siapa yang tampil molek di sisi barang dagangan.
Setelah dipastikan bahwa perhatian dan perasaan para calon konsumen tertumpu pada kemolekan wajah dan tubuh wanita, maka nilai eksistensi kaum wanita terletak pada keindahan fisik semata. Artinya, seorang wanita untuk menjadi menarik dan diminati, ia harus menjalani puluhan proses perawatan tubuh dan kecantikan, dengan alat-alat kosmetik, parfum dan sebagainya.
Jika demikian, mereka tak ubahnya sebagai perhiasan di rumah dan bagai bunga di taman. Di jalan inikah kaum wanita berjuang dalam mengukuhkan eksistensinya? Sebagaimana Barat telah mengadakan berulangkali kompetisi tubuh-tubuh yang terindah untuk memperebutkan siapa yang layak bergelar ratu sejagat (miss the world).
Islam Mengangkat Martabat Wanita
Kebalikan dari semua itu, Islam mengangkat derajat perempuan sebagai manusia seutuhnya. Mereka pun mempunyai tugas-tugas penting dan nilai-nilai kemuliaan, sebagaimana yang dimiliki kaum laki-laki. Dalam hal ini Allah swt berfirman:
Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga..” (QS: an-Nisa 124)
Dengan demikian kaum muslimin di segala periode Islam, dapat tampil secara terhormat. Agama suci ini telah melahirkan figur-figur agung bagi kaum wanita khususnya, seperti Sayidah Fatimah putri Rasulullah saw, Sayidah Khadijah isteri beliau dan lainnya. Di antara yang mengikuti jalan mereka adalah seorang perempuan yang bernama Nasibah bin Kab al-Anshariyah.
Nasibah Seorang Anshariyah yang Berbait kepada Rasulullah saw
Sebagian orang pikir bahwa peran dan ruang wanita tak lebih dari menunggu di dalam rumah, melayani suami dan menyiapkan apa yang diperlukan keluarga dan anak-anaknya. Malam di dalam kamar, pagi bersih-bersih rumah lalu sibuk di dapur. Tetapi Nasibah binti Kab dalam sirahnya, bangkit melawan pemikiran yang sempit ini. Ia mengambil bagian di dalam risalah Islam, menyambut seruan nabi Muhammad saw dalam Baiatul Aqabah al-Ula.
Ketika itu, sejumlah orang yang sudah Islam di Yatsrib dan yang ingin masuk Islam di hadapan Rasulullah saw, dijanjikan untuk bertemu di malam hari setelah hari-hari tasyriq. Tujuh orang dua perempuan di antara mereka- yang datang, untuk menyatakan baiat setia kepada Rasulullah saw dalam suka dan duka.
Nasibah yang dipanggil dengan nama Ummu Imarah meriwayatkan: Sesampai saya dan Ummu Sabi di tempat, suamiku Ghaziyah bin Amr berkata kepada Rasulullah saw, Dua perempuan ini datang bersama kami untuk membaiat Anda
Nabi menjawab: Aku telah menerima baiat keduanya… hanya saja aku tidak bersalaman dengan perempuan (yang bukan muhrim).
Dalam pembaiatan itu Nasibah membuktikan kesetiaannya kepada Allah dan Rasul-Nya:
Dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar. (QS: al-Fath 10)
Nasibah Pejuang di Medan Perang
Kesadaran akan berkorban dalam kesetiaan kepada Islam, kepada Allah dan Rasul-Nya dimiliki Nasibah. Ketika terjadi perang Badar, musuh dibuat mundur dan kalah oleh muslimin. Para musuh yang menyelamatkan diri, pulang dengan membawa rasa malu dan api dendam terhadap muslimin.
Setahun pasca Badar, mereka keluar dalam jumlah puluhan ribu orang bersama wanita-wanita jahiliyah mereka. Di sana, Hindun bersama teman-temannya memukul genderang, seperti para suporter bagi para petempur di medan laga.
Sementara di seberang mereka, Nasibah Ummu Imarah hadir sebagai pejuang dari kaum wanita, yang perannya menyediakan air minum untuk muslimin. Lebih dari itu, diceritakan dalam sejarah, bahwa ia tampil membela Nabinya saw. Kala nyawa suci beliau dalam bahaya, siapapun dari kaum yang beriman, laki-laki ataupun perempuan, wajiblah membela jiwa Sang Utusan Tuhan yang mereka cintai.
Ummu Imarah menceritakan: Siang itu saya keluar membawa kantong air. Sampai di tempat Nabi saw berada, para sahabat mengelilingi beliau untuk melindunginya. Melihat hal demikian, saya bangkit berperang dan membela Rasulullah dengan pedang dan anak panah, hingga saya terluka.
Ummu Said bin Sad bin ar-Rabi meriwayatkan: Saya melihat dia (Nasibah) terluka dalam di bahunya. (Al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah juz 8)
Ia menghadang musuh yang dikatakan namanya, Ibn Qami`ah, saat muncul hendak mencelakai Nabi saw. Luka di bahunya sangat dalam. Ketika itu, putranya yang bernama ‘Imarah ingin lari, Nasibah ibunya berkata: Anakku, hendak lari kemana kamu dari Allah dan Rasul-Nya!”
Nasibah mencegah putranya dari lari dari membela Rasulullah saw. Kemudian di tengah pertempuran masih berlangsung, seorang musuh datang menyerang menyerang Imarah dan membunuhnya. Sang ibu melihat putranya jatuh dan tak bergerak lagi, bangkit untuk meraih pedang di tangan putranya yang telah syahid, dan menyerang pria itu dengan menebas pahanya dan menjatuhkannya.
Saat itu, Rasulullah saw bersabda: Semoga Allah memberkatimu wahai Nasibah.
Peran besar Nasibah, ia bagai perisai dan pasang badan untuk membentengi Rasulullah terhadap serangan musuh, hingga tubuhnya banyak luka. Dikatakan, ia pun hadir dalam peristiwa Hudaibiyah, perang Khaibar, Fathul Makkah dan Hunain.
Referensi:
-Nisa’u Ahlilbait/Syaikh Muhammad Fauzi